View Full Version
Selasa, 18 Apr 2017

Islam: Agama yang Sesuai Fitrah Manusia

Sahabat VOA-Islam...

Di dalam fitrahnya, manusia mempunyai ghorizah atau naluri. Salah satunya adalah naluri untuk beragama (ghorizah taddayun), yaitu naluri untuk menyembah/mensucikan/mengagungkan sesuatu yang manusia pandang lebih kuasa dibanding dirinya, maka lahirlah beberapa  keyakinan yang dianut manusia.

Allah SWT mengetahui tuntutan ghorizah (naluri) ini, sehingga Allah mengutus nabi dan rasul secara bertahap untuk meluruskan pemenuhan tuntutan naluri ini bahwa tidak ada Tuhan yang layak disembah selain Allah S.W.T. Sampai pengutusan nabi terakhir yaitu nabi Muhammad S.A.W yang menyempurnakan agama – agama sebelumnya, yang membawa risalah Islam sebagai agama yang diridhoi Allah S.W.T untuk seluruh penduduk bumi.

Oleh karena itu, Islam bukan sekedar agama teologi, yang mengatur hubungan rohani manusia dengan Tuhannya. Akan tetapi, Islam adalah suatu pandangan hidup bagaimana caranya manusia menjadi makhluk yang sesuai dengan tujuan penciptaan manusia (Q.S. adz Dzariat : 56). Di dalamnya berisi prinsip – prinsip dan  peraturan kehidupan yang mengatur segala aktifitas kehidupan manusia itu sendiri.

Islam, seperti yang diketahui adalah agama yang sempurna dan menjadi rahmatan lil alamin. Di dalam Islam mengenal prinsip ketauhidan yang hanya diperbolehkan menyembah satu tuhan, yaitu Allah S.W.T. Jika kita mau mencari tahu apa itu Islam? dan mau mengkaji serta memahami tentang Islam yang diwahyukan kepada Nabiyullah, Muhammadan Rasulullah berupa kitabullah (Al Qur’an), kita tidak akan hanya sekedar percaya saja, akan tetapi semakin meyakini bahwa Islam memang benar agama yang sempurna yang dapat diterima oleh akal kita, sehingga kita dapat mentaati semua perintah dan larangan Allah S.W.T yang tertulis di dalam Al Qur’an tanpa terkecuali.

Dewasa ini, banyak orang yang mengaku Islam, mengakui bahwa Allah S.W.T itu satu, mengakui bahwa Al Qur’an adalah Kalamullah, mengakui bahwa Malaikat itu ada, mengakui tentang sesuatu yang ghaib, megakui bahwa Hari Kiamat pasti akan terjadi. Tapi, jarang sekali orang Islam mau menggali, apa yang sebenarnya yang Allah inginkan dari manusia itu sendiri?

Padahal, semua jawaban itu ada di dalam Al Qur’an yang kita akui sebagai firman Allah S.W.T.  Al Qur’an merupakan pedoman hidup manusia yang berisi prinsip – prinsip bagaimana manusia menjadi makhluk yang diridhoi oleh Allah S.W.T. Maka, sudah kewajiban orang Islam untuk menggali dan mengkaji isi Al Qur’an.

Di dalam Al Quran ada pesan dari Allah S.W.T, beruba kabar gembira, peringatan, dan aturan kehidupan bagi manusia. Sayangnya, hanya sedikit sekali orang Islam yang mau mempelajari agamanya, kebanyakan dari kita sering cukup puas hanya sekedar “katanya” dan menjalani arus kehidupan sesuai ritme yang nampak sekarang. Padahal, jika kita meyakini bahwa Al Qur’an adalah fiman Allah yang diturunkan lewat nabi Muhammad S.A.W, seharusnya ada rasa penasaran atau rasa ingin tahu pesan apa yang sebenarnya disampaikan di dalam Al Qur’an, bukan hanya menjadikan Al Qur’an sebagai simbol kitab sucinya orang Islam.

