View Full Version
Jum'at, 25 Nov 2016

Islam Bersatu Tak Bisa Dikalahkan

Oleh: Nurhayati S.Pd.I

(Staf Pengajar Islamic Leadership School Panatagama Yogyakarta)

Pada hari Jumat tepatnya tanggal 4 November 2016 menjadi peristiwa penting bagi bangsa Indonesia. Sekitar satu juta lebih umat muslim Indonesia berkumpul menyuarakan haknya sebagai warga Negara Indonesia yang menuntut keadilan dari pemerintah. Namun kekecewaan yang didapat.

Lebih dari itu mereka yang terlibat mengikuti aksi bela Islam adalah para ulama, habaib, tokoh organisasi serta masyarakat yang tergabung dalam organisasi Islam dipersatukan oleh aqidah Islam dalam rangka membela keyakninannya. Sayangnya tak sedikit orang menganggap bahwa aksi bela islam jilid II yang dilakukan pada tanggal 4 November 2016 itu dianggap aktivitas yang memecah belah persatuan/mengancam keutuhan NKRI. Bahkan ada yang mengatakan aksi itu termasuk buah dari pemahaman Islam radikal.

Sungguh aneh bin ajaib negara kita Indonesia yang mayoritas Muslim namun masih saja ada orang muslim yang antipati terhadap aksi bela Islam dan malah menjadi pembela penista al-Quran. Idealnya ketika keyakinan umat muslim diganggu bahkan pedoman hidup umat Islam dinistakan maka alamiahnya umat muslim yang meyakini al-Quran tersentil aqidahnya karena menistakan al-Quran sama halnya dengan menistakan agama. Namun tak sedikit umat muslim yang menjadi pembela penista al-Quran.

Sejarah telah membuktikan bagaimana kesatuan itu bisa terwujud manakala umat muslim saat dipersatukan dengan ideologi Islam. Ideologi yang bersumber dari sang pemilik manusia. Ideologi yang mampu memancarkan aturan yang benar bagi kehidupan umat manusia

Pemerintah seoah-olah tidak mendengar suara satu juta lebih umat muslim yang ingin meminta  ditegakkan keadilan bagi penista al-Quran. Katanya Demokrasi? Dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Tapi ketika umat muslim menyuarakan haknya, demokrasi tidak terlihat pengaruhnya. Ironi pemerintah Indonesia saat ini. Mereka mengaku sebagai wakil rakyat namun ketika rakyat mengeluarkan aspirasinya suara mereka seolah-olah tak didengar. Sebenarnya yang diurus itu rakyat atau pemerintah?

Mudah sekali bagi pemerintah untuk mengabaikan kasus penistaan agama. Tapi sulit sekali dihindari jika itu berkaitan dengan menyangkut proyek perusahaan, swastanisasi sumber daya alam yang sarat dengan kepentingan. Padahal urusan agama jauh lebih penting dibanding urusan kepentingan yang menyangkut materi semata.

Inilah wajah Indonesia yang katanya Negara toleransi, . Tapi ketika keyakinan Islam diganggu, toleransi tidak berlaku. Negara Indonesia yang punya presiden merakyat tapi ketika rakyat datang ingin bertemu presiden malah pergi. Negara Indonesia yang katanya Negara kesatuan tapi ketika masyarakat bersatu dianggap pemecah belah kesatuan.

Sudah saatnya pemerintah menanggalkan baju kekuasaannya. Umat tak membutuhkan penguasa yang berpihak pada pengusaha. Umat sudah lama menderita menerima ketidakadilan. Umat sudah tersakiti karena hukum-hukum Islam dicampakkan di muka bumi. Saatnya Negara kita bangkit menjadi Negara mandiri yang bisa memiliki seperangkat aturan yang jelas dalam mengaturan kehidupan umat manusia. Saatnya Negara memiliki sistem pemerintahan yang tidak hanya berlaku bagi segelintir orang namun berlaku bagi seluruh elemen lapisan masyarakat.

Saatnya umat bersatu padu dalam naungan pemerintahan yang menerapkan aturan yang benar. Saatnya umat bersatu padu mewujudkan kerahmatan ditengah-tengah kedzaliman. Sejarah telah membuktikan bagaimana kesatuan itu bisa terwujud manakala umat muslim saat dipersatukan dengan ideologi Islam. Ideologi yang bersumber dari sang pemilik manusia. Ideologi yang mampu memancarkan aturan yang benar bagi kehidupan umat manusia.

Ideologi yang dengannya keberkahan dan kerahmatan akan terwujud untuk semuat umat. Ideologi yang kelak akan hadir menaungi kehidupan umat manusia yakni kembalinya Khilafah Rasyidah ‘ala minhajinnubuwah. Wallahu a’lam bisshowab. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version