View Full Version
Senin, 12 Jun 2017

Toleransi Tanpa Batas

Oleh: Ekky Marita, S.Pd (Pengajar Bimbingan Belajar)

Indonesia dihadapkan dengan isu sara yang menjangkit di tengah – tengah umat. Upaya toleransi diambil melalui cara pluralisme. Dengan mengakui semua Tuhan pada masing – masing agama adalah sama.

Beberapa hari yang lalu heboh materi pelajaran Bimbingan Konseling untuk SMP – MTS yang disusun oleh Drs. Slamet Riyadi, dkk. yang diterbitkan oleh Paramitha Publishing Ngaglik Sleman Yogyakarta. Dimana pada buku tersebut terdapat tulisan penggantian kata ALLAH menjadi TUHAN. Dalam bacaan tasbih menjadi “Subhana TUHAN”.

Ini merupakan contoh toleran yang kebablasan. Terlebih jika toleransi yang salah ini diajarkan pada bibit generasi muda, maka jangan salahkan mereka ketika mereka dewasa nanti menjadi sosok yang kehilangan jati diri sebagai umat islam. Toleransi dalam islam memiliki batasan syariat. Toleransi bermakna menghargai dan menghormati agama serta keyakinan orang lain.

Tidak mengganggu ibadah umat agama lain, tidak meniru, mengikuti bahkan menyerupai agama lain. “…. Bagiku amalku dan bagi kamu amalmu. Kamu berlepas diri dari apa yang aku amalkan dan aku (pun) berlepas diri dari apa yang kamu amalkan”. (QS. Yunus : 41).

Islam sangat tegas membahas masalah toleransi ini. Toleransi tanpa batas dapat membahayakan aqidah umat. Islam mengakui keberadaan keberagaman suku, ras, dan agama selain islam (pluralitas) tetapi islam tidak mengakui pluralisme (menganggap semua TUHAN pada masing – masing agama adalah sama).

Dalam system sekuler liberal, pluralisme dianggap sebagai solusi untuk mengatasi konflik antar agama. Dan sejatinya cara ini digunakan pula oleh penjajah untuk menghambat kebangkitan umat islam sehingga tidak akan akan mengambil syariahnya sebagai solusi permasalahan hidup mereka.

Umat islam akan semakin lunak dan menerima ide – ide kufur yang mereka sodorkan atas nama toleransi dan kebebasan. Jika toleransi seperti ini terus dihembuskan, maa aqidah umat pun akan rapuh. Jika pondasi umat islam sudah rapuh, maka umat islam akan kehilangan identitasnya.

Tak hanya aqidah, cara toleransi tanpa batas seperti ini akan menghambat laju dakwah. Yang mana umat islam wajib mendakwahkan islam sebagai rahmat lil alamin, beramar ma’ruf nahi munkar. Jika kewajiban ini tidak terpenuhi, maka umat akan semakin jauh dari kebangkitannya. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version