View Full Version
Kamis, 22 Dec 2016

Disintegrasi Islam dan Politik dalam Demokrasi

Oleh: Imas Siti Masitoh

(Aktivis Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia)

Aksi tolak pemimpin kafir (Ahok) seakan tidak menyurutkan ambisi Ahok untuk tetap mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta. Terlihat dalam sebuah berita yang dilansir dalam berita harian detik.com bahwa Isu Suku Agama Ras dan Antar golongan (SARA) sempat dikhawatirkan akan digulirkan pada Pilkada DKI 2017 ini dengan sasaran calon gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Namun, melihat penantang yang muncul, tim Ahok-Djarot Saiful Hidayat yakin, isu SARA ini tak akan muncul.

Keyakinan Ahok semakin menggelora setelah mendengar beberapa statment dari Taufik Basari, "Saya optimis munculnya dua pasangan ini menunjukkan bahwa nantinya Pilkada DKI akan diwarnai adu program, rekam jejak dan adu visi, dibandingkan isu yang selama ini muncul, isu SARA. Karena para calon yang muncul, yang menginginkan isu SARA ini mengemuka, tidak terakomodir," kata Taufik Basari dalam diskusi Polemik 'Perang Bintang di Langit Jakarta' di Restoran Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (24/9/2016).

Tentang politik, ternyata hakikatnya bukanlah berebut kekuasaaan, melainkan bagaimana cara masalah ummat untuk dituntaskan. Untuk itu, suatu kepatutan untuk kita sadari dan renungi menyoal peraturan Islam yang belum diterapkan di negeri ini

Taufik berharap lawan Ahok-Dajrot di Pilkada DKI 2017 ini tidak akan memunculkan isu SARA. "Kita harapkan pasangan yang muncul tidak terpancing memunculkan isu SARA," Taufik juga yakin, para pasangan calon yang tampil ini akan lebih banyak memunculkan usulan program-program kerja bagi warga DKI.

Ya, inilah permainan politik semu demokrasi. Politik sebagai ajang kompetisi memperebutkan kekuasaan. Bahkan bukan kompetisi lagi melainkan pertarungan. Kembali dibuktikan dengan statment terakhirnya, Taufik mengatakan bahwa calon-calon yang muncul dalam Pilkada pun terkesan sebagai pertarungan di Pilpres.

Dinamika politik yang semakin menggelitik. Demokrasi yang berhasil mengalih fungsi kedudukan politik untuk kepentingan pribadi dan penguasa tertinggi. Padahal dalam Islam, politik berarti mengurusi urusan ummat. Rasulullah SAW menggunakan kata siyasah (politik) dalam sabdanya:

Adalah Bani Israil, urusan mereka diatur (tasusuhum) oleh para Nabi. Setiap seorang Nabi wafat, digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada Nabi sesudahku, dan akan ada para khalifah yang banyak (HR. Bukhari).

Tentang politik, ternyata hakikatnya bukanlah berebut kekuasaaan, melainkan bagaimana cara masalah ummat untuk dituntaskan. Untuk itu, suatu kepatutan untuk kita sadari dan renungi menyoal peraturan Islam yang belum diterapkan di negeri ini.

Karena sejatinya Islamlah satu-satunya agama sekaligus aturan yang layak kita terapkan, sebab Islam adalah Diinullah. Oleh karena itu, mari kita berjuang untuk mengembalikan sistem yang akan menerapkan seluruh syariat Islam, yaitu Khilafah Islamiyah dalam kancah kehidupan. Wallahu a’lam. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version