Oleh: Sri Nurhayati (Pengisi Keputrian SMAT Krida Nusantara)
Akhir-akhir ini pembahasan kebhinnekaan kembali menjadi perbincangan hangat dalam setiap diskusi. Apalagi semenjak terjadinya aksi-aksi yang dilakukan oleh umat Islam dalam rangka pembelaan mereka terhadap Al-Quran, kitab suci kaum muslim. Mulai dari aksi 411 sampai aksi 212 tahun 2016 lalu menjadi aksi fenomenal yang menjadi sorotan tak hanya di negeri ini, tapi sampai keluar negeri.
Betapa tidak, aksi yang diikuti jutaan orang dari berbagai penjuru negeri ini, berjalan dengan damai tanpa ada keributan dan kerusakan sedikitpun. Terbukti sampai aksi 212 ini selesai, suasana aksi tetap kondusif walaupun jutaan orang berkumpul disana. Tak ada kerusakan fasilitas, bahkan rumput pun masih tetap utuh, tidak ada sampah yang tercecer, karena para peserta aksi tetap menjaga kebersihan. Karena hal ini bagian yang diperintahkan dalam Islam, untuk tidak merusak apa yang menjadi fasilitas umum.
Namun, aksi 212 sebagai bentuk pembelaan dan pencarian keadilan atas penghina terhadap Al-Quran oleh mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), oleh segilintir orang dianggap sebagai aksi intoleran. Mereka menganggap aksi ini akan mengancam kebhinnnekaan. Tal ayal Islam dan dakwahnya pun terseret dalam tuduhan mereka. Islam yang saat ini semakin bergelora di dada-dada para pejuangnya, disadari atau tidak dianggap ancaman bagi keberlangsungan kebhinnekaan.
Hal ini terlihat dari sikap arogansi mereka yang berusaha untuk menghalangi kajian-kajian yang diisi oleh para ulama yang mereka anggap mengancam kebhinnekaan. Seperti yang dilakukan kepada Ustadz Felix, Ustadz Bahtiar Nashir, dan yang lainnya. Bahkan yang terbaru ada tindakan yang bisa dikatakan persekusi terhadap ustadz Abdul Somad beberapa hari yang lalu. Padahal anggap mereka terhadap para penyeru Islam tersebut, tidaklah terbukti. Asumsi-asumsi mereka itulah ibarat bola salju justru akan mengancam negeri ini. Karena tanpa dialog dan diskusi mereka langsung menilai seseorang itu bisa mengancam dan membahayakan negeri ini.
Padahal yang jelas-jelas mengancam dan membahayakan negeri ini adalah mereka yang membuat asset-aset negeri ini beralih ke tangan asing. Serta mereka yang melegalkan LGBT yang jelas-jelas bisa merusak generasi negeri ini. Lantas kenapa mereka berkoar mencintai negeri ini diam saja saat asset-aset negeri ini raip dari negeri ini? Kenapa mereka berdiam diri ketika LGBT bisa mengancam generasi negeri ini. Bukankah itu ancaman besar bagi negeri ini? Inikah yang namanya cinta? Yang membiarkan kerusakan terus terjadi di negeri ini.
Adapun berkenaan dengan makna kebhinnekaan, kita bisa fahami maknanya dari terjemahan kata tersebut. Kata bhinneka berarti ‘beranekaragam’, kata neka dalam Bahasa Sanskerta berarti ‘macam’ dan menjadi bentuk kata ‘aneka’ dalam Bahasa Indonesia.(Wikipedia.org) Dari terjemah ini, kita bisa memahami bahwa kebhinnekaan adalah keberagaman, dimana keberagaman ini terdapat dalam sebuah kehidupan bernegara. Artinya banyak macam atau ragam yang mengisi kehidupan dalam suatu negara, seperti Suku, Ras, Bahasa, agama, dan lainnya. Contohnya di Indonesia memiliki lebih 300 etnik yang terdiri dari 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010. Terdapat pula 1211 bahasa (1158 bahasa daerah) menurut data BPS tahun 2010 (Wikipedia.org).
Islam dan Kebinnekaan
Tak bisa dipungkiri, masih terdapat anggapan negatif terhadap Islam dalam masalah kebhinnekaan dari segelintir orang yang tidak memahami Islam. Terlebih ketika membahas tentang penerapan Islam dalam sebuah tatanan kehidupan bernegara. Masih ada yang mempertanyakan bagaimana dengan agama yang lain? Bahkan yang lebih parah ada anggapan hal ini akan mengancam kebhinnekaan atau keberagaman yang ada.
Seolah mereka lupa atau tak tahu bagaimana perjalanan Islam tak lepas dengan adanya keberagaman ini. Islam lahir di kota Mekkah yang memiliki berbagai macam suku hidup di sana. Seperti Bani Hasyim, Bani Muthalib, Bani Adhi, Bani Makhzum, Bani Sahm dan lain-lain. 13 tahun Rasulullah berdakwah di sana untuk memberikan cahaya pada masyarakat Mekkah, yang saat itu hidup dalam kubangan kemaksiatan sehingga kerusakan muncul diberbagai lini kehidupan.