Agar keyakinan kita tentang keberadaan Allah S.W.T semakin mengakar dan menjadikan kita tunduk patuh atas segala aturan-Nya, ada tiga pertanyaan mendasar yang perlu dipikirkan, yaitu 1). Dari manakah aku?, 2). Mau apa aku selama hidup di dunia?, 3). Akan kemanakah aku?. Tiga pertanyaan ini yang akan menjawab penjelasan keterkaitan manusia terhadap rukun iman yang diyakini sebagai landasan dasar Islam.

 

Dari Manakah Aku?

Semua orang yang percaya dengan Tuhan, pasti akan menjawab bahwasanya kita berasal dari Tuhan. Begitu juga dengan orang Islam, semua jawabanya pasti berasal dari Allah S.W.T. Sebagian dari kita, cukup puas hanya sekedar tahu jawaban bahwa kita berasal dari Allah, tanpa mau memikirkan lebih lanjut untuk membuktikan kebenaran jawaban tersebut yang membuat kita semakin mantap menjawab bahwasanya kita memang benar berasal dari Allah.

Untuk membuktikan keberadaan pencipta (Allah), bisa dilakukan dengan mengamati segala sesuatu disekitar kita, yaitu  manusia, kehidupan, dan alam semesta. Jika diamati, ketiganya memiliki keterbatasan, lemah, serba kurang dan saling membutuhkan kepada yang lain. Oleh karena itu manusia, kehidupan, dan alam semesta bersifat terbatas dan tidak abadi, sehingga dapat disimpulkan bahwa dibalik ketiganya ini pastilah ada “sesuatu yang lain” yang bersifat abadi, yang menciptakan ketiganya, yaitu Al Khaliq (pencipta).

Dalam menentukan keberadaan pencipta ini ada tiga premis yang bisa kita fikirkan, yaitu 1). Ia diciptakan oleh yang lain, 2). Ia menciptakan diriNya sendiri, 3). Ia bersifat azali (tidak berawal dan berakhir) dan wajibul wujud (eksistensinya wajib ada, karena tidak mungkin ada ciptaan tanpa adanya pencipta).

Kemungkinan yang pertama merupakan kemungkinan yang bathil, karena jika ia diciptakan oleh yang lain tentunya ia bersifat terbatas, sehingga tidak bisa diterima dengan akal. Kemungkinan kedua, juga merupakan kemungkinan yang bathil yang tidak bisa diterima oleh akal karena tidak mungkin sesuatu memposisikan sebagai makhluk dan Khaliq pada saat bersamaan. Oleh karena itu, Al Khaliq haruslah bersifat azali dan wajibul wujud, Dialah Allah S.W.T.

Sehingga, siapapun yang mempunyai akal dapat mampu membuktikan bahwa dibalik benda – benda yang dapat diindranya ada penciptanya karena benda – benda tersebut bersifat kurang, lemah dan saling membutuhkan satu dengan yang lain. Ada ratusan ayat dalam Al Qu’ran yang mengajak manusia untuk mengalihkan perhatiannya seraya berfikir tentang apa – apa yang ada di alam semesta ini yang mampu diinderanya, diantaranya yaitu Q.S Al Imran : 190, Q.S Ar Rum : 22, Q.S Al Ghasyiyah : 17 – 20, Q.S Athariq : 5 – 7, Al Baqarah : 164, dan masih banyak ayat yang lainnya.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda – tanda (ayat) bagi orang yang berakal” (Q.S Al Imran : 190)

Ayat-ayat tersebut merupakan ajakan kepada manusia untuk mengarahkan pandangannya pada ciptaan - ciptaan Allah swt agar manusia mampu membuktikan bahwa Allah S.W.T itu benar adanya, sehingga imannya kepada Allah S.W.T menjadi mantap karena berakar kepada akal dan pembuktian yang nyata. Hal ini merefleksikan rukun iman yang pertama yang menjadi landasan beragama Islam, yaitu iman kepada Allah S.W.T.

 

Mau Apa Aku?

