View Full Version
Selasa, 12 Dec 2017

Oposisi-Koalisi, Undang Konflik!

Oleh: Ainur Rosyidah, SM

Lawan selalu salah, kawan selalu benar. Mungkin itu analagi yang tepat untuk konsep partai koalisi-oposisi yang diadopsi sistem pemerintahan negeri ini. Konflik antar dua kubu pembela pemerintah dan kelompok tanding selalu mewarnai jagad perpolitikan bahkan hingga membuat gaduh.

Konsep partai koalisi-oposisi merupakan konsep pemerintahan parlementer yang diadopsi negeri ini yang notabene sedang menerapkan sistem presidensil meskipun kedua-duanya adalah jelmaan demokrasi. Sistem tersebut memandang konsep koalisi-oposisi untuk menciptakan check and balance agar negara tetap stabil dalam menjalankan pemerintahannya.

Dalam kenyataanya konsep partai koalisi-oposisi mendorong partai bersikap jauh dari objektif dan banyak menyebabkan konflik dalam negeri yang pasti akan mengganggu stabilitas nasional. Hal ini dikarenakan politik transaksional yang sangat kental dalam sistem demokrasi, No free luch.

Partai koalisi karena mempertahankan porsi kekuasannya dalam pemerintahan akan terus mendukung kebijakan pemerintah meskipun kebijakannya merugikan rakyat, memeras, bahkan berlawanan dengan kemanusiaan. Sedangkan partai oposisi akan keukeuh menjadi bagian pengkritik dan penghalang kebijakan pemerintah karena ia adalah “oposisi”.

Ketika kondisi dibalik maka yang terjadi juga akan keterbalikan, partai yang dulunya adalah oposisi dan selalu menentang kebijakan pemerintah, ketika ia menjadi koalisi maka ia berbalik menjadi corong kebijakan pemerintah. Seperti yang terjadi pada PDIP ketika menjadi oposisi sangat lantang tehadap penolakan kenaikan harga BBM, namun ketika menjadi partai penguasa apa yang terjadi? Seolah amnesia datang tiba-tiba.

Terjadinya konflik bukan berarti hanya karena adanya konsep koalisi-oposisi saja, namun lebih mendasar karena kesalahan aturan yang digunakan penguasa dalam mengatur negri ini. Kesalahan dalam mengelola SDA yang berbakat sekali menjual aset-aset negara. Kesalahan dalam hukum dan peradilan yang tidak meninggalkan efek jera dan kesalahan dalam tatanan masyarakat yang berpotensi merusak otak generasi dengan pornografi dan pornoaksi serta kesalahan-kesalahan pengaturan lainnya yang berefek pada huru hara negri akibat politik kepentingan dan memunculkan konflik koalisi-oposisi.

Faktor lain memunculkan konflik ini adalah karena dalam konsep pemerintahan demokrasi wajib melekatkan identitas kepartaian meskipun sudah menjadi bagian dari pemerintahan sehingga muncul istilah “presiden hanya petugas partai”. Karena identitas partai masih melekat maka kepentingan-kepentingan partai pun sangat melekat sehingga sangat besar kemungkinan kepentingan-kepentingan itu saling bertabrakan antara partai koalisi dengan partai oposisi.

Begitulah yang terjadi jika identitas partai tidak dilepas ketika menjabat sebagai bagian dari pemerintahan. Kepentingan partai yang sangat melekat dalam tubuh pemerintahan dipastikan akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang hanya akan menguntungkan segelintir orang, bukan lagi untuk memakmurkan rakyat. Maka dari itu, untuk menjaga keberlangsungan pemerintahan yang stabil maka penulis menyarankan:

Pertama, menjadikan Islam sebagai asas berfikir dalam menjalani kehidupan politik bernegara. Islam agama rahmatan lil alamin mendefinisikan politik sebagai pengurusan terhadap segala permasalahan umat. Islam sebagai ideologi memiliki pandangan dalam berbagai masalah karena cakupan syariat yang luas. Termasuk dalam hal ini adalah perpolitikan yang akan dibimbing dengan wahyu bukan akal manusia yang tak memiliki standar baku.

Islam memiliki bangunan konsep pemerintahan yang lengkap dan kokoh yang biasa disebut dengan Khilafah. Islam dengan khilafahnya akan selalu menggunakan refrensi pokok yaitu Al-Quran,As-Sunnah, Ijma’ sahabat, dan Qiyas dalam memandang persoalan dan penyelesaian masalah sehingga membentuk kesatuan pandangan dan akan dipilih pendapat yang bisa menyatukan oleh Kholifah. Kholifah (pemimpin negara dalam Islam) bukanlah jabatan yang spesial, ia adalah pelayan umat dengan koridor Islam. Dengan pandangan politik demikian maka akan menjauhkan pemerintah dari politik transaskisonal, perebutan kekuasaan dan perusakan tatanan pemerintahan.

Kedua, agar pemerintahan Islam tetap berada pada koridor syara’ maka fungsi dakwah rakyat kepada penguasa harus tetap terjaga. Ini bukan berarti rakyat menjadi oposisi bagi penguasa namun rakyat sebagai pendukung penguasa yang sedang menjalankan hukum syara’ sekaligus menjalankan fungsi Muhasabbah lil hukmi (pengawasan terhadap penguasa) sebagaimana kewajiban amar ma’ruf nahi munkar pada kaum muslimin secara umum.

Sebagai unsur dari rakyat, partai atau kelompok masyarakat yang berasaskan islam diakui oleh penguasa yang fungsinya dalam dakwah pun sama yaitu muhasbbah lil hukmi sebagai bentuk upaya amar ma’ruf nahi munkar untuk menjaga agar pemerintah tidak keluar dari kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan hukum syara’(Ali Imron:104).

Hal ini karena pemerintahan Islam alias Khilafah adalah sistem yang datangnya dari Allah, dijalankan oleh manusia yang sangat berpotensi melakukan kesalahan sehingga perlu mekanisme pengawasan agar syariat tegak secara sempurna tak tercederai. Mekanismenya itupun telah disediakan oleh syara’.

Kendatipun dalam pemerintahan Islam diperbolehkan adanya partai politik, kedua pihak baik penguasa maupun partai politik tidak boleh ada tendensi,subjektifitas yang menjauhkan dari objektifitas. Meskipun partai politik bisa menjadi batu loncatan untuk mengajukan calon yang mungkin bisa dipilih menjadi bagian dari pemerintahan namun ketika anggota partai politik telah menjabat sebagi bagian dari penguasa maka hubungan dengan partai harus terputus. Identitas kepartaian sudah tidak boleh lagi masuk ke dalam pemerintahan. Hal inilah yang akan meminimalisir adanya tendensius, subjektifitas dalam menilai kebijakan pemerintah.

Dengan beberapa rekomendasi tersebut semoga bisa mengangkat negri ini dari berbagai konflik yang terus merusak negri. Selanjutnya penulis berdoa semoga negri ini bisa segera bertransformasi menuju sistem Ideal yang dibuat oleh Pencipta yang tak hanya mengindarkan dari konflik koalisi dan oposisi, namun lebih dari itu negri ini akan mengundang kecintaan Allah yang pasti akan berdampak baik bagi kehidupan dunia dan akhirat kita. Aamin, Wallahu a’lam bishowab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version