Oleh : Rahmat Abu Zaki
(Analis di Pusat Kajian Data dan Analisis-PKDA)
Sebanyak 14 pria yang sedang menggelar pesta seks sesama jenis (homo/gay) di sebuah hotel Jalan Diponegoro digerebek petugas Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya, Minggu (30/4/2017) dini hari. Ke-14 orang kaum gay yang kini diamankan polisi, yakni AN (43, pengusaha rental PS/Jombang), AS (22, mahasiswa/Sampang), AL (25, swasta/Malang), SD (44, swasta/Gresik), ISW (40, pedagang/ Yogyakarta), AS (35, swasta/Sidoarjo), KH (23, swasta/Sidoarjo), FGF (25, mahasiswa/Surabaya), AIS (20, mahasiswa/Sidoarjo), MA (29, swasta/ Yogyakarta), AN (24, swasta/Magelang), TA (27, swasta/Madiun), RTA (36, swasta/Madiun), Es (34, swasta/Surabaya).
Mereka melakukan pesta maksiat di dua kamar hotel, yakni kamar 314 dan 303. Mereka menghadiri pesta seks di Surabaya, setelah menerima undangan dari AN melalui broadcast lewat BlackBerry Messenger (BBM). Seorang yang ingin gabung dikenai biaya Rp 50.000 sampai Rp 100.000. "Sebelum menggelar pesta di Surabaya, AN ini sempat mau mengadakan pesta di Madiun. Tapi tidak banyak respons dan acaranya batal. Saat diadakan di Surabaya, ternyata banyak peminat," sebut Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Shinto Silitonga, Minggu (30/4/2017).
Polisi yang mendapat informasi para kaum homo menggelar pesta seks di salah satu hotel langsung bergerak cepat melakukan penggerebekan. Ke-14 orang itu sudah berada di dua kamar saat polisi tiba di hotel. Shinto menuturkan, sebanyak 11 orang berada di kamar 314 dan tiga orang di kamar 303. Setelah dilakukan pengintaian secara visual, ada beberapa orang yang tidak mengenakan pakaian. Mereka semua adalah laki-laki.
Saat dilakukan penggerebekan, kata Shinto, lima di antara 14 orang tersebut berda di satu ruangan dan kedapatan sedang menonton video porno khusus kaum gay.Sedangkan delapan orang lainnya melakukan pesta seks sesama jenis.
(http://regional.kompas.com/read/2017/05/01/07525121/14.gay.yang.pesta.seks.di.surabaya.masing-masing.bayar.hingga.rp.100.000)
Homoseksual Bukan Faktor Keturunan
Kaum gay dan pelaku seks sejenis di negeri ini saat ini sudah mulai berani unjuk diri. Beberapa kali mereka muncul di layar kaca menyuarakan hak mereka, atau mengadakan pertemuan-pertemuan tingkat nasional.
Untuk mengukuhkan eksistensi dan mendapat perlindungan hukum, kalangan homoseksual seperti waria juga beberapa kali mengikuti seleksi anggota Komnas HAM. Di antara cita-cita mereka adalah menginginkan pernikahan sejenis juga diakui secara hukum.
Kaum gay kadang berdalih homoseksual terjadi karena faktor genetis atau yang disebut “born gay“. Teori itu dilontarkan oleh Magnus Hirscheld berasal dari Jerman pada 1899. Menurutnya homoseksual adalah bawaan sehingga dia menyerukan persamaan hukum untuk kaum homoseksual.
Pada 1993, Dean Hamer, seorang gay, meneliti 40 pasang kakak beradik homoseksual. Dia mengklaim bahwa satu atau beberapa gen yang diturunkan oleh ibu dan terletak di kromosom Xq28 sangat berpengaruh pada orang yang menunjukkan sifat homoseksual. Namun sampai 6 tahun kemudian, gen pembawa sifat homoseksual itu tak juga ketemu. Maka Dean Hamer pun mengakui bahwa risetnya itu tak mendukung bahwa gen adalah faktor penentu homoseksualitas.
Teori ini kian runtuh ketika pada 1999 Prof George Rice dari Universitas Western Ontario, Kanada, mengadaptasi riset Hamer dengan jumlah responden yang lebih besar. Rice menyatakan, hasil penelitian terbaru tak mendukung adanya kaitan gen X yang dikatakan mendasari homoseksualitas pria.
Menyadari tak punya pijakan ilmiah, kalangan gay lalu mencari pembenaran dengan alasan yang mengada-ada, yakni “terperangkap pada tubuh yang salah”. Maksudnya, mereka berjiwa feminin tapi berada pada tubuh seorang lelaki. Tentu saja alasan ini tidak berdasar dan hanya khayalan kosong.
Buah Demokrasi Liberal
Satu-satunyaalasan yang bisamenjadi legitimasi pengesahan aktifitas kaum gay ini adalah demokrasi dan HAM. Dengan prinsip kebebasan berkeinginan (freedom for want) seperti yang dicanangkan Franklin Delano Roosevelt, ekspresi seksual setiap orang menjadi diakui, termasuk aneka penyimpangan seksual seperti gay dan lesbian, sadomachocisme, orgy, swinger (bergonta-ganti pasangan), dsb.
