View Full Version
Rabu, 29 Mar 2017

Pemecah Kerukunan Itu Bernama Kapitalisme

Oleh: Wulan Citra Dewi, S.Pd.

”Secara historis, kekuatan besar yang menjadi basic negara (Indonesia) ini, yang pertama adalah umat islam dan yang kedua adalah TNI/POLRI. Maka, jika umat islamnya terpecah belah, kehancuran negeri ini akan menjadi nyata. Negeri kita akan dikuasai orang asing. Karena inilah cara jitu bagi asing untuk melumpuhkan negara kita, yakni dengan menumbangkan basic negara, memecah belah umat Islam.” demikian kalimat pembuka yang disampaikan oleh Prof. Dr. H. Alaidin Koto, MA. sebagai salah satu pembicara dalam acara Dialog Kerukunan Intern Umat Beragama Islam, di Aula Gedung Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) Kota Pekanbaru, Senin 20 Maret 2017.

Acara yang ditaja oleh Bidang Penerangan Agama Islam, Zakat dan Wakaf Kanwil Kementrian Agama Provinsi Riau ini membahas tema ”Merekat Ukhuwah Islamiyah Dalam Perspektif Bernegara”. Selain Guru besar UIN Suska Riau,  Prof. Dr. Alidin Koto, hadir pula  sebagai pembicara,  Kapolda Riau Irjen Pol. Drs. Zukarnain, Kakanwil Kemenag Provinsi Riau Drs. H. Ahmad Supardi, MA., dan Kabid Penerangan Agama Islam, Zakat, dan Harta H.M. Saman S.Sos., M.Si.

Sebagai peserta dialog, saya merasa tertarik dengan kalimat pembuka yang disampaikan oleh Prof. Dr. H. Alaidin Koto, MA., yang saya kutip di awal paragraf tulisan ini. Saya pikir, ungkapan beliau bukanlah isapan jempol semata. Mengingat bahwa beliau adalah salah satu tokoh terkemuka di bumi lancang kuning ini. Dari semua permasalahan  yang disampaikan oleh para pembicara, nampaknya peran ”Bangsa Asing” sebagai imperialis bagi negeri ini, layak untuk disoroti.

Tidak bisa dipungkiri, memang benar bahwa seringkali terjadi gesekan pandangan antar kelompok atau ormas Islam. Itu adalah fakta. Masalah khilafiyah (perbedaan) dalam perkara fiqih, selalu menjadi kambing hitamnya. Padahal, para Buya atau ulama terdahulu sangat mahfum pada kebolehan masalah khilafiyah ini, selama masalah tersebut bukanlah masalah pokok (Aqidah) dan Syariat yang telah jelas kewajibannya.

Maka, seharusnya tidak menjadi persoalan ketika antar kelompok memiliki pandangan berbeda pada masalah Qunut atau tidak qunut pada shalat subuh. Begitu pun seharusnya tidak ada masalah jika ada perbedaan tentang menengadahkan tangan atau tidak dalam doa seusai shalat. Begitulah yang dicontohkan oleh Buya-buya kita terdahulu, pun demikian pula yang ditauladankan oleh Rasulallah Saw. Hal itu masuk dalam masalah khilafiyah, masing-masing pihak memunyai dalil sendiri-sendiri. Selanjutnya, masing-masing kelompok harus dewasa menerima dan menyikapi perbedaan yang diperbolehkan oleh hukum syara’ tersebut.

Nah, jangan sampai persoalan khilafiyah menjadi percikan api yang justru memberangus tubuh umat Islam. Seluruh komponen umat harus menyadari, apa sebenarnya akar masalah yang menjadikan umat Islam terpecah belah seperti saat ini. Bukan hanya dari sisi interen, tapi ekstern juga menjadi  dalang utama dari perpecahan umat. Sebagaimana yang disampaikan Prof. Alaidin Koto, bahwa bangsa asing dapat mengangkangi negeri kita dengan cara memecah belah umat islam. Kenapa? Karena umat Islam adalah pondasi negeri ini. Jika pondasinya hancur maka Asing akan sangat mudah melahap aset-aset bangsa. Coba kita saksikan dari Sabang sampai Marauke, siapakah yang menguasi Sumber Daya Alam strategis milik bangsa Indonesia? Jawabannya adalah Asing. Karena umat Islam, sebagai pondasi negara masih tersibukkan dengan pertikaian intern yang berisfat khilafiyah. Sungguh malang!

