View Full Version
Sabtu, 26 Aug 2017

Kezoliman Negara dalam Kasus Impor

Sahabat VOA-Islam...

Sekretaris Perusahaan PT Garam, Hartono, mengatakan saat ini tercatat sudah ada 52.500 ton garam impor yang masuk dari total kuota impor yang diberikan untuk kebutuhan bahan baku garam konsumsi. 

"Hari Sabtu jam 3 dini hari datang lagi garam sebanyak 27.500 ton lewat Tanjung Perak (Surabaya). Jadi kalau tanggal 10 (Agustus) lalu sudah masuk 25.000 ton. Jadi totalnya sekarang yang masuk 52.500 ton," kata Hartono kepada detikFinance, Minggu (13/8/2017)

Kebijakan impor garampun dilakukan tanpa memperhatikan nasib petani garam lokal. Pemerintah melakukan Impor garam saat sebagian besar petani memasuki masa panen. Sudah dapat dipastikan harga garam akan anjlok. Tentunya Perusahaan garam akan lebih tertarik memilih garam impor daripada garam dari petani lokal karena harganya lebih murah. Akibatnya petani pun yang dirugikan. Atas kebijakkan ini, para petani garam diberbagai daerah pun menolak kebijakan pemerintah ini.

Indonesia dengan garis pantainya yang panjang, memiliki potensi yang cukup besar dalam memproduksi garam. Namun, dengan alasan kelangkaan garam yang itu terjadi di akhir tahun 2016. Pemerintah membuka kran impor dari luar pada saat ini dimana para petani garam akan memasuki masa panen. Sungguh ini kebijakan yang perlu dikoreksi.

Ini menjadi bukti bahwa pemerintah tidak serius dalam mengurusi rakyatnya. Gara-gara pemerintah yang lambat mengeluarkan kebijakan, ujung-ujungnya malah menguntungkan perusahaan asing. Rakyat lagi yang jadi korbannya.  

Berbeda dengan aturan Islam dalam hal mengurusi rakyatnya. Dimana penguasa diamanahkan oleh Allah sebagai roo’in atau pengurus, yang akan dimintai pertanggung jawabannya terhadap apa yang ia urusi(rakyatnya). Garam termasuk salah satu kebutuhan mendasar bagi rakyat. Memenuhi kebutuhan pokok adalah kewajiban negara.

Maka, memudahkan rakyat mendapatkannya pun menjadi suatu keharusan. Dalam kasus garam ini, penguasa islam akan mengambil tindakan cepat ketika kelangkaan terjadi. Bahkan dari jauh-jauh hari akan memprediksi kapan kira-kira produksi garam bisa menipis. Kemudian mengambil langkah untuk mengantisipasinya.

Kalaupun harus impor, tidak sampai mengakibatkan ketergantungan. Yaitu dengan jumlah yang terbatas dan waktu yang dibatasi pula. Semua itu dilakukan penguasa semata-mata karena ketaatannya kepada Allah dan itu hanya akan berjalan ketika menerapkan islam kaffah. Wallahu’alam bi showwab. [syahid/voa-islam.com]

Kiriman Ummu Auliya, Bandung


latestnews

View Full Version