Oleh: Annisa Sri Wahyuni (Ibu Rumah Tangga)
Akhir- akhir ini publik dihebohkan seputar isu "penyelundupan" 5.000 semjata yang dilontarkan oleh Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo,begitu juga dengan seputar nonton bareng (nobar) film G30S /PKI.
Pada dua isu tersebut banyak pengamat maupun pengiat dunia maya hanya terfokus pada Jendral Gatot.Bagi kalangan yang setuju dan mendukung Jendral Gatot mengelu-elukan bahkan mendorongnya untuk ikut berkompetisi pada pilpres 2019 berkompetisi dengan Jokowi.
Pada acara HUT ke- 72 (kamis 5/10) Joko Widodo mengatakan bahwa TNI adalah lembaga yang selalu menjaga netralitas politik di Era Demokrasi sekarang ini".Presiden Joko Widodo juga meminta agar Parajurit TNI tidak ikut dalam politik Praktis,karena TNI adalah milik negara dan seluruh lapisan masyarakat sehingga tidak boleh terkotak-kotak oleh politik sempit.(Link :
http://m.republika.co.id/
Dalam berpolitik sebenarnya bukan masalah netralitas tapi benar atau salah. Dalam sistem pemerintahan Demokrasi saat ini berpolitik itu untuk meraih kekuasaan semata dengan menghalalkan segala macam cara.
Dalam pandangan islam arti politik adalah mengurus urusan umat dengan menerapakan hukum islam baik dalam maupun luar negeri. Dan hal tersebut merupakan tugas setiap muslim sebagaimana yang disampaikan oleh Rosulullah SAW."
"Siapa saja yang bangun di pagi hari, sementara perhatiannya lebih banyak tertuju pada kepentingan dunia, maka ia tidak berurusan dengan Allah. Siapa saja yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslim maka ia tidak termasuk golongan mereka(kaum Muslim). (HR al Hakin dan al Khatib daru Hudzaifah ra.)
Dengan demikian dalam islam militer/TNI sebagai prajurit negara wajib tunduk dan patuh bukan kepada penguasa negara tapi penguasa Alam Semesta,yakni Allah SWT. [syahid/voa-islam.com]