Sebelum menjawab pertanyaan mau apa aku? Ada beberapa hal yang perlu dipikirkan tentang keterkaitan hubungan antara kehidupan sebelum dunia dengan kehidupan dunia tempat tinggal kita sekarang. Keterkaitan itu akan merefleksikan rukun iman yang ke 2, 3, dan 4.

Ketika kita meyakini bahwa kita berasal dari Allah, yaitu bahwa kita diciptakan oleh Allah, tentulah tidak seharusnya kita menafikan bahwa aturan hidup yang harus digunakan oleh manusia mutlak dari Allah, karena Allah lah yang pasti lebih tahu detail tentang makhluk yang diciptakanya. Misalnya, kita bisa mencontohkan ketika kita membeli handphone atau elektronik lain seperti mesin cuci, tv atau yang lainya tidak jarang menemukan buku panduan aturan tata cara pemakaian dan perawatan dari yang membuat peralatan tersebut agar peralatan tersebut dapat digunakan sebagaimana mestinya dan menjaga agar tetap dalam kondisi baik.

Begitu juga dengan Allah, ketika Allah menciptakan manusia, tentulah Allah lah yang tahu aturan – aturan yang pas untuk manusia tersebut agar dapat difungsikan sebagaimana manusia menjadi makhluk yang diridhoi Allah S.W.T. Sehingga, perlulah penyampaian aturan – aturan ini kepada manusia. Akan tetapi, karena wujud Allah itu Ghaib, keberadaan wujudnya tidak bisa diindra dengan akal manusia karena akal manusia itu sifatnya terbatas, maka menjadi wajib adanya Nabi dan Rasul untuk menyampaikan risalah yang merupakan aturan yang mengatur seluruh manusia yang ada di dunia.

Nabi dan Rasul ini haruslah dari manusia itu sendiri agar aturan itu bisa tersampaikan dan terpahami dengan jelas. Seandainya aturan itu disampaikan oleh makhluk ciptaanya yang lain seperti malaikat atau jin yang mempunyai dimensi yang berbeda dan bersifat ghaib, tidak bisa diindra oleh manusia, tentulah aturan itu akan sulit tersampaikan dengan sempurna. Maka dari itu, Allah mengutus manusia pilihanNya untuk dijadikan Nabi dan RasulNya dan memberikan keistimewaan beruba Mukjizat yang menandakan kenabian dan kerasulan mereka.

Seperti yang sudah diketahui tentang kenabian Nabi Muhammad S.A.W, beliau dibekali beberapa mukjizat seperti bisa membelah bulan, keluar air dari sela – sela jarinya, melakukan perjalanan isra’ miraj dalam satu malam, dan mukjizat yang sampai sekarang hingga akhir zaman masih ada yaitu kitab suci Al Qur’an yang merupakan kalammullah yang masih terjaga ke otentikannya. Begitupula dengan nabi dan rasul yang lainya sebelum nabi Muhammad S.A.W yang diceritakan di dalam Al Qur’an beserta mukjizatnya, seperti Nabi Musa yang mampu membelah lautan dengan tongkatnya, nabi isa yang bisa menghidupkan orang mati, nabi Ibrahim yang dibakar masih hidup, dan masih banyak nabi – nabi lainnya.

Hal ini menjadi bukti untuk kita mengimani adanya nabi dan rasul utusan Allah, sehingga ini merupakan refleksi dari rukun iman kepada nabi dan rasulullah. Adapun salah satu ayat Al Qur’an yang menjelaskan bahwa Nabi dan Rasul haruslah dari manusia, yaitu :

“Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang – orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) ditengah – tengah mereka dari kalangan mereka sendiri,” (Q.S. Ali”Imran:164)

“Katakanlah (Muhammad), ‘Sekiranya dibumi ada para malaikat, yang berjalan – jalan dengan tenang, niscayaha Kami turunkan kepada mereka malaikat dari langit untuk menjadi rasul.” (Q.S Al Isra : 95)

