View Full Version
Senin, 29 May 2017

Khilafah: Ajaran Islam yang Dibenturkan dengan Pancasila

Oleh: Eka Rahmi Maulidiyah

(Mahasiswi Sastra Inggris, Universitas Airlangga)

Akhir-akhir ini ramai sekali pembahasan mengenai pembubaran HTI. Hal tersebut berawal dari pernyataan Wiranto, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, yang mengatakan sejumlah alasan pemerintah untuk membubarkan HTI. Salah satu alasannya adalah karena HTI bertentangan dengan Pancasila.

Karakter seorang intelektual adalah melakukan pendetilan atas segala hal. Demikian pula dalam hal ini, patut kiranya para intelektual mendetili pernyataan dari Menkopolhukam tersebut. Ide yang bertentangan dengan Pancasila, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang adalah ide-ide atheisme, komunisme dan marxisme-leninisme. Bertentangan dengan Pancasila, setidaknya harus memiliki satu di antara beberapa ide tersebut.

 

Khilafah Bertentangan dengan Pancasila?

Hizbut Tahrir Indonesia yang kerap menyeru syariah dan Khilafah jelas tidak bisa dimasukkan sebagai bagian dari ormas yang menyerukan ide-ide yang bertentangan dengan Pancasila. Karena sesungguhnya syariah dan Khilafah adalah ajaran Islam, salah satu agama resmi negara serta diyakini oleh mayoritas warga negara Indonesia. Khilafah adalah kepemimpinan untuk seluruh umat Islam di dunia. Khilafah wajib ditegakkan oleh setiap muslim.

Bahkan, para sahabat besar seperti Abu bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib menunda pemakaman Rasulullah SAW yang mulia karena memahami wajibnya mengangkat khalifah sebagai kepala negara yang akan menggantikan Rasulullah SAW.

«كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُم الأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ»

Dulu Bani Israel dipimpin dan diurus oleh para nabi. Jika para nabi itu telah wafat, mereka digantikan oleh nabi yang baru. Sungguh setelah aku tidak ada lagi seorang nabi, tetapi akan ada para khalifah yang banyak (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dari hadits di atas sangat jelas bahwa khilafah adalah sistem pemerintahan yang diwariskan oleh Rasulullah SAW untuk mengurusi urusan umat. Imam al-Mawardi mengatakan, “Imamah (Khilafah) itu ditetapkan sebagai khilafah (penggganti) kenabian dalam pemeliharaan agama dan pengaturan dunia dengan agama.” (Al-Mawardi, Al-Ahkâm ash-Shulthâniyah, hlm. 5).

Bahkan, di dalam hadits lain dinyatakan bahwa matinya seseorang yang tidak berbaiat kepada Khalifah, maka matinya adalah jahiliyah. Sebab, orang tersebut tidak mau dipimpin dengan kepemimpinan Islam yang menggunakan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Diriwayatkan dari Nafi’, ia berkata

“Abdullah bin Umar telah berkata kepadaku: “Aku mendengar Rasulullah SAW pernah bersabda:

مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةً لَهُ وَ مَنْ مَاتَ وَ لَيْسَ فِيْ عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً

Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan, ia akan menjumpai Allah pada hari kiamat kelak tanpa memiliki hujah, dan siapa saja yang mati sedang di pundaknya tidak terdapat baiat, maka ia mati seperti kematian jahiliyah (HR. Muslim). Khilafah juga memastikan terlaksananya hukum-hukum sanksi dalam Islam.

Hukuman potong tangan bagi pencuri, hukuman rajam bagi pezina yang sudah menikah, dan hukuman saksi lainnya yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah hanya dapat terlaksana dengan adanya seorang khalifah.

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

( سورة المائدة : 38)

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. Al-Maidah : 38).

Allah Subhanahu wa Ta’alal berfirman

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مَائَةَ جَلْدَةٍ وَلاَتَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman [An Nur : 2].

Sebagai hamba Allah SWT, merupakan suatu kewajiban untuk mentaati perintahnya dan menjauhi larangan-Nya. Hal tersebut hanya akan bisa terlaksana dengan adanya sistem Khilafah yang akan menerapkan seluruh aturan Islam. Allah Swt telah berfirman menyeru Rasul saw :

فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ

Putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. (QS. al-Maidah [5]: 48)

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ

Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.(QS. al-Maidah [5]: 49).

Khilafah adalah jaminan penerapan syariat kaffah. Sementara demokrasi justru menghalangi kaum muslimin dalam melaksanakan semua perintah Allah SWT dan meninggalkan larangan-Nya. Sebagai seorang muslim, patutkah berpandangan negatif dan curiga terhadap ajaran Islam yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW? [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version