Oleh: Faizun Atikah (Aktivis Dakwah Kampus, Pemerhati Umat)
Rencana Safari Dakwah Ustad Abdul Somad di Bali pada 8-10 Desember 2018 mendatang mendapat penolakan keras dari Dr Arya Wedakarna. Anggota DPD RI asal Bali itu beralasan Bali menolak oknum dengan agenda anti Pancasila.
“Siapapun boleh datang ke Bali, Pulau Seribu Pura, bahkan Raja Arab Saudi saja tidak masalah datang ke Bali untuk berlibur asal tanpa agenda politik terselubung.”
“Tapi tentu Bali menolak jika ada oknum siapapun yang datang ke Pulau Dewata dengan agenda anti Pancasila. Ngiring kawal NKRI dan Tolak Agenda Khilafah tersosialisasi di Bali,” kata Wedakarna melalui fans page Facebook @dr.aryawedakarna, Jumat (1/12/2017) pekan lalu.
Sebelumnya ustadz Felix Siauw terlebih dulu mengalami dimana ada yang menentang dakwah yang beliau bawakan yaitu melaksanakan aturan islam sebagai landasan kehidupan di salah satu masjid di Bangil jawa timur yang demikian pula disusul dengan penentangan dakwah ustadz abdul somad. Alasan mereka Ustadz Abdul Somad berafiliasi dengan HTI, rasis, anti-NKRI, anti-Bhinneka, sering menyebut kata kafir. Dan mereka ini selalu berlindung di belakang NKRI dan Pancasila.
Tidak hanya itu, mereka menerima bersyarat, dengan syarat yang menjatuhkan wibawa ustadz Abdul Somad, mengharuskan mencium bendera, ikrar 4 pilar, dan lainnya yang tak masuk akal.
Saya yakin ustadz Abdul Somad tak memasalahkan apapun yang mereka tuduh, bahkan ustadz abdul somad sudah ke pedalaman, menyebarkan Islam dan menjaga kecintaan pada Indonesia negeri tercinta.
Tapi sejak rezim ini, logika-logika sesat dicipta, undang-undang dzalim diberlakukan, yang Islam diganggu, yang bukan Islam seolah pasti menjadi yang paling benar. Mereka mempersoalkan kata kafir, padahal kafir itu terminologi Al-Quran, tak mungkin dihapus diganti non-Muslim, mereka katakan Khilafah tak boleh didakwahkan.
Lalu SIAPA ANDA boleh mengobrak-abrik aturan Islam? Menafsirkan mana yang boleh dan mana yang tak boleh? Para ulama berdakwah karena perintah Allah, bukan perintah manusia.
Andai ustadz Abdul Somad sebagaimana yang mereka tuduhkan, berarti mereka pun menganggap jutaan ummat Muslim penggemar dakwah ustadz abdul somad ataupun kaum muslimin yang berkumpul pada aksi 212 itu sebagai radikal dan segala tuduhan yang lain.
Inilah intoleransi sebenarnya, tak tahu Islam, tapi mau agar Islam mengikuti mereka, hanya karena mereka mayoritas di Bali. Mengapa bukan yang begini yang dibubarkan?.
Perilaku semisal ini bukan hanya ada di Bali, narasi yang sama dikembangkan secara nasional, klaim aku Pancasila, aku NKRI, hajar yang tak sepaham, buat mereka hina. Seakan-akan muslim yang intoleran terhadap mereka tak ayal sempat ada statemen pejabat ketika ada agenda besar kaum non muslim kita disuruh menghargai agenda mereka tapi ketika mayoritas muslim yang ingin dihargai juga malah tuduhan intoleran yang mereka dapatkan.
Tidak hanya itu mereka melakukan persekusi secara nasional di negeri ini yang mayoritas muslim, ulama dibubarkan dakwahnya, ormas islam dibubarkan badannya, bahkan agenda kaum muslimin dilabeli radikalis yang akan menggulingkan rezim, dll.
Bagaimana dengan Setya Novanto? Apa kabarnya?
Apa Kabar dengan Aset negara ini?
Sebenarnya yang perlu dipikirkan adalah Perkara rusaknya negeri ini karena korupsi, jual asset negara, masuknya aseng asing, seperti OPM yang ingin lepas dari Indonesia dengan melakukan penyanderaan dan ancaman terhadap warga papua, permasalahan inilah perhancur persatuan, tetapi tak jadi persoalan negeri ini, ibarat angin saja pemberitaan itu. Yang penting Pancasila dan NKRI diatas semua, bahkan diatas agama.
Merekalah perusak NKRI dan membuat keresahan masyarakat, bukan dakwah ustadz!!!
Karena sesungguhnya para ulama berdakwah untuk menyelamatkan umat khususnya negeri ini dari kemaksiatan dan kedzoliman yang merajalela. Menjadikan Al-quran dan as- sunnah sebagai landasan kehidupan agar kita terselamatkan dari kehidupan dunia dan akhirat. [syahid/voa-islam.com]