Selanjutnya, untuk merefleksikan iman kepada kitab – kitab Allah, bisa dilakukan pembuktian terhadap keotentikan Al Qur’an yang merupakan firman Allah yang masih terjaga sampai sekarang. Menurut syeikh Taqiyudin An Nabhani, untuk membuktikan bahwa Al Qur’an adalah firman Allah, ada 3 premis yang bisa dikaji dan dipikirkan tentang darimana asal Al Qur’an terlebih dahulu, yaitu 1). karangan orang arab,2). karangan muhammad SAW,3) al Qur’an berasal dari Allah S.W.T. Hal ini dikarenakan Al Qur’an sendiri berciri khas Arab, baik dari segi bahasa maupun gayanya, dan al Qur’an datang bersama Muhammad SAW.

Kemungkinan pertama, yang menyatakan bahwa Al Qur’an adalah karangan orang Arab tidaklah benar. Sebab, Al Qur’an sendiri telah menantang orang arab untuk membuat karangan yang serupa. Sebgaimana tertera didalam Al Qur’an (Q.S Al Hud : 13 dan Q.S Yunus : 38).

“Katakanlah: ‘maka datangkanlah sepuluh surat yang (dapat) menyamainya.” (Q.S. Hud :13)

Orang – orang arab telah berusaha keras mencobanya, akan tetapi tidak berhasil. Hal ini membuktikan kalau Al Quran adalah karangan orang Arab tidaklah benar.

Selanjutnya, kemungkinan kedua yang menyatakan bahwa Al Qur’an adalah karangan muhammad SAW pun tidak bisa diterima oleh akal kita karena muhammad sendiri merupakan orang arab. Bagaimana mungkin Al Qur’an merupakan karangan muhammad SAW, sedangkan pernyataan pertama tentang Al Quran buatan orang arab saja sudah tertolak. Selain itu, jika kita perhatikan hadist – hadist shahih yang berasal dari Nabi Muhammad dibandingkan dengan ayat – ayat yang ada di dalam Al Qur’an, maka tidak akan dijumpai adanya kemiripan dari segi gaya dan bahasanya. Meskipun pernah ada juga, seorang sastrawan arab yang menuduh bahwa Al Qur’an disadur oleh Muhammad dari seorang pemuda Nasrani yang bernama Jabr. Tuduhan ini Tertolak oleh Allah S.W.T dengan firmanNya:

“(Dan) Sesungguhnya Kami mengetahui mereka berkata : ‘Bahwasanya Al Qur’an itu diajarkan oleh manusia kepadanya (muhammad). Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) muhammad belajar kepadanya (adalah ) bahasa ‘ajami (non arab), sedangkan Al Qur’an itu dengan bahasa arab yang jelas.” (Q.S An Nahl : 103).

Dari uraian diatas, kemungkinan pertama dan kemungkinan kedua yang menyatakan bahwa Al Quran adalah karangan orang Arab dan karangan nabi Muhammad telah tertolak, sehingga satu – satunya kemungkinan yang tidak diragukan lagi kebenarannya adalah bahwa Al Quran merupakan Kalamullah yang berasal dari Allah S.W.T. Oleh karena itu, menjadi wajib bagi kita untuk mengimani kitab Al Quran dan kitab – kitab sebelumnya yang diceritakan di dalam Al Quran berasal dari Allah . Hal ini merupakan refleksi dari iman kepada kitab – kitab Allah.

Selanjutnya, Allah mengutus malaikat sebagai perantara untuk menyampaikan firman – firmanNya kepada Nabi dan Rasul Nya. Adanya malaikat – malaikat ini, Allah sudah kabarkan melalui kitab suci Al Qur’an. Sebelumnya, sudah dibuktikan bahwa Al Qur’an memang benar kalamullah, sehingga menjadi wajib bagi kita untuk meyakini apa – apa yang dikabarkan semuanya di dalam Al Qur’an. Oleh karna itu, adanya malaikat ini wajib diimani oleh manusia. Hal ini menjadi refleksi dari rukun iman kepada malaikat – malaikat Allah. Salah satu firman Nya tentang adanya malaikat, yaitu:

