Sahabat VOA-Islam...
Islam pada abad ke-21 memiliki kuantitas yang luar biasa. Angka pemeluknya mencapai 1,5 milyar dari seluruh penduduk bumi. Sebagai contoh Indonesia merupakan negara mayoritas penduduknya Muslim. Hal yang patut disyukuri, agama ini telah meluas ke tanah air tercinta. Jika kita buka lembaran sejarah Nabi Muhammad SAW ketika beliau menyebarkan Islam, dimulai dari tanah Arab yang gersang dan jauh dari peradaban.
Hampir tidak mungkin dapat menembus tanah air seperti sekarang. Bahkan dahulu, Islam pernah menjadi negara adidaya di dunia selama 13 abad. Ini disebabkan buah kesabaran Rasulullah Muhammad SAW dan para Sahabat dalam mengemban risalah agung ini. Namun, kuantitas yang tinggi tidak serta merta membuat umat Islam bangkit.
Islam dan Keberagaman
Buktinya Islam hari ini sudah terkotak – kotak menjadi banyak jenis seperti Islam moderat, Islam liberal, dan Islam radikal. Bahkan penghapusan simbol – simbol Islam semakin marak terjadi, seperti alergi kalimat tauhid karena anggapan indikasi teroris, jilbab sebagai budaya arab, dan sebagainya. Tidak hanya itu, umat Islam pun tercerai – berai dan mudah diadu domba oleh pihak yang sangat nyata memusuhi Islam.
Kemiskinan bagaikan asupan wajib bagi masyarakat, terutama umat Islam. Pergaulan bebas semakin menunjukkan taringnya. Penista agama mulai tersebar dimana – mana, termasuk media sosial, seperti penyakit kanker ganas yang menggerogoti tubuh. Hal ini yang menimbulkan perpecahan dimana – mana. Keadaan ini semakin menunjukkan buruknya kualitas Umat Islam dan masyarakat pada umumnya. Prihatin. Satu kata yang cocok melihat kondisi saat ini.
Ada pihak yang turut ‘prihatin’ juga terhadap kondisi umat Islam, khususnya di Indonesia. Sehingga, mereka menawarkan obat ampuh yang mujarab yaitu Islam moderat. Islam moderat adalah Islam jalan tengah, artinya menggunakan aturan – aturan agama yang cocok dengan selera zaman dan menggunakan aturan agama seperlunya saja, tidak secara kaffah. Harapannya kemoderatan mampu membendung perpecahan antar umat manusia melalui ide pluralisme yaitu semua agama benar.
Seorang muslim dianjurkan mengambil Islam moderat sebagai jalan hidupnya, sehingga munculah perdamaian dan kebhinekaan. Kebhinekaan merupakan efek dari kemoderatan, akhirnya tidak muncul kotak – kotak dalam masyarakat. Berpegang teguh pada keyakinan agamanya dituding sebagai anti kebhinekaan. Namun, ada pertanyaan yang harus dijawab. Benarkah Islam moderat mampu mengatasi berbagai masalah pelik yang menimpa masyarakat?
Sebenarnya, ide kemoderatan mengusung agenda pluralisme yang beranggapan semua agama benar. Padahal, itu adalah upaya pemaksaan agar umat Islam lepas dari berpegang teguh terhadap agamanya sehingga bukan halal haram yang menjadi rujukan dalam beramal. Hal ini mengakibatkan umat Islam menolak hukum – hukum Islam yang mengatur kehidupan, termasuk kehidupan publik seperti berekonomi dan berpolitik.
Banyak dari umat Islam yang beranggapan di dalam Islam tidak ada politik, politik & agama harus dipisah, dan sebagainya. Umat Islam juga tidak lagi bangga terhadap agamanya, lebih membebek terhadap budaya barat, labil berpolitik sehingga mudah sekali menjadi umpan adu domba orang kafir dalam politik belah bambu mereka. Akibatnya sesama organisasi Islam bertengkar.
Padahal, kebhinekaan atau kemajemukan punya tempat khusus dalam syari’at Islam. Islam mengakui keberagaman manusia baik secara suku, bangsa, bahasa, kedudukan sosial bahkan akidah (ada di Q.S Al Hujurat : 13). Inilah kesempurnaan Islam sebuah agama dan aturan hidup / ideologi. Kemajemukan / pluralitas merupakan fakta hakiki manusia yang sejatinya heterogen.
Pluralitas dan pluralisme adalah dua hal yang berbeda. Sehingga, umat Islam menjalani agama sebagaimana mestinya dari Al Qur’an dan As Sunnah, berpegang teguh pada keduanya. Tidak perlu latah mengikuti kemoderatan yang sebenarnya itu paham yang sengaja disusupkan pendengki Islam agar umat melepas identitas Islam yang sesungguhnya. Islam hanya punya satu kotak saja. [syahid/voa-islam.com]
Penulis: Eka Putri Rodliyani, S.Si