Mencintai Rasulullah SAW. Hukumnya wajib atas setiap muslim.Bahkan cinta seorang muslim kepada Rasulullah SAW. Harus berada diatas cinta kepada yang lain, selaim Allah SWT. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah , “jika bapak-bapak, anak-anak, saudara , istri-istri dan keluarga kalian,juga kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang klaisan khawatirkan kerugiannya dan tempat tinggal yang kalian sukai adalah lebih kalian cintai dripada Allah dan Rasul-nya, serta berjihad dijalannya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab)nya.” Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik” ( TQS. AT-TAUBAH (9):24).
Para sahabat senantiasa berlomba lomba menunjukan rasa cinta mereka kepada Rasul SAW. Meraka biasa mendahulukan Rasulullah SAW. Diatas segala urusan mereka. Pernah ketika berdakwah pertama kali di Masjidil al-Haram, Abu bakar Ash-Shidiq RA. Mengalami penganiayaan berat. Kabillahnya, yakni Bani Taim, lalu datang menolong dirinya yang pingsan, Setelah siuman, kalimat pertama yang diucapkan Abu bakar adalah, “Bagaimana keadaan Rasulullah?”. Orang-orang taim lalu mencaci dan meninggalkan Abu bakar.
Cinta hakiki kepada Nabi SAW, tentu harus bukan sekedar ucapan dilisan. Cinta kepada beliau harus dibuktikan dengan ketaatan kepada risalah yang beliau bawa, yakni syariah Islam. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah, “jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian”. Allah Maha pengampun lagi maha penyayang” (TQS. Ali-Imran (3):31). Imam Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini dengan menyatakan: “ayat yang mulia ini menetapkan bahwa siapa saja yang mengakui cinta kepada Allah, sedangkan ia tidak berada dijalan Muahammad SAW. (Thoriqah al-Muhammadiyyah), maka ia berdusta sampai ia mengikuti syariah Muahammad secara keseluruhan.
Uraian ibnu katsir semestinya menyadarkan kita bahwa pernyataan cinta kepada Baginda Rasulullah SAW. Akan bertolak belakang jika kita mengambil jalan hidup selain islam. Sungguh tidak patut seorang muslim yang mengaku Muhasabbah (cinta) kepada Baginda Nabi SAW. Dengan membelakangi syariah yang beliau bawa.
Menyimpang dari ajaran Islam, apalagi sampai menentang syariah Islam yang nyata-nyata. Dibawah Rasulullah SAW., adalah tindakan haram dan tentu membuktikan tindakan haram dan tentu membuktikan ketidak-cintaan kepada beliau.Allah SWT berfirman:
“siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-nya serta melanggar ketentuan-ketentuannya, niscaya Allah memasukkan kedalam api neraka dan mereka kekal didalamnya. Bagi dia siksaan yang menghinakan.” (TQS an-Nisa (4):14)
Sayang, kenyataannya sekarang, jangankan bicara syariah islam, samba-simba pun dijauhi bahkan dimusuhi. Ar-Raya dan al-Liwa misalnya, yang merupakan bendera Rasulullah SAW. Sempat dilarang, disita dan dituding sebagai symbol terorisme. Ucapan takbir belakangan juga di tuding sebagai symbol terorisme dan kejahatan. Pada saat yang sama, Khilafa_ mesti hanya sekedar diwacanakan dan terus didakwahkan_dimonsterirasi dan dikriminalisasi dengan tuduhan: anti pancasila, NKRI, dan UUD 1945. Padahal khilafa adalah ajaran islam yang wajib diterapkan.
Khilafah adalah institusi satu satunya yang akan diterapkan syariah Islam secara Kaffah. Menerapkan syariah Islam secara Kaffah tentu merupakan bukti hakiki cinta kita kepada Nabi SAW. Apalagi Khilafah adalah system pemerintahan Islam warisan beliau yang akan memelihara urusan kaum Muslim sepeninggal beliau.
Jika Rasulullah SAW. Telah memberikan tuntunan yang jelas, tetapi kemudian kita mengambil jalan lain, masih pantaskan kita mengklaim cinta kepada Rasulullah SAW. Atau justru mengkianati beliau?
Allah SWT berfirman:
“siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran bagi dirinya, lalu dia mengikuti jalan yang bukan jalan kaum mukmin, niscaya kami membiarkan dia leluasa terhadap kesesatan yang telah dia kuasai itu dan kami memasukkan dia kedalam Jahanam. Jahanam itu seburuk-buruknya tempat kembali”. (TQS an-Nisa (4):115). [syahid/voa-islam.com]