Sahabat VOA-Islam...
Jumat, 9 Juni 2017 Polda Jawa Timur menangkap salah seorang santri pondok pesantren di Pasuruan. Burhanudin diamankan, karena menghina Presiden Jokowi, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian serta pejabat polisi lainnya, dengan gambar yang tidak sepantasnya diunggah di akun facebook-nya.
"Tersangka diamankan karena diduga menyebarkan kebencian terhadap pejabat negara Indonesia dan beberapa pejabat di Kepolisian Republik Indonesia," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Timur Kombes Pol Frans Barung Mangera,.
Burhanudin mengunggah meme atau gambar yangberisikan tulisan-tulisan bernada menghina, dalam beberapa waktu terakhir ini di akun facebooknya, 'Elluek Ngangenie'.
Meme dan gambar tersebut diantaranya, 'Presiden Jokowi yang sedang berada diantara tumpukan ban dan digambarkan seolah sedang menambal ban dalam'.
Juga gambar Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan Kabid Humas Polda Metro Jaya yang dinilai sebagai pengupload chat fitnah mesum Habib Rizieq syihab. Serta gambar dan meme lainnya.
Kemudian, tim Cyber Crime, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim menelusuri akun facebook tersebut. Kemudian, pada Kamis (8/6/2017) kemarin Burhanudin ditangkap di Pasuruan. Saat ini, tersangka masih ditahan dan menjalani pemeriksaan.
"Tersangka dijerat dengan pelanggaran ITE dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara," ujarnya sambil menambahkan, tidak menutup kemungkinan, ada pihak-pihak lain yang menyebarkan meme dan gambar yang dinilai menghina pejabat negara.
"Saat ini tersangka diamankan dan ditahan di Ditreskrimsus, serta diperiksa lebih lanjut," jelasnya.
Barung berharap, agarmasyarakat berhat-hati mengunggah gambar-gambar yang bernada menghina, menghujat pejabat negara.
"Penindakan hukum ini dilakukan sekaligus pembelajaran bagi masyarakat, agar menerapkan etika dalam bermedia sosial. Karena, apa yang disebarkan ini di lihat banyak orang," tandasnya.
Meluapkan kekesalan terhadap pemerintah dan kepolisian, yang tidak sigap dalam mencari kebenaran.Permasalahan yang membawa nama salah satu ulama, ini bukti ketidak adilan hukum dalam negeri ini. Hal ini terjadi karena kedzoliman pemerintah dalam menyudutkan kaum mayoritas yaitu umat islam, kriminalisasi ulama yang membuat masyarakat atau bahkan santri menjadi terang terangan meluapkan kekesalannya.
Hukum menjadi alat kekuasaan
Sulit untuk menghindari kesimpulan publik yang menilai proses hukum saat ini bukan lagi murni untuk menegakkan hukum dan keadilan.Akan tetapi, hukum telah jatuh dari fungsinya menjadi alat otoriter penguasa.
Jika kondisi ini berlanjut, bukan mustahil akan tercipta suasana chaos, benturan kepentingan masyarakat yang tidak dapat diselesaikan secara hukum. Benar-benar terjadi keadaan homo Homini lupus, dimana manusia menjadi serigala bagi manusia yang lain. Tidak ada lagi pertimbangan benar salah, yang terjadi adu kuat, adu jotos, adu kekuasaan. Hukum hanya dijadikan sarana untuk merealisir tujuan politik dan menang dalam pertarungan.
Dalam kondisi seperti ini, punggawa-punggawa hukum, para advokat pejuang hukum, para aktivis hukum penegak keadilan, perlu berpadu menyatukan gerak untuk menyelamatkan negara, mengembalikan tata kelola negara kembali ke relnya- hukum.
Kekuasaan harus direduksi dari penyalahgunaan, wewenang harus dikontrol, dijalankan berdasarkan hukum, konstitusi harus ditegakkan dan tindakan penyelamatan negara ini. Menurut hemat penulis, sudah harus dilakukan dengan segera dan serta merta.
Lantas, akan seperti apakah kita dikenang? Akan tercatat sejarah apakah nama kita? Akan berbangga-kah anak cucu dan keturunan kita dengan sejarah yang kita ukir?
Kiriman Eka Seftiana Nur Zhakiah, Mahasiswi