Beberapa negara barat mengakui eksistens gay. Di AS, pada masa Presiden Barack Obama mencabut peraturan yang melarang gay menjadi anggota pasukan militer AS, yang sebelumnya dilarang.
Pada bulan Desember tahun 2010, Obama juga memerintahkan kepada semua instansi, lembaga Pemerintah Amerika di luar negeri memberikan diplomasi, bantuan, dan perlindungan terhadap hak-hak Warga Negara Amerika, yang berasal dari kaum gay, lesbian, biseksual dan waria. (tribunnews.com, 7/12/2011).
Sebagian negara melegalkan hubungan bahkan pernikahan sesama jenis. Islandia pada tahun 2010 mulai melegalkan pernikahan sesama jenis. Pemberlakuannya diawali oleh Perdana Menterinya, Johanna Sigurdardottir, yang resmi menikahi Jonina Leosdottir pasangan lesbinya.
Kalangan gay tidak hanya menuntut pengakuan secara politik dan sosial atas eksistensi mereka, tapi juga secara agama. Di kalangan umat Kristiani persoalan gay dan lesbian disikapi berbeda. Sejumlah gereja di beberapa negara telah membuka pintu bagi pernikahan sejenis, seperti di Jerman dan Belanda. Pada tahun 2003, Gereja Anglikan melantik Gene Robinson yang gay menjadi uskup di Keuskupan New Hampshire, AS.
Di Indonesia, keberadaan kaum gay di sokong kalangan liberal. Beberapa tahun silam seorang profesor liberal dari sebuah kampus Islam menyatakan bahwa homoseksual tidak dilarang dalam Islam. Bahkan sebuah buku yang menyatakan kebolehan pernikahan sejenis juga diterbitkan. Mereka menyatakan bahwa tidak ada satu pun ayat al-Quran yang mengharamkan homoseksual.
Solusi Islam
Islam menjelaskan bahwa hikmah penciptaaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah untuk kelestarian jenis manusia dengan segala martabat kemanusiaannya (QS. an-Nisa [4]: 1). Perilaku seks yang menyimpang seperti homoseksual, lesbianisme dan seks diluar pernikahan bertabrakan dengan tujuan itu. Islam dengan tegas melarang semua perilaku seks yang menyimpang dari syariah itu.
Islam mencegah dan menjauhkan semua itu dari masyarakat. Sejak dini, Islam memerintahkan agar anak dididik memahami jenis kelaminnya beserta hukum-hukum yang terkait. Islam juga memerintahkan agar anak pada usia 7 atau 10 tahun dipisahkan tempat tidurnya sehingga tidak bercampur.
Islam juga memerintahkan agar anak diperlakukan dan dididik dengan memperhatikan jenis kelaminnya. Sejak dini anak juga harus dididik menjauhi perilaku berbeda dengan jenis kelaminnya. Islam melarang laki-laki bergaya atau menyerupai perempuan, dan perempuan bergaya atau menyerupai laki-laki.
« لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخَنَّثِينَ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنْ النِّسَاءِ »
Nabi saw. melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki (HR. al-Bukhari).
Nabi saw. juga memerintahkan kaum muslim agar mengeluarkan kaum waria dari rumah-rumah mereka. Dalam riwayat Abu Daud diceritakan bahwa Beliau saw. pernah memerintahkan para sahabat mengusir seorang waria dan mengasingkannya ke Baqi’.
Dengan semua itu, Islam menghilangkan faktor lingkungan yang bisa menyebabkan homoseksual. Islam memandang homoseksual sebagai perbuatan yang sangat keji. Perilaku itu bahkan lebih buruk dari perilaku binatang sekalipun. Di dalam dunia binatang tidak dikenal adanya pasangan sesama jenis.
Islam memandang homoseksual sebagai tindak kejahatan besar. Pelakunya akan dijatuhi sanksi yang berat. Nabi saw. bersabda:
« مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ »
Siapa saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum Nabi Luth as. maka bunuhlah pelaku dan pasangan (kencannya). (HR. Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah).
Dengan sanksi itu, orang tidak akan berani berperilaku homoseksual. Masyarakat pun bisa diselamatkan dari segala dampak buruknya.
Wahai kaum muslim!
Jelaslah dengan semua itu, Islam akan bisa mencegah dan menjauhkan homoseksual dan perilaku seks menyimpang dari masyarakat. Masyarakat akan selamat dari segala dampak buruknya. Semua itu tidak bisa diwujudkan di bawah sistem kapitalisme demokrasi yang saat ini diterapkan.
Kapitalisme demokrasi itu harus kita campakkan. Harapan kita untuk agar masyarakat terbebas dari homoseksual dan perilaku menyimpang lainnya dengan segala dampaknya, harus kita wujudkan dengan melipatgandakan upaya dan perjuangan demi diterapkannya Syariah Islam secara utuh dan menyeluruh dalam bingkai Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Catatan Kaki :
2) tribunnews.com, 7/12/2011
3) Al-Islam, edisi 595, 24 Februari 2012