Kapitalisme, sebuah ideologi barat yang mencengkeramkan kuku-kukunya di hampir seluruh negeri-negeri kaum muslim adalah ancaman yang tidak boleh dikesampingkan. Justru, inilah sebenarnya ancaman nyata bagi kita umat islam. Ideologi yang memiliki paham sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) ini telah memaksakan asasnya kepada negeri-negeri muslim, yakni segala sesuatu harus dinilai dari sisi manfaat (materi) semata. Maka, tidak ada standar halal dan haram dalam cara pandang kapitalis. Semua diukur hanya berdasarkan modal (uang). Segala sesuatu bisa dibeli dengan uang. SDA, Jabatan, pamor, pencitraan, perizinan, bahkan hukum bisa dipesan asalkan ada uang.

...Sebagaimana yang disampaikan Prof. Alaidin Koto, bahwa bangsa asing dapat mengangkangi negeri kita dengan cara memecah belah umat islam. Kenapa?...

Hasilnya, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Kesenjangan sosial ternganga lebar. Mirisnya, kemiskinanlah yang menjadi ratu di negeri zamrud khatulistiwa, Indonesia. Sangat tegas disampaikan pula oleh Kapolda Riau Irjen Pol. Drs. Zukarnain, bahwa kemiskinan menjadi ancaman utama bagi terjaganya kerukunan antar masyarakat di sebuah negara. Maka bisa diindikasikan bahwa keberadaan ideologi kapitalisme merupakan ancaman serius yang harus segera diringkus dan diberangus.

Bukan hanya kesenjangan sosial yang diciptakan oleh kapitalisme. Lebih bahaya lagi, melalui paham sekulerisme, ideologi ini berusaha menancapkan rasa ‘was-was’ dalam diri umat islam terhadap syariat islam itu sendiri. Belum lagi lebel yang disematkan oleh ideologi asing tersebut pada kelompok-kelompok Islam yang ada. Islam Tradisional, Islam Nusantara, Islam radikal, Islam garis keras, dan lain sebagainya. Tentu pelabelan ini menumbuhkan rasa saling ’curiga’ antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya.

Umat Islam semakin phobi dengan Islam. Mereka  menarik diri dari mempelajari islam beserta syariat-syariatnya. Merasa cukup dengan pemahaman yang dimiliki, apa adanya. Akhirnya, pergesekan antara umat islam sangat mudah dikobarkan dengan kondisi yang semacam ini. Siapa yang menuai keuntungan? Asing!. Lantas siapa yang merugi? Kita, umat islam dan bangsa ini yang telah mati-matian diperjuangkan oleh para Mukhlisin! Nastagfirullah.

Umat islam adalah umat yang satu. Sesama muslim adalah bersaudara. Demikian Rasulullah Saw. mengajar kita. Sudah selayaknya kita segera merapatkan barisan, bahu membahu, berada digarda terdepan untuk meringkus dan memberangus ideologi kapitalisme. Mari kita fokus pada masalah besar yang menghujam umat dan bangsa ini. Karena ancaman yang sesungguhnya adalah ideologi tersebut.

Ternodainya kerukunan umat Islam, bahkan kerukunan antar umat beragama sekalipun bukan karena Syariat yang ada pada Islam. karena jelas, Islam adalah Rahmat bagi seluruh alam. Fakta nyata yang harus kita sadari, bahwa pemecah kerukunan itu bernama kapitalisme. Maka seluruh komponen umat, mari kita songsong kehidupan bernegara yang berdaulat, rukun dan sejahtera dengan mengubur kapitalisme. Selanjutnya, menghidupkan kembali syariat Islam sebagai aturan kehidupan paripurna yang akan membawa rahmat ke seluruh penjuru dunia. Wallahualam. (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version