“Segala puji untuk Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan – utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing – masing (ada yang) dua,tiga, empat...”.(Q.S. Fatir : 1)

Berdasarkan uraian tersebut, menjadi jelaslah tujuan hidup kita di dunia. Bahwa kita mempunyai keterikatan hidup di dunia dengan kehidupan sebelumnya berupa aturan – aturan yang diberikan oleh Allah S.W.T. Oleh karena itu,  keberadaan manusia di bumi haruslah sepenuhnya beribadah kepada Allah. Ibadah disini, bukan hanya sekedar aktivitas spiritual yang dilakukan antara makhluk dengan penciptanya, menyembah Allah dengan sifat ketuhananNya.

Akan tetapi, kata beribadah disini menunjukan bahwa manusia harus tunduk dan patuh atas semua aturan yang telah ditentukan oleh penciptanya tanpa terkecuali, yaitu mematuhi segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya seperti yang tertulis di dalam Al Qur’an yang kita yakini sebagai firman Allah S.W.T.

 

Akan Kemanakah Aku?

Setelah kita mengetahui bahwa kita berasal dari Allah dan selama hidup dunia juga aktivitas yang dilakukan semata – mata untuk beribadah kepada Allah, tentulah kehidupan setelahnya kita akan dikembalikan kepada Allah. Oleh karena itu, pasti ada keterkaitan tentang apa – apa yang sudah kita lakukan selama hidup di dunia dengan kehidupan sesudahnya. Keterkaitan hubungan ini yang kemudian akan dihisab/ dipertangggungjabkan di yaumil hizab, setelah terjadinya hari kiamat. 

Tentang adanya hari kiamat dan adanya hari penghisaban, sudah Allah kabarkan di dalam Al Qur’an yang sudah terbukti sebagai Kalamullah. Selain itu juga, Allah kabarkan kepada manusia jika selama hidup di dunia sesuai aturan yang Allah tetapkan akan mendapatkan balasan Syurga yang kekal, jika sebaliknya Allah akan mengadzabnya berupa Neraka yang kekal. Sehingga, menjadi wajib bagi kita mengimani adanya Hari Akhir (kehidupan Akhirat). Hal ini yang merupakan refleksi dari iman kepada hari akhir. Ada banyak sekali ayat – ayat Al Qur’an yang mengabarkan tentang hari akhir, salah satu firmanNya, yaitu :

Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing – masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya” (Q.S Al Baqarah : 281)

Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan, maka terlihat jelas ada hubungan antara kehidupan dunia dengan kehidupan sebelum dan sesudahnya. Dengan demikian, dasar berdirinya Islam baik secara fikrah (ide dasar) maupun thariqah (metode pelaksanaan bagi fikrah) adalah Aqidah Islam. Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk beriman kepada syariat Islam secara total, baik hukum – hukum yang berkaitan dengan ibadah spiritual, muamalah, ‘uqubat (sanksi), maupun math’umat (yang berkaitan dengan makanan) yang tercantum di dalam Al Qur’an. Jika terjadi penolakan terhadap salah satu hukum syara tersebut, maka dapat menyebabkan kekufuran.

Allah S.W.T berfirman :

Wahai orang – orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya, dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada RasulNya dan kepada kitab yang telah diturunkan sebelumnya. Dan siapa saja yang mengingkari Allah dan MalaikatNya, dan Kitab – kitabNya, dan Rasul – rasulNya, dan Hari Akhir maka ia telah sesat sejauh- jauh kesesatan”. (Q.S An Nisa : 136).

Ayat tersebut menunjukan eksistensi rukun iman yang dijadikan landasan dasar berIslam, yang pernah kita ketahui dan sering dihafalkan di pelajaran Agama di Sekolah. Walahu a’lam bish-shawab. [syahid/voa-islam.com]

Kiriman Annisa Muizzah


latestnews

View Full Version