Sahabat VOA-Islam...
Subhanaallah, luar biasa. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana yang terjadi di Monas 2 Desember 2017 yang lalu. Ribuan bahkan jutaan kaum muslim berkumpul dari berbagai lapisan masyarakat tanpa memperhatikan kelompok atau golongan. Ada yang datang dari Jakarta, luar jakarta bahkan luar pulau.
Ada yang berjalan kaki, naik sepeda ontel, naik motor, naik mobil, dan kereta api. Jarak yang jauh tidak menyurutkan langkah mereka. Biaya yang banyak di tengah kondisi ekonomi yang serba sulit, tidak mematahkan semangat mereka. Mereka tetap hadir dalam reuni akbar ini.
Desember setahun yang lalu, tepatnya 2 Desember 2016, ribuan orang turun ke jalan pusat kota Jakarta menggelar aksi demonstrasi yang mereka namakan Aksi Bela Islam 212. Saat itu mereka menuntut agar eks Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok segera diadili karena dianggap telah menistakan agama Islam lewat pidatonya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta, yang mengutip Alquran surat Al Maidah ayat 41.
Aksi yang digelar bertepatan dengan ajang Pilkada DKI Jakarta itu juga mengusung sikap menolak pemimpin kafir. Dua tuntutan yang digaungkan dalam Aksi 212 itu terpenuhi. Pasangan Ahok-Djarot kalah di Pilkada DKI, sementara dalam kasus penodaan agama Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Utara menetapkan vonis dua tahun penjara kepada Ahok.
Hal itu nyatanya tak menyudahi eksistensi para tokoh Aksi 212. Mereka tidak berhenti pada aksi 212 pada tahun 2016. Semangat umat Islam untuk menyamakan frekuensi menghadapi situasi terkini dimobilisasi tokoh-tokoh umat alumni 212. Meskipun banyak pihak menganggap reuni 212 akan sarat agenda politik (dukung-mendukung calon untuk politik 2019) dan juga ada yang mengatakan reuni ini hanya menghabiskan energi saja.
Seharusnya mereka yang berpendapat seperti itu sadar bahwa forum ini akan menjadi ajang memikirkan dan mencari solusi atas beragam persoalan yanag menimpa umat. Misal, kriminalisasi simbol Islam liwa rayah, pembubaran ormas islam, persekusi pengajian, hilangnya ukhuwah antar umat dan lain-lain.
Reuni ini bukan reuni biasa seperti reuni pada umumnya. Reuni ini dihadiri oleh para tokoh umat dari berbagai golongan. Akidah yang sama mendorong mereka untuk hadir. Akidah yang sama menjadi pengikat diantara mereka bukan ikatan darah atau yang lainnya. Karena sejatinya kaum muslimin itu bersaudara.
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌفَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Alloh, supaya kamu mendapat rahmat” (QS. Al Hujurot: 10).
Ikatan yang putus itu hendak dibangun lagi oleh kaum muslimin. Ikatan yang pernah putus karena nasionalisme mengakibatkan mereka terpecah belah, tampaknya hal itu bukan isapan jempol. Kaum muslimin mulai sadar bahwa sudah saatnya mereka bersatu. Tidak cukup perasaan islam saja yang di kedepankan tetapi pemikiran umat juga harus dibersihkan dari pemikiran-pemikiran di luar Islam. Karena kebangkitan itu sejatinya bersumber dari pemikiran. Pemikiran ini yang akan merubah pemahaman kemudian pemahaman akan mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Sebagaimana kisah Umar bin khattab. Dahulu beliau mempunyai pemikiran jahiliyah. Menganggap Muhammad adalah tukang sihir sehingga pemahamannya membenci Muhammad. Setiap dakwah Muhammad dihalangi. Berbeda ketika pemikiran berubah menjadi Islami. Dalam pemikirannya, Muhammad adalah utusan Allah SWT sehingga pemahamannya berubah dari benci menjadi cinta dan akhirnya mendukung dakwah yang dilakukan oleh Muhammad. Begitulah harusnya seorang muslim. Pemikiran Islamlah yang mendominasi mereka.
Oleh karena itu bersatunya kaum muslim bukanlah kemustahilan tapi suatu keniscayaan. Fakta itu bisa kita lihat pada reuni 212 kemaren. Yang lebih penting lagi, umat Islam butuh satu kepemimpinan yang bisa mengayomi dan melindungi dari pihak-pihak yang ingin memecah belah mereka sehingga kaum muslimin tidak seperti buih di lautan.
Pemimpin yang bisa menyelesaikan setiap permasalahan mereka. Pemimpin itu hanya kita temui dalam sistem pemerintahan Islam. Karena pemimpin tersebut mengurusi umat dilandasi dengan ruh (kesadaran hubungan dengan Allah SWT) sehingga dia tidak akan main-main atau menyepelekan urusan umat.
Maka sudah saatnya kaum muslimin merapatkan barisan. Meniadakan perbedaan yang bersifat furu'. Fokus untuk bersatunya umat Islam. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Isturia Pujiani, Komunitas Menulis Ideologis