View Full Version
Senin, 13 Mar 2017

Mau Patah Hati Berapa Kali Lagi?

 

Dulunya tertipu image humble dan merakyat yang semu,

begitu jadi, perlahan muncul belang dan taring tajam

Slogan pro rakyat hanya bertahan di panggung sebagai magnet suara

Kebijakan yang lalu dibuat tak sedikitpun yang memihak rakyat

Utang negara kian berlipat, harga bahan pangan semakin melonjak,

BPJS dan kenaikan pajak tak seiring dengan peningkatan layanan masyarakat

Namun di sisi lain, karpet merah tergelar bagi pemilik modal

Pengampunan pajak dikampanyekan, agar dana pengusaha tak lari ke luar negara

Meskipun jauh panggang dari api, pajak terampuni, dana kembali lenyap ditelan bumi

Pengangguran dalam negeri pun kian tak terhitung, bahkan di kalangan alumni perguruan tinggi

Tapi justru serbuan pekerja asing membanjiri, meminggirkan pekerja lokal hingga ke sudut negeri

 

Apakah hati belum merasakan patah, atau setidaknya gelisah? 

 

Sekarang, tak pakai jurus tipu-tipu lagi

Allah singkapkan belang calon penguasa culas di penghujung pesta pemilihan

Terpelesat lidah calon penguasa ibu kota, menista agama umat mayoritas

Tapi ia tak gentar atau menyesal, justru terus mengulang penghinaan

Resah menyeruak tak hanya di ibu kota, tapi hingga ke seluruh penjuru nusantara

Jutaan umat mengambil langkah,wujudkan aksi bela Islam hingga jilid ke-empat

Tuntutannya sederhana, tangkap si penista, jebloskan ke penjara, tapi lalu drama bersetting pengadilan digelar

Proses peradilan yang berputar-putar cenderung tidak ada kejelasan

Bahkan, yang nampak jelas adalah adanya upaya kriminalisasi para ulama dan mereka-mereka yang kerap lantangkan suara

Habib Rizieq, Munarman, dan sederet nama terseret dalam berbagai tuduhan dan fitnah

Bahkan penghulu ulama dalam negeri, Ketua Umum MUI disadap pembicaraannya dan dicerca dalam pengadilan

Kepongahan si penista yang benderang memantik pertanyaan

Kekuatan sebesar apa yang dimilikinya, hingga seolah semua nyali tertumpuk padanya?

Menteri dan jenderal mengiba maaf atas namanya, memohon pemakluman dari Sang Ulama yang merasai kasar lidahnya

Menteri Dalam Negeri memberi klarifikasi, bahwa peraturan negeri yang menghalangi terdakwa jadi pemimpin, sangat mungkin direvisi

Hingga si penista, yang sudah jadi terdakwa, boleh kembali berkuasa seusai masa kampanye mendulang suara

Bahkan, dengan semua belang yang ditunjukkan, kesempatannya memenangkan pemilihan nampaknya tak terhalang

Pilkada lanjut ke putaran kedua, dengan nama si penista masih bertengger dengan manisnya

 

Harusnya hati tak lagi merasakan patah, tapi sudah lebur bersama kepercayaan yang menguap

Kepercayaan pada demokrasi yang sejak awal semestinya tak perlu ada

Bukankah kita hanya perlu percaya padaNya

Bukankah Rasulullah pun tak meneladankan jalan demokrasi bagi kebangkitan umat ini?

Bukankah sederet cela dan belang yang dicipta demokrasi, yang awalnya malu-malu maupun yang sejak awal beringas, semestinya menjadi tanda?

Sungguh tak layak kepada demokrasi kita berharap, apalagi memimpikan kegemilangan umat dengannya

Karena demokrasi bukan sekedar setor suara atau majelis musyawarah, seperti yang selama ini dikira

Sebuah konsekuensi pemilihan penguasa di alam demokrasi, adalah langgengnya sistem itu sendiri

Sistem yang menempatkan undang-undang buatan akal jauh lebih mulia dibandingkan ayat-ayat Allah

Sistem yang menjadikan konstitusi adalah harga mati meskipun bertentangan dengan aturan Ilahi

Sistem yang meniscayakan kelenturan hukum, ia boleh dipermainkan, tergantung siapa yang memegang kekuasaan

Sistem yang memustahilkan kebebasan umat untuk menghamba kepada Allah dengan sempurna, karena agama hanya boleh berpendapat, tak boleh dijadikan standar mutlak

 

Masihkah ingin merasakan patah hati, untuk yang kesekian kali?

Padahal Allah telah firmankan jalan kehidupan yang terang benderang

Bebaskan diri dari penghambaan kepada makhluk, untuk kembali menghamba pada Sang Pemilik Makhluk

Sudahi harapan semu pada demokrasi, fokuskan pandangan hanya pada aturan Allah

Kaji dan pelajari thariqah kebangkitan hakiki ala Rasulullah

Sibukkan diri dalam upaya memantaskan diri sebagai penerima pertolongan Allah

“Kalian adalah umat terbaik yang diturunkan kepada manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar” (ali Imran: 110)

Sebuah kebangkitan selalu bermula dari lisan-lisan yang tak henti menyampaikan kebaikan

Sebagaimana Mushab bin Umair yang tak henti sampaikan dakwah pada penduduk Madinah

Sebagaimana Rasululullah yang tak henti lafadzkan seruan kepada para pemimpin negeri yang bertandang ke Makkah

Maka seperti itulah kebangkitan Islam bermula, dengan dakwah yang melahirkan revolusi yang diberkahi

Bermula dari rumah sederhana Arqam bin Abil Arqam, meluas hingga seluruh penjuru dunia

Aqidah sudah tergenggam, tapi kemuliaan umat masih perlu diperjuangkan

Mari satukan langkah, kokohkan perjuangan pada jalan keteladanan Rasulullah

Gencarkan dakwah, kayakan pemahaman Islam, sibukkan diri dalam ketaatan

Semoga Allah segera memberikan pertolongan karena ikhtiar yang kita lakukan

Semoga khilafah yang dijanjikan, yang sesuai manhaj kenabian, mewujud di masa kita, karena perjuangan kita

 

Kiriman Oktavia Nurul Hikmah

Pengajar HSG Mutiara Umat Surabaya, alumni Universitas Airlangga


latestnews

View Full Version