Oleh: Tri Astuti, S.Kom (Praktisi Pendidikan Kejuruan Mojokerto)
Tersiar berita yang cukup viral, ada sebagian orang yang mengatasnamakan ormas tertentu, menggugat ‘Panji Rasul’. Selama dua bulan terakhir ini, beritanya cukup membanjiri hampir di semua media online di tanah air. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah mengibarkan ‘Panji Rasul’ adalah sebuah kesalahan fatal yang harus dikriminalisasikan?
Sebagian orang menunjukkan kebanggaan label organisasinya. Bentuk kebanggan tersebut kebanyakan justru lewat atribut berupa bendera. Semisal ormas NU, Muhammadiyah, LDII, Persis, dan lain sebagainya dengan memiliki bendera yang berbeda-beda. Partai Politikpun tidak ketinggalan membuat bendera, untuk menunjukkan eksistensinya di tengah-tengah masyarakat. Bahkan komunitas masyarakat yang memiliki organisasi tanpa bentukpun mempunyai bendera kebanggaan. Semisal supporter sepakbola.
Pertanyaan yang muncul selanjutnya, apakah mereka semua juga layak dikriminalisasikan hanya karena benderanya bukan “Merah-Putih”?
Makna Panji Rasul
Panji Rasul bukan hanya sekedar simbol kebanggaan ormas, gabungan atau kepartaian politik semata. Justru Panji Rasul adalah simbol pemersatu aqidah umat. Karena ada dalil shohih yang menjelaskannya.
Sesungguhnya makna bendera menduduki posisi yang sangat tinggi. Pada waktu peperangan, bendera ini selalu diusung oleh tangan yang suci dan mulia, tangan Baginda Rasulullah SAW. Di atas sebilah tombak dalam setiap peperangan dan ekspedisi militer. Panji dan bendera juga memiliki kedudukan yang sangat mulia karena di dalamnya bertuliskan kalimat tauhid yang mulia, “La Ilaha illalLah Muhammad RasululLah”.
Meskipun bendera ini hanya selembar kain yang akan berkibar bila tertiup angin di hati musuh-musuh Islam, tetapi ia laksana sambaran tombak dan panah yang melesat secepat kilat. Sebaliknya, kecintaan pembawa bendera terhadap benderanya melebihi cintanya seseorang yang tengah dimabuk asmara.
Begitu mulianya kedudukan bendera ini, Nabi SAW. pernah menyerahkannya kepada beberapa sahabat yang sangat pemberani, seperti Ja’far ath-Thiyar, Ali bin Abi Thalib dan Mush’ab bin Umair. Para sahabat ini senantiasa menjaga bendera dan panji ini dengan penjagaan yang sangat sempurna. Mereka menjaganya dengan sepenuh jiwa.
Maka dari itu, sebagai simbol syahadat panji tersebut akan dikibarkan oleh Rasulullah SAW kelak pada Hari Kiamat. Panji ini disebut sebagai Liwa` al-Hamdi. Rasulullah SAW. bersabda:
«أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ وَبِيَدِى لِوَاءُ الْحَمْدِ وَلاَ فَخْرَ وَمَا مِنْ نَبِىٍّ يَوْمَئِذٍ آدَمُ فَمَنْ سِوَاهُ إِلاَّ تَحْتَ لِوَائِى…»
“Aku adalah pemimpin anak Adam pada Hari Kiamat dan tidak ada kesombongan. Di tanganku ada Liwa` al-Hamdi dan tidak ada kesombongan. Tidak ada nabi pada hari itu Adam dan yang lainnya kecuali di bawah Liwa’-ku” (HR at-Tirmidzi).
Liwa’ dan Rayah Rasul SAW juga merupakan pemersatu umat Islam. Kalimat tauhid Lâ ilâha illallâh Muhammad Rasûlullâh adalah kalimat yang mempersatukan umat Islam sebagai satu kesatuan tanpa melihat lagi keragaman bahasa, warna kulit, suku, bangsa ataupun mazhab dan paham yang ada di tengah umat Islam.
Lalu apakah salah jika kita mencintai dan bangga membawa ‘Panji Rasul’ yang menjadi pemersatu aqidah umat Islam sedunia, warisan Rasulullah ini?
Apakah kita akan terus latah dengan mengikuti opini negatif yang selalu dilekatkan dengan Islam dan para pengembannya yang diberi label radikal, sesat, teroris dan sebagainya?
Coba renungkan nasehat Cak lontong berikut ini, komedian yang selalu berpesan di akhir penampilannya untuk kita, agar kita selalu ‘Mikir...’ Mari berpikir dengan akal sehat kita ”Cukup layakkah kita menggugat ‘Panji Rasul’ warisan Rasulullah Muhammad SAW ini ???”
Umat Islam juga seharusnya menjunjung tinggi dan menghormati Liwa’ dan Rayah Rasul SAW. Serta berjuang bersama untuk mengembalikan kemuliaan keduanya sebagai panji tauhid, identias Islam dan kaum Muslim sekaligus pemersatu mereka. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [syahid/voa-islam.com]