Oleh: Afriyanti*
“Tolong dibantu ya….bim salabim jadi apa..prok-prok jadi apa, hayo jadi apa ya…?” Siapa yang tidak tahu dengan kalimat di atas, ya itulah ciri khas yang selalu ditampilkan oleh Pesulap Pa Tarno yang sudah tidak asing lagi dimata masyarakat Indonesia. Pembawaannya yang sederhana bahkan “ndeso” selalu jadi ciri khasnya.
Alat-alat yang digunakan Pa Tarno sederhana bahkan sulapnya pun termasuk sulap sederhana dan klasik, maka tak heran Pa Tarno diberikan gelar “Master Of Traditional Magic” dari sebuah ajang lomba persulapan. Dari pembawaan serta alat-alatnya yang sederhana untuk bermain sulap ternyata mampu menyihir dan membuat mata yang menonton terkagum hingga membuat orang dibuat tertawa karena memang orangnya sangat lucu.
Ternyata bukan hanya Pa Tarno yang bisa bermain sulap tapi para Penguasa pun seolah tak ingin kalah ketenaran dan kelucuannya seperti Pa Tarno. Akhir-akhir ini dan mungkin kedepannya kita akan terbiasa melihat para Penguasa melakukan trik n trik sulap menyihir mata masyarakat.
Sebenarnya antara sulap Pa Tarno dan para Penguasa tak ada bedanya. Salah satunya adalah alat-alat yang digunakan, kalau Penguasa cukup bermodalkan sandal jepit dan kaos oblong ditambah sedikit mantra “Saya tidak akan menaikan harga BBM”, “Saya tidak akan mengimpor beras” dan Bim salabim mata masyarakat sudah tersihir bahkan terhipnotis karena mereka berpikir merakyat sekali penguasa kita, padahal faktanya Penguasa tersebut sudah mengimpor 5000 ton beras di saat petani beras sedang panen raya dan menaikan harga BBM secara diam-diam, sungguh miris!
Ada juga mantan pejabat yang ingin bermain sulap mengikuti penguasa diatasnya, cukup bermodalkan peci dan sorban lalu sedikit memuji-muji islam dan mantra tak lupa di ucapkan yaitu “Saya masih berdarah Pesantren” maka bim salabim masyarakat pun lagi-lagi dibuat terpana padahal belum lama mantan Pejabat ini pernah menjadi kontroversi sewaktu masih menjabat yaitu menjadi Pembina sebuah Ormas yang Ormasnya pernah mengeroyok aktivis islam memakai balok!
Sejatinya di dalam sistem Demokrasi itu adalah hal yang wajar dilakukan oleh para Penguasa yang ingin mengambil hati masyarakat bahkan sah-sah saja mengingat dasar dari Demokrasi adalah Sekulerisme dimana Agama tidak boleh ikut campur dalam urusan publik, kalupun ada hanya sebagai pemanis saja. Sekulerisme tidak mengenal halal atau haram dosa atau pahala tapi bermanfaat atau tidak untuk kebaikan dirinya.
Para penguasa melakukan berbagai cara agar mendapatkan citra yang bagus dan terpenting membuat mata masyarakat tersihir walau dengan cara berbohong sekalipun. Maka sejatinya Penguasa yang dihasilkan dari sistem Demokrasi adalah Penguasa yang suka berbohong, menipu dan untuk melancarkan aksinya tersebut dibuatlah badan “hoax membangun” agar semakin sempurna sulap yang dilakukan.
Maka sebagai seorang muslim kita harus sadar di dalam sistem Demokrasi ini kita tidak bisa mengharapakan para Penguasa yang memihak pada rakyat. Mereka hanya menjual janji-janji saja. Mereka ingin suara kita saja, setelah itu dibuanglah kita ke tempat sampah persis seperti pribahasa”habis manis sepah dibuang”.
Lebih parahnya adalah imbas dari sulap yang dilakukan penguasa bukan hanya terhipnotis, terkagum dan tertawa saja tapi masyarakat akan dibuat menangis, menjerit tak berkesudahan bahkan bisa kehilangan nyawa dari kebijakan-kebijakan yang mereka terapkan yang tentu saja tidak berpihak kepada rakyat.
Jadi, masih mau nonton sulap Penguasa? [syahid/voa-islam.com]
*Penulis adalah Aktivis Muslimah Peduli Ummah dari Karawang