View Full Version
Rabu, 26 Apr 2017

Makna Agung Dua Kalimat Syahadat

Oleh: Fadhilah Ummu Hanifah

Dari Abdullah bin Umair bahwa Rasulullah saw bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu, terpeliharalah darah dan harta benda mereka kecuali dengan haknya swdangkan hisab mereka kepada Allah.” (HR. Bukhori Muslim).

Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw ditanya, siapakah orang yang paling bahagia dengan syafaatmu di hari kiamat? Rasulullah saw bersabda, Aku telah mengira ya Abu Hurairah, bahwa tidak ada seorangpun yang tanya tentang hadist ini yang lebih dahulu daripada kamu, karena aku melihatmu sangat antusias terhadap hadist. Orang yang paling bahagia terhadap syafaatku di hari kiamat adalah yang mengatakan la ilaha ilallah secara ikhlas dari hatinya atau jiwanya.” (HR.Bukhori).

Al Hasan Al Bashri rahimakumullah pernah diberitahukan bahwa orang yang mengatakan, “ Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah maka dia akan masuk surga.” Lalu dia rahimakumullah mengatakan, “Barangsiapa menunaikan hak kalimat tersebut dan juga kewajibannya, maka dia akan masuk surga.” Wahab bin Munabbih telah ditanyakan, “ Bukankkah kunci surga adalah laa ilaha illallah ?” Dia menjawab, “ Iya betul. Namun setiap kunci itu punya gerigi. Jika kamu memasukinya dengan kunci yang memiliki gerigi, pintu tersebut akan terbuka. Jika tidak demikian, pintu tersebut tidak akan terbuka.” Dia rahimakumullah mengisyaratkan bahwa gerigi tersebut adalah syarat-syarat kalimat laa ilaha illallah. (lihat Fiqhul Ad’iyyah wal Adzkar I/179-180).

 

Makna Penting

Sedemikian pentingnya syahadat ini membuat syahadat ini menjadi bukti pengakuan kaum muslim terhadap keEsaan Allah dan kerasulan. Mengakui keEsaan Allah bermakna bahwa seorang muslim hanya mempercayai Allah sebagai satu-satunya Allah dan tiada Tuhan yang lain selain Allah. Serta dengan mengikrarkan kalimat pertama yaitu laa ilaha illallah berarti seorang muslim memantapkan dirinya bahawa Allah satu-satunya sebagai tujuan, motivasi, dan jalan hidupnya.

Adapun mengakui kerasulan bermakna bahwa seorang muslim ketika mengikrarkan kalimat ini meyakini ajaran Allah yang disampaikan melalui seorang Rasul Allah, Muhammad. Rasulullah saw adalah teladan baik (uswatun hasanah) bagi umat islam (Qs. Al Ahzab {33}: 21). Apa saja yang dicontohkan oleh Rasulullah saw wajib diikuti oleh umat islam. Sebaliknya, umat islam haram menyelisihi beliau. Bendera (al-‘alam) termasuk perkara yang dicontohkan oleh Rasulullah saw juga Khulafaur-Rasyidin sesudah beliau.

Bendera Rasulullah saw ada dua macam yaitu Al-Liwa’ (bendera putih) dan Ar-Rayah (bendera hitam) bertuliskan: Laa ilaha illallah Muhammad rasulullah. Menurut sebagian ulama seperti dari Imam Ibnul Atsir dalam kitabnya An-Nihayah fi Ghorib Al-Hadist. Juga Imam Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari, Al-Liwa’ dan Ar-Rayah adalah sinonim (sama). Namum pendapat yang rajih (lebih kuat). Sebagaimana ditegaskan oleh Imam Ibnul Arabi, Al-Liwa’ berbeda dengan Ar-Rayah. Dalilnya adalah hadist dari Ibnu ‘Abbas ra. yang mengatakan, “Rayah Rasulullah berwarna hitam, sedangkan Liwa’nya berwarna putih.” (HR at-Tirmidzi dan Ahmad).

Imam Ibnul Arabi berkata, “Al-Liwa’ berbeda dengan ar-Rayah.  Al-Liwa’ diikatkan diujung tombak dan melingkarinya. Ar-rayah diikatkan pada tombak dan dibiarkan hingga dikibarkan oleh angin. (Abdul Hayyi al Kattani, Nizham al Hukumah an-Nabawiyyah {At- Taratib al idariyyah}, I/263)

Bendera/panji Rasulullah memiliki makna yang mendalam yang terlahir dari ajaran Islam. diantaranya adalah:

Pertama, sebagai lambang aqidah Islam karena pada Al-Liwa’ dan Ar-Rayah tertulis kalimat syahadat: Laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah. Kalimat yang membedakan Islam dengan kekufuran. Kalimat yang menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat.

Kedua, sebagai pemersatu umat Islam. Kalimat Laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai satu kesatuan tanpa memandang keanekaragaman warna kulit, bahasa, kebangsaan ataupun mazhab.

Ketiga, sebagai simbol kepemimpinan. Faktanya, Al-Liwa’ dan Ar-Rayah itu selalu dibawa oleh komandan perang pada zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Misalnya pada saat perang Khaibar, Rasulullah bersabda, “ Sungguh aku akan memberikan Ar-Rayah ini kepada seorang laki-laki yang mencintai Allah dan RasulNya. Allah akan memberikan kemenangan kepada dirinya.

Keempat, sebagai pembangkit keberaniaan dan pengorbanan dalam perang. Makna ini akan dirasakan dalam jiwa pasukan dalam kondisi perang. Karena pasukan akan terbangkitkan keberaniaannya ketika melihat benderanya masih berkibar-kibar.

Kelima, sebagai sarana untuk menggetarkan musuh dalam perang.

Semenjak keruntuhan Khilafah di Turki tahun 1924. Negeri-negeri Islam terpecah belah atas dasar konsep nation-state (negara bangsa) mengikuti gaya hidup Barat. Alhasil, masing-masing negara bangsa mempunyai bendera nasional dengan berbagai macam corak dan warna. Sejak saat itulah Al-Liwa’ dan Ar-Rayah seakan-akan tenggelam dan menjadi sesuatu yang asing ditengah masyarakat muslim.

Kondisi inilah yang mengakibatkan muculnya pandangan curiga dan sinis dari penguasa sekuler terhadap bendera Islam yang bertuliskan Kalimat Laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah. bendera yang dicontohkan sendiri oleh Rasulullah saw ini pun kemudian dicap atau dihubungkan dengan terorisme atau radikalisme.

Alhasil, marilah saatnya umat Islam sadar dan kembali pada ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw termasuk dalam persoalan bendera Islam ini. Karena ini juga merupakan bukti akan syahadat kita. Wallahu a’lam. 
[syahid/voa-islam.com]

 


latestnews

View Full Version