Begitu pula saat Islam telah diterapkan di Madinah, penduduknya pun beragam, kaum muslim terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshor, orang Yahudi yang terdiri dari Bani Najjar, Bani Auf, Bani Tsa’labah, Bani Syuthaibah, dan lain-lain, orang-orang Nasrani dan Musyikin. Masing-masing mereka memiliki adat istiadat yang berbeda. Sebelum datangnya Islam ke Madinah, perpecahan dan peperangan sering terjadi, baik antara orang arab (Bani Aus dan Khazraj) ataupun antara orang-orang Yahudi.
Mereka saling berebut kekuasaan atas Madinah (Yasrib). Namun setelah masuknya Islam dan diterapkannya aturan Islam oleh Rasulullah, mereka dapat dipersatukan dalam kehidupan bernegara. Seperti yang tertuang dalam Piagam Madinah sebagai bukti perjanjian mereka sebagai bagian dari elemen sebuah bangsa dan negara. Inilah yang menjadi cikal bakal terbentuk dan lahirnya Negara Islam di Madinah. Sebagai institusi yang menerapkan Islam disegala lini kehidupan.
Penerapan Islam ini tidak pernah memaksa penganut agama lain untuk memeluk Islam. Karena tidak ada paksaan dalam Islam. Penerapan Islam ini terus dilanjutkan oleh para sahabat, para tabiin dan tabi’it tabi’in sampai runtuhnya kekuasaan Islam ditangan pengkhianat Mustafa Kemal tahun 1924 Masehi. Selama 13 abad Islam mampu mengatur kehidupan bernegara dengan berbagai macam penduduk ada di dalamnya. Fakta sejarah menunjukkan bagaimana Islam mampu menjaga keberagaman umat dan menjalani hidup dengan saling berdampingan. Karena sudah menjadi sunatullah manusia itu Allah ciptakan beragam.
Seperti tercantum dalam surat Ar-Rum ayat 22, yang artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.
Sebuah kekeliruan ketika ada yang meragu Islam dalam menjaga kebhinnekaan atau keragaman dalam suatu negara, khususnya di negeri ini. Apalagi anggapan segelintir orang yang menganggap orang yang menyeru kepada penerapan Islam sebagai ancaman. Karena sesungguhnya para penyeru Islam itu sejati ingin menjaga keberagaman yang ada. Karena dalam Islam sendiri ada. Menarik penjelasan yang disampaikan oleh Ustadz Abdul Somad apa acara Apa Kabar Indonesia Pagi, pada session Khidmad bersama Ustadz Abdul Somad, hari jumat tanggal 15 Desember 2017 lalu.
Beliau menjelaskan secara ringkas, sesungguhnya ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, hidup disana beberpa komunitas yang ada. Diantaranya komunitas muslim, yahudi, nasrani dan musyirikin. Mereka hidup berdampingan satu sama lain. Namun munculnya permasalahan adalah adanya orang-orang munafik, yang mengaku beriman, tapi nyata tidak beriman. Mereka menghembuskan kepada setiap komunitas rasa benci terhadap mereka satu sama lain. Sehingga muncul kebencian terhadap Islam dan kaumnya. Hal ini lah yang menjadi perusak bagi persatuan saat itu.
Penjelasan singkat Ustadz Abdul Somad tersebut, bisa tergambar oleh fakta sejarah yang ada, bagaimana orang-orang munafik ini. Bahkan Allah telah menggambarkan perilaku mereka dalam surat Al-Munafikun. Hal ini untuk pembelajaran bagi kita agar berhati-hati terhadap mereka. Karena keberadaan orang-orang munafik sungguh berbahaya bagi keberlangsungan hidup bermasyarakat dan Negara. Dia ibarat gunting dalam lipatan. Yang akan menghancurkan persatuan.
Termasuk di negeri tercinta Indonesia, suasana yang tadinya kondusif, kini ternoda dengan ulah mereka para munafik. Mereka merasa yang paling mencintai negeri ini, dan menganggap orang yang ingin memperbaiki negeri ini yang berbeda dengan kepentingan mereka, dianggap orang yang akan mengancam negeri ini. Mereka sering berkata ini akan merusak kebhinnekaan. Sehingga mereka dengan seenaknya mencap orang dan melakukan pelarangan-pelarangan terhadap orang yang mereka cap, untuk memberikan pencerdasaan terhadap umat.
Saudaraku semua, janganlah kita terprovokasi oleh mulut-mulut busuk mereka. Wahai saudaraku seiman janganlah kalian terkena tipu daya mereka para munafik, sungguh agama kita, Islam tidak hanya mengatur ibadah ritual saja, tapi memiliki aturan yang mengatur tatanan kehidupan termasuk di dalamnya dalam mengatur Negara. Aturan ini datang dari Zat yang menciptakan kita, Zat Maha Mengetahui kelemahan dan keterbatasan kita makhluknya.
Wahai saudaraku sebangsa dan setanah air. Janganlah kalian termakan hasutan mereka yang tak suka kita bergandengan tangan meraih kedamaian negeri ini. Islam datang sebagai rahmatin lil’alamin. Dengan aturan yang tidak hanya berlaku bagi umatnya tapi bagi umat yang lainnya. Kalian tidak akan pernah dipaksa untuk memeluk akidah Islam.
Kalian tetap dengan akidah dan beribadah sesuai dengan apa yang kalian percaya. Karena hal ini dijamin dalam Islam. Tak hanya itu kalian memiliki hak yang sama seperti umat muslim dalam mendapatkan pelayanan sebagai bagian dari warganegara. Wallahu’alam bish-showab. [syahid/voa-islam.com]