View Full Version
Rabu, 09 Aug 2017

Negeri Minus Keadilan

SURAT PEMBACA:

Muhammad Al-Zahra Zoya (30 thn), pria tukang service spesialis soundsystem dan amplifier, tewas dalam tragedi amat biadab. Usai shalat asar di mushalla, dalam perjalanan pulang ke rumah ia ditangkap karena dituduh mencuri ampli mushalla tempat ia shalat.

Tanpa pembuktian dan pengadilan, ia dianiaya secara biadab, dikepruk, ditelanjangi, diseret, disiram bensin dan dibakar hidup-hidup hingga tewas. Siapa yang bertanggungjawab atas semua ini? Masyarakat kah?? Masyarakat yang mana? Bagaimana dengan aparat? Aparat pun hanya bisa mengantarkan jenazahnya..

Sungguh ironis di negeri yang katanya berperikemanusiaan dan berkeadilan. Namun fakta itu pun telah menunjukkan bahwa keadilan tidak ditegakkan di negeri ini.

Hal ini tak heran jika keadilan itu sangat minus di masyarakat negeri ini. Kita lihat saja dari tindakan penguasa saat ini, tanpa ada pembuktian yang jelas langsung membubarkan sebuah ormas. HTI dibubarkan tanpa melalui pengadilan yang seharusnya merupakan hak dari sebuah ormas yang berbadan hukum.

Sebelum ada SK pembubaran, orang-orang mantan HTI dipersekusi dari aktivitasnya. Penguasa saat ini bertindak represif dan otoriter. Tak heran jika masyarakatnya pun main tindak pidana, main hakim sendiri terhadap Zoya. Itulah gambaran negeri ini, yang minus keadilan.

Jika kita melihat keadilan dalam Islam, salah satu contohnya ketika di masa Khulafaur Rasyidin. Saat itu baju besi Ali bin Abi Thalib dicuri oleh seorang pedagang Yahudi. Ali adalah seorang Khalifah atau Kepala Negara saat itu. Baik Ali ataupun orang Yahudi tersebut mengklaim bahwa itu adalah baju besi miliknya.

Konon katanya baju besi Ali tidak ada duanya dan semua orang tahu bahwa yang punya baju besi seperti itu hanyalah Ali Sang Khalifah di negara itu. Namun orang Yahudi mengatakan bahwa baju besi tersebut adalah miliknya dan buktinya saat itu berada di tangannya, sehingga itu adalah miliknya. Akhirnya kasus tersebut masuk ke sidang pengadilan.

Kala itu posisi hakim di jabat oleh Syuraih bin Al-Harits Al-Kindi, yang tak lain dan tak bukan merupakan sahabat dan bawahan Ali. Secara hitungan kertas tentu saja Ali lah yang akan menang. Siapa pula yang berani menyalahkan Khalifah? Lawannya seorang Yahudi pula. Namun apa yang terjadi?

Saat itu saksi dari pihak Ali tidak memenuhi syarat pengadilan, sehingga Ali kalah dalam persidangan dan sang Yahudi menang. Begitulah keadilan dalam Islam, padahal sejatinya baju besi itu adalah milik Ali Sang Kepala Negara dan akhirnya sang Yahudi pun mengakui kalau baju besi tersebut adalah milik Ali.

Dengan keagungan pengadilan Islam saat itu, akhirnya sang Yahudi pun masuk Islam. Itulah keadilan dalam Islam. Lantas bagaimana dengan keadilan di negeri ini?? Wallaahu a'lam bish shawaab. 

Kiriman Asti Marlanti, S.Pt. Ibu Rumah Tangga


latestnews

View Full Version