View Full Version
Selasa, 24 Oct 2017

Impor Singkong di Negara Dagelan

Sahabat VOA-Islam...

Beberapa bulan lalu negara dagelan heboh dengan isu impor singkong.  Padahal negara dagelan ini merupakan Negara Agraris, dan karena secara geografis, negara dagelan masuk di wilayah Katulistiwa, maka tak ayal kalau tanahnya subur, ibarat kata orang tua dulu bilang  “tanam batu saja bisa tumbuh”.

Jadi jelas dengan ramainya berita impor singkong, membuat rakyat negara dagelan ini  bertanya-tanya. Dan memang hanya terjadi di negara dagelan, impor singkong padahal ada di lumbung singkong.  Impor singkong dilakukan ketika negara sedang mengalami surplus.

Menteri Pedagangan di negara dagelan ini mengungkapkan tata niaga impor singkong selama ini dibebaskan atau kasusnya sama seperti bawang putih, hingga impor singkong terjun bebas masuk ke negara dagelan. Di sisi lain harga singkong di negara dagelan justru dikendalikan oleh sekelompok group tertentu (kartel).

Selain impor dan over suplai, kata Ketua Asosiasi Petani Singkong Pati, Beni Nurhadi, mekanisme harga pasar, dan tidak adanya tata niaga yang member perlindungan terhadap Harga Pokok Pembelian (HPP) minimal, turut memperparah harga singkong anjlok.

Sektor hilir petanian singkong  dikendalikan tengkulak yang notabene kepanjangan tangan dari kartel singkong. “Bila pemerintah masih buka keran impor singkong adalah kebijakan yang tidak pro petani singkong,” tandasnya.

Berbicara tentang permainan harga oleh kartel, kartel-kartel (pangan) ini sangat memanfaatkan tidak seragamnya data kebutuhan pangan dari Badan Pusat Statistik, Kementrian Pertanian, dan Bulog. Data yang berbeda-beda dari tiga lembaga pemerintah pusat itu menyuburkan permainan lima kartel dalam memainkan harga kebutuhan pangan di Indonesia. Demikian ditegaskan pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy.

“Politik boleh berganti. Tapi pengusaha dan Bandar tidak berubah, maka pemerintah akan terus dikendalikan oleh Bandar ini. Jadi, selama 15 tahun reformasi ini negara dagelan tidak pernah mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan, serta target pertumbuhan ekonomi selalu gagal,” ungkap Noorsy.

Mengapa hukum rimba berlaku di negara dagelan ? Siapa yang kuat (secara modal) dialah yang kuat ? Ini semua tak lepas dari sistem yang diadopsi oleh negara dagelan yaitu Kapitalisme dengan Neo Liberalisme-nya dimana negara menghilangkan keberpihakannya terhadap rakyat, dan memperjelas status posisinya hanya sebagai regulator bagi rakyatnya.

Bagi sistem ini, impor adalah suatu keharusan  bagi negara untuk melayani kepentingan asing meski berakibat memutus mata pencaharian rakyatnya. Bukti satu lagi bahwa negara hanya sebagai regulator.

Islam memandang , kewajiban ri’ayatus syu’unil ummah negara pada semua aspek persoalan, mencakup masalah ketahanan pangan.

Dalam kebijakan impor, negara tidak akan melakukan impor produk yang bisa dihasilkan oleh petani (dalam hal ini singkong). Selain itu negara harus mendorong peningkatan produktivitas dengan memberikan berbagai fasilitas penunjang. Dengan demikian negara bisa menjaga mata pencaharian rakyatnya dan meningkatkan taraf ekonomi hidupnya.  Sekali lagi ini hanya terjadi di negara dagelan. [syahid/voa-islam.com]

Kiriman Denik Dwi W, S. Kom


latestnews

View Full Version