View Full Version
Rabu, 09 Nov 2016

Kerancuan Pandangan Ahmad Syafii Maarif tentang Ahok

 

Oleh: Binhad Nurrohmat[1]

"Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, karena dibohongin pakai surat al-Maidah 51 macem-macem itu. Itu hak bapak ibu ya…” Demikian Ahmad Syafii Maarif mengutip sebagian pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu.

Ahmad Syafii Maarif, melalui pernyataan lengkap Ahok di Kepulauan Seribu itu, berkesimpulan bahwa Ahok tidak menghina Quran dan Ahok sama sekali tak menyatakan bahwa surat al Maidah 51 adalah bohong. Sebagai sesama pengguna bahasa Indonesia, kutipan pernyataan Ahok itu sudah sangat jelas isi dan maknanya bagi kita. Polemik bahasa tentangnya hanya akan membuat kita serupa kerumunan orang Eskimo bertengkar ihwal semantik bahasa Afrika.

Ahmad Syafii Maarif berpendapat bahwa melalui kutipan pernyataan itu Ahok melakukan kritik kepada “mereka yang menggunakan ayat itu untuk membohongi masyarakat agar tidak memilih dirinya.” Pendapat Ahmad Syafi’i Ma’arif ini rancu. Kenapa? Apa dasar pendapat Ahmad Syafii Maarif bahwa kutipan pernyataan Ahok itu adalah “kritik”?

Sesungguhnya, kutipan pernyataan Ahok itu tak bermuatan kritik, melainkan sebatas menebar suatu “tuduhan” bahwa ada orang berbohong “pakai” surat al Maidah 51. Lantas, apa bukti tuduhan bahwa ada orang berbohong “pakai” surat al Maidah 51, dan di mana letak kebohongannya? Dan kalau Ahok memang benar melakukan kritik, tentu muatan kutipan pernyataan Ahok itu seakan-akan bisa dipandang setara pendapat pakar studi al-Quran atau ulama tafsir Quran. Atau ia dianggap serupa sosiolog agama.

Apakah Ahok punya kapasitas-kapasitas itu? Saya berpendapat bahwa melalui “redaksi bahasa” kutipan pernyataan itu Ahok telah membuat suatu tuduhan. Bukan kritik. Ahok menuduh bahwa ada yang “dibohongin pakai surat al-Maidah 51”. Siapa gerangan aktor pembohongan itu? Semua tanya di atas itu belum terjawab.

Kerancuan lain Ahmad Syafii Maarif adalah pendapatnya bahwa MUI harus bertanggung jawab atas kejadian insiden demo 4 November. Menurut Ahmad Syafii Maarif, gara-gara fatwa MUI terhadap Ahok demo itu tergelar

Kerancuan lain Ahmad Syafii Maarif adalah pendapatnya bahwa MUI harus bertanggung jawab atas kejadian insiden demo 4 November. Menurut Ahmad Syafii Maarif, gara-gara fatwa MUI terhadap Ahok demo itu tergelar. Kita semua tahu, bahkan “larangan” elit NU dan elit Muhammadiyah pun tak bisa membendung gelora aspirasi orang-orang NU dan Muhammadiyah untuk terlibat demo itu. Dan bukan fungsi MUI menginstruksikan menggelar demo itu.

Apakah tanpa fatwa MUI demo 4 November mustahil tergelar? Demo 4 November tak “dipakai” untuk makar atau kerusuhan. Melalui demo itu demonstran meminta pemerintah segera memproses secara hukum kesalahan yang diduga terkandung dalam pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu itu. Dan pemerintah telah berjanji memenuhi permintaan itu. Fatwa MUI, maupun video Buni Yani, bukanlah variabel-variabel paling inti dalam konteks demo itu. Tercetusnya demo 4 November berasal dari pernyataan Ahok yang menyinggung perasaan sebagian umat beragama. Bukan gara-gara fatwa MUI. [syahid/voa-islam.com]

[1] Penulis adalah Penyair yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta dan Kuliah di Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara, Jakarta


latestnews

View Full Version