Oleh: Imam Irfa'i
(Alumni Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Palembang, Bekerja Sebai Penyuluh Agama Islam Kemenag Muba)
Al-Quran diturunkan kepada manusia sebagai pedoman. Di antaranya pernikahan antar lawan jenis, laki-laki dengan perempuan, tidak semata untuk memenuhi hasrat biologis namun sebagai ikatan suci untuk menciptakan ketenangan hidup dengan membentuk keluarga sakinah dan mengembangkan keturunan umat manusia yang berakhlak mulia.
Perkawinan yang dilakukan kaum homoseksual dan lesbian tidak akan menghasilkan anak, selain itu akan mengancam kepunahan generasi manusia. Melakukan seks sesama jenis semata-mata untuk menyalurkan kepuasan nafsu syahwat yang menyimpang.
Adapun pengertian LGBT sendiri yaitu Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender. Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan, Gay adalah sebuah istilah bagi laki-laki yang umumnya digunakan untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual, Biseksualitas merupakan ketertarikan romantis, ketertarikan atau kebiasaan seksual kepada pria maupun wanita. Istilah yang digunakan dalam konteks ketertarikan manusia untuk menunjukkan perasaan romantis atau seksual kepada pria maupun wanita sekaligus.
Lesbian dan Gay telah mengukir sejarah tersendiri dalam perjalanan umat manusia. Sejarah mengatakan, bahwa seks sesama jenis pada zaman dahulu memang ada dan menjadi salah satu bagian dari pola seks manusia. Berbagai kitab suci seperti Al-Quran, Injil, dan Taurat telah menjelaskan tentang kaum Nabi Luth AS. Meskipun perilaku seksual sejenis itu dikutuk, namun pada kenyataannya, banyak masyarakat mempraktekkan moral bejat tersebut. Sudah barang tentu, dengan latar belakang dan pelaku yang berbeda, seperti yang dilakukan di hotel, kos-kosan, tempat remang-remang dan tempat lain.
Muncul berbagai pro dan kontra mengenai golongan LGBT. Tak jarang, mereka yang menginginkan agar LGBT dilegalkan di Indonesia menjadikan hak asasi manusia (HAM) sebagai tameng utama. Kemerdekaan berekspresi merupakan salah satu hak fundamental yang diakui dalam sebuah negara hukum yang demokratis dan menjunjung tinggi HAM.
Memang benar bahwa setiap manusia mempunyai kebebasannya masing-masing, tapi jika ditelaah lebih dalam sudah jelas dikatakan bahwa kebebasan yang dimiliki berbanding lurus dengan batasan-batasan yang harus dipenuhi pula seperti; apakah melanggar agama, kesusilaan, kepentingan umum, hingga keutuhan bangsa?
Pada kenyataannya, dengan banyaknya desas-desus yang memperbincangkan mengenai status kaum bendera pelangi ini mengarahkan pada satu kesimpulan bahwasanya masyarakat Indonesia merasa keamanan dan ketertiban mereka terancam. Bahkan, dengan hanya satu kata: “LGBT” dapat menimbulkan benih–benih keretakan keutuhan bangsa ini.
Para pihak yang kontra merasa bahwa dengan adanya kaum LGBT yang tak lazim tumbuh di tengah masyarakat Indonesia dengan adat dan agamanya yang kental sehingga kenyamanan mereka untuk bersosialisasi dengan bebas pun terenggut. Masyarakat satu sama lain bersikap lebih waspada dan mencurigai terhadap kehadiran kaum LGBT. Seolah-olah masyarakat suatu negara terbagi menjadi dua golongan, kaum LGBT dan non-LGBT.
Dalam agama Islam pun sudah terang Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa melarang keras hamba-Nya agar tidak masuk ke dalam golongan orang–orang yang menyukai sesama jenis, seperti lesbi ataupun gay, biseksual, dan transgender. Dalam masalah penetapan hukum, sudah tentu ada yang mendukung dan ada yang menolak. Bahkan, dalam upaya menetapkan hukum Allah sebagai hukum positif, mungkin lebih banyak yang tidak mendukung daripada yang mendukung. Akan tetapi, peringatan Allah mengharuskan decision maker (pembuat keputusan) agar mendahulukan kehendak Tuhan daripada selera manusia yang tak ada ujungnya.
LGBT Bukan Fitrah
Dengan tegas Allah menyatakan, fitrah manusia diciptakan dengan dua jenis, laki (dzakar) dan perempuan (untsa) (Q.s. al-Hujurat: 13). Allah pun memberikan kepada masing-masing syahwat kepada lawan jenisnya (Q.s. Ali Imran: 14). Karena itu, Allah menetapkan, bahwa mereka dijadikan hidup berpasangan dengan sesama manusia, pria dengan wanita. Tujuannya, agar nalurinya terpenuhi, sehingga hidupnya sakinah, mawaddah wa rahmah (Q.s. ar-Rum: 21). Dari pasangan ini, kemudian lahir keturunan yang banyak, sehingga eksistensi manusia tidak punah.
Allah berfirman: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.s. an-Nisa’: 1).
Itulah mengapa Allah menjadikan perempuan sebagai ladang bagi pria, agar bisa ditanami, sehingga tumbuh subur dari rahimnya, dan melahirkan keturunan (Q.s. al-Baqarah: 223). Itulah mengapa juga, Allah memerintahkan pria untuk menikahi wanita yang dicintainya (Q.s. an-Nisa’: 3). Melarang berzina, apalagi menikah dengan sesama jenis. Karena itu, baik zina maupun sodomi, dan sejenisnya diharamkan dengan tegas. Pelakunya pun sama-sama dihukum dengan hukuman keras. Terhadap pelaku transgender atau laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki nabi melaknatnya. Ibnu Abbas ra. mengatakan: “Rasulullah saw Telah melaknat wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Itu artinya, LGBT ini bukan fitrah. Bukan takdir, bukan kudrat. Jika LGBT ini fitrah, takdir dan kudrat, tentu Allah tidak akan menghukum keras pelakunya. Jadi, LGBT ini adalah penyimpangan perilaku. Jika ada yang menyebut LGBT ini fitrah, kudrat atau takdir, maka sama saja dengan lancang menuduh Allah yang menciptakannya. Ini jelas tuduhan bohong, dan sikap kurang ajar kepada Allah SWT. Na’udzu billah min dzalik. Semoga kita dijauhi dari azab Allah akibat dari LGBT. [syahid/voa-islam.com]