Sahabat VOA-Islam...
Menatap jauh di sana, saudara/i kami di Palestina belum lepas dari penjajahan. Keji, brutal, merampas hak-hak mereka sebagai suatu bangsa, tak terperi.
Pernyataan Presiden Amerika, Donald Trump, beberapa hari lalu, nyatalah sebagai bentuk penjajahan itu masih terus bergulir, bahkan semakin tak berprikemanusiaan, tak hanya untuk mereka, tapi juga kami sebagai kaum muslimin. Bagaimana tidak, pernyataan sepihaknya tentang Yerusalem sebagai ibukota Israel, menghentak kesadaran kaum muslimin akan penjajahan ini. Betul tidak?
Sejarah mencatat bahwa Bani Israil yang awal mula mendiami tanah Syam (Palestina) sudah terusir ratusan tahun lalu oleh bangsa Persia, Romawi, lalu penaklukan oleh kaum muslimin (tanpa penjajahan), dimana Patrik Savronius menyerahkan wilayah Syam tersebut kepada Khalifah Umar bin Khathab kala itu. Maka sejak saat itu tanah Syam adalah milik kaum muslimin.
Berlanjut pada penjajahan, Perang Dunia 1, berbagai perjanjian dikeluarkan dalam rangka menguasai kembali tanah mulia itu. Alhasil ketika Daulah Utsmaniyyah runtuh tahun 1924, semakin terbuka lebar penjajahan itu bagi kaum muslimin di sana. Hingga hari ini, dan keluarnya pernyataan Presiden Amerika. Genderang perang jelas tertabuh nyata.
Belumlah lagi kasus penistaan agama Ahok hilang dari ingatan dan memunculkan reaksi kaum muslim secara nasional. Sekarang muncul pernyataan penguasa negeri adidaya itu yang jelas akan memunculkan reaksi keras kaum muslimin dunia. Sudah berapa banyak aksi, penolakan, solidaritas umat muslim di berbagai belahan negeri menyuarakan penolakan.
Hari ini, kami juga menyuarakan hal yang sama. Karena kami Muslim, negeri Palestina juga adalah negeri kaum muslimin. Tak rela jika penjajahan senantiasa menguasai mereka.
Yerusalem, Al quds, adalah bagian dari kami. Kaum muslimin... saudara/i ku bersatulah. Bersatu karena ikatan aqidah Islamiyyah kita. Bersatulah untuk menang. Karena kemenangan kaum muslimin akan menjadi Rahmat tak hanya bagi umat islam, tapi seluruh alam.
Sejatinya persatuan saat ini masih terkotak-kotak oleh paham nasionalisme, terbagi dalam negara-negara bangsa. Ikatan rendah yang ada di tengah umat. Ikatan yang hanya muncul temporal dan emosional. Betul atau salah ketika kami nyatakan bahwa tidak ada satu bangsa pun saat ini yang mampu mengehentikan penjajahan di Palestina, dan juga wilayah-wilayah Muslim lainnya? Betul atau salah hanya ketika pertumpahan darah, genosida, pengusiran kaum muslimin dari dan di negerinya sendiri terjadi, hanya mengundang keprihatinan, kecaman, pembahasan di PBB, OKI, dll di antara para penguasa Muslim? Padahal penjajahan terus berlanjut.
Maka perlu berapa lama lagi penjajahan itu harus terjadi untuk mengetuk pintu hatimu saudaraku? Mereka sudah lama memanggilmu. Kaum muslimin itu satu tubuh. Tidakkah tubuhmu sakit saat ada sayatan menggores tanganmu, tidakkah tubuhmu sakit saat kepalamu dipukul? Lalu bagaimana dengan mereka? Penderitaan mereka bukan sekedar sayatan atau pukulan, tapi lebih.
Malu kami ketika mereka bertanya dimana kami saat ini, saat mereka terus didzolimi. Malu padaMu ya Allah. Maka saksikan inilah perjuangan kami. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Ratih ummu Rafa, Komunitas Menulis