View Full Version
Kamis, 19 Oct 2017

Ukhuwah Islamiyah untuk Muslim Rohingya

 
KEDZALIMAN yang nampak begitu jelas dipertunjukkan kaum mayoritas Myanmar kepada minoritas muslim di Rakhine, Myanmar. Muslim Rohingya mengalami berbagai kejahatan kemanusiaan yang tak terbayangkan hingga PBB pun menjulukinya sebagai etnis paling teraniaya. Selama bertahun-tahun, tepatnya sejak tahun 2012, muslim Rohingya telah menjadi kaum stateless karena kewarganegaraan dan hak-haknya tidak diakui.
 
Tidak hanya diabaikan dalam proses demokrasi karena dianggap minoritas, muslim Rohingya pun mengalami pengusiran dari tempat tinggalnya. Selama bertahun-tahun itu pula ribuan muslim Rohingya hidup terlunta-lunta tanpa kejelasan nasib. Lalu yang terbaru, sejak Agustus hingga hari ini, muslim Rohingya mengalami pengusiran dan pembersihan etnis yang sistematis. Rumah-rumah penduduk dibakar, para muslimah diperkosa, tak terhingga jiwa mulai dari kanak-kanak hingga usia senja yang dibunuh dengan sadis.  
 
Media-media internasional ikut serta memblow-up berita muslim Rohingya dari berbagai sisi. Tak ketinggalan, media Indonesia juga mengabarkan kepada masyarakat Indonesia bahwa Wahid Foundation mengajak masyarakat Indonesia agar tidak melihat konflik Rohingya sebagai konflik agama.
 
Anggota Komisi I DPR RI Andreas Hugo Pareira mengatakan “Kita harus menjaga dengan benar bahwa persoalan Rohingya jangan sampai menjadi titik pemicu persoalan di negeri kita. Jadi kita tidak menghendaki mengimpor masalah ini ke dalam negeri. Ini yang harus kita jaga."
 
Padahal, konflik Rohingya jelas merupakan konflik agama. Dengan kekuasaan biksu Ahsin Wirathu, pemerintah Myanmar yang keseluruhannya beragama Budha bekerjasama untuk mengusir Muslim Rohingya dari tanah kelahirannya sendiri. Muslim Rohingya sengaja tidak diberi kewarganegaraan walaupun sudah berada di Myanmar sejak abad ke-7 sehingga dengan mudah mereka diusir. Perkembangan Muslim Rohingya sangat cepat sehingga jumlah kaum Muslim Rohingya ditakutkan mengalahkan jumlah umat Budha.
 
Jumlah yang besar ditakutkan akan memiliki kekuatan untuk menguasai dan mendominasi Myanmar. Nampaknya, pengalihan opini yang dilontarkan oleh kaum sekuler dan liberal terjadi karena banyaknya umat Islam di berbagai dunia yang vocal dalam menyuarakan penghentian kekerasan terhadap muslim Rohingya.
 
Bahkan, sesunguhnya tidak perlu menjadi muslim untuk ikut prihatin terhadap tragedi kemanusiaan di Rakhine, cukup menjadi manusia maka pasti akan terketuk hatinya untuk melakukan pembelaan. Lebih-lebih bagi seorang muslim, hal itu merupakan sesuatu yang wajar bahkan harus terwujud karena mereka adalah saudara seakidah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir, Rasulullah SAW bersabda:
 
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى (رَوَاهُ مُسْلِمٌ).
 
Artinya: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam." (HR. Muslim)
 
Hadits tersebut menjadi pegangan kaum Muslim agar peka terhadap kondisi saudara muslim yang lain. Mulai dari seruan untuk menyuarakan penghentian  kekerasan, bantuan dana, hingga menyeru kepada pemerintah untuk mengirim tentara agar konflik segera berakhir, itu semua harus dilakukan. 
 
Namun, hal tersebut belum cukup untuk menyelesaikan persoalan Muslim Rohingya. Segala kedzaliman yang menimpa umat ini, mulai dari Rohingnya, Suriah, Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya terjadi karena tidak adanya kesatuan di antara kaum muslimin. Namun di sisi lain, mulai terasakan semangat persatuan di tengah-tengah kaum muslimin.
 
Aksi-aksi pembelaan muslim Rohingya yang secara masif dilakukan oleh kaum muslimin di seluruh penjuru Indonesia menunjukkan bahwa ukhuwah Islamiyah itu masih ada. Demikian pula pembelaan kaum muslimin di berbagai belahan dunia yang lain. Berikutnya, harus diwujudkan kesatuan politik untuk mempersatukan persaudaraan aqidah itu menjadi satu kekuatan di bawah naungan khilafah yang akan membawa kaum muslim kembali pada kemuliaannya.*
 
Eka Rahmi Maulidiyah
Mahasiswi Sastra Inggris, Universitas Airlangga Surabaya

latestnews

View Full Version