Oleh:
Khusnul Khotimah
INDONESIA adalah sebuah negara hukum, yakni semua rakyat memiliki kedudukan yang sama di mata hukum sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945. Dan itulah yang seharusnya menjadi landasan bagi para penegak hukum di negeri ini untuk menjalankan tugasnya sesuai aturan yang sudah ditetapkan, dan rakyat pun mempercayakan tugas ini kepada para penegak hukum.
Adapun kenyataannya, sekarang rakyat diperlihatkan pada sebuah kejadian yang menciderai nilai nilai hukum, dimana hukum tidak lagi diletakan pada posisi keadilannya dihadapan rakyat, tetapi lebih kepada kepentingan perorangan atau kelompok tertentu. Dan ketika ada slogan “ Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas” kira nya itu bukan sebuah cibiran yang lahir dari tingkat kesadaran manusia yang jeli, namun saat ini hal tersebut merupakan perasaan alami sebagaian besar masyarakat yang menyaksikan berbagai manufer sandiwara yang menghiasi berita di televisi.
Dapat disaksikan ada koruptor yang tersentuh hukum, ditangkap dan di adili kemudian akan berakhir dengan putusan bebas atau hukuman yang terbilang rendah, sama persis dengan kasus lainnya,seperti kasus besar yang merugikan dana negara yang tidak sedikit. Mirisnya sampai hari ini masih belum selesai dan entah sampai kapan akan berakhir kepada sebuah keputusan yang adil.
Padahal para koruptor itu menggunakan uang rakyat untuk kepentingan yang bukan untuk rakyat, melainkan untuk kepentingan pribadinya atau kelompoknya. Ini bukti bahwa hukum tumpul bagi mereka. Kelompok-kelompok tertentu yang jelas melakukan tindakan melanggar hukum ternyata tidak diperkarakan dan dibebaskan bahkan disambut dengan hormat dan mendapatkan pelayanan yang baik.
Di sisi lain, banyak ketidakadilan terjadi pada rakyat kecil, kasus pencurian yang nilainya tidak seberapa dibandingkan para koruptor berakhir dipengadilan dan dijatuhkan vonis hukum yang terlihat lebih berat, bahkan ada individu yang melaporkan sebuah pelanggaran hukum malah ditangkap, lalu ada individu yang menyebarkan berita kebenaran ditangkap dan diadili, ada yang baru diduga melakukan makar kemudian sudah ada perintah proses untuk ditangkap, bahkan para mahasiswa yang melakukan aksi damai mengkritik kinerja suatu badan eksekutif ditangkap dan mendapatkan perlakuan yang tidak baik. Seolah-olah siapa saja yang mencoba untuk menggangu sebuah kepentingan maka dia akan berhadapan dengan hukum.
Dengan adanya bukti nyata perlakuan hukum di negeri ini, tampaknya rakyat sudah mulai sadar bahwa mereka sedang dizalimi oleh hukum yang tidak memberikan keadilan. Seharusnya tidak pandang rakyat kecil atau para aparat negara, hukum harus ditegakkan dengan seadil-adilnya. Teringat akan sabda Rasulullah saw tentang hukum potong tangan yang merupakan bagian dari ajaran Islam. Hukum ini juga pernah diterapkan pada saat beliau menjabat sebagai kepala Negara di kota Madinah “Demi Allah yang jiwaku ada ditanganNya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya aku memotong tangannya.” (HR. Al-Bukhari dan muslim).
Ini membuktikan bagaimana seorang kepala negara menjalankan hukum dengan seadil-adilnya, yakni berdasarkan hukum syara. Sepatutnya ini menjadi teladan bagi para kepala negara masa kini supaya bisa menjalankan hukum dengan adil. Maka dibutuhkan adanya kerjasama antara individu masyarakat dan negara untuk menegakkan keadilan dengan seadil-adilnya tersebut. Semoga bisa segera terwujud keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam sebuah institusi yang menegakkan keadilan secara nyata.*