Oleh: Rahmiani Tiflen, Skep.
(Praktisi Kesehatan dan Anggota Akademi Menulis Kreatif)
Ditengah maraknya aksi Lesbian, Gay, Biseksual, dan Trans gender, tiba-tiba kembali kita dikejutkan dengan fakta baru tentang sabuah penyakit mematikan bernama Sarkoma Kaposi.
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, Dewi Inong Irana menyampaikan bahwa penyakit ini telah merambah hingga ke Indonesia. Lebih dari itu menurut beliau. Jika dahulu penyakit tersebut ditemukan pada pasien-pasien yang telah terinfeksi HIV/AIDS namun kini virus tersebut telah bermutasi dan hidup di dalam tubuh para pelaku LGBT. (R.MOL 1 Feb 2018)
Monster ini terbentuk dari hasil pertemuan antara HIV, sistem imun yang melemah, dan virus herpes manusia (HHV‐8). Penyakit ini pun lebih sering ditemukan pada penderita yang tingginya aktifitas seksualnya.
Masih menurut dokter Inong. Penyakit tersebut pertama kali ditemukan di Indonesia tepatnya di Serang. Dengan pengidap seorang anak laki-laki yang orientasi seksualnya adalah LSL (Lelaki seks dengan Lelaki). Uniknya tidak ditemukan virus HIV pada tubuh orang tersebut, hingga ia meninggal dunia.
Penyakit tersebut sebenarnya bukan penyakit baru. Menurut sejarahnya, Sarkoma Kaposi pertama kali ditemukan pada kalangan Gay yang hidup di Amerika Serikat. Monster ini lebih berkembang bebas akibat perilaku seksual mereka yang menyimpang.
Hal ini tentu menjadi peer besar bagi pemimpin negeri. Sebagaimana kita ketahui bersama pada awal tahun 2018. Ketua MPR mengungkap sebuah fakta yang cukup mencengangkan. Zulkifli Hasan menyampaikan bahwa ada sekitar 5 fraksi di DPR yang mendukung LGBT di Indonesia.
Bayangkan bahaya besar apa yang akan menghadang negeri tercinta. Untung saja dukungan itu belum diaminkan oleh pemerintah. Dan tidak dijadikan payung hukum.
Untuk itu, pemerintah patut mewaspadai hal tersebut. Sebab jika tidak ditindaklanjuti secara tegas maka bisa jadi beberapa bulan ke depan akan ada banyak sekali penderita yang mengidap virus monster sarkoma kaposi di Indonesia. Bisa saja itu tetangga atau bahkan sanak famili kita.
Apalagi di tengah iklim demokrasi saat ini. Dimana setiap orang mempunyai kebebasan yang sama dalam bertindak dan berekspresi. Sehingga hal tersebut menjadi angin segar bagi para pelaku LGBT apalagi jika dikaitkan dengan hak azasi manusia (HAM). Padahal kita ketahui bersama bahwa perilaku tidak lazim ini sangat ditentang dalam ajaran agama manapun di negeri tercinta Indonesia.
Jika selama ini pemerintah yang dalam hal ini adalah kementrian kesehatan, telah melakukan langkah-langkah pencegahan penyebaran penyakit menular seksual dan HIV/AIDS di masyarakat. Seperti dengan melakukan skrining dan pendataan, kemudian dengan program penyuluhan dan pembagian kondom gratis bagi kelompok usia produktif yang aktif kegiatan seksualnya.
Namun ternyata langkah tersebut belum membuahkan hasil yang maksimal. Sebab di satu sisi pemerintah berupaya menanggulangi meluasnya angka penyakit menular seksual namun di sisi lain justru pemeritah melindungi agent atau host dari pembawa bibit penyakit tersebut.
Untuk itu kepada semua pihak yang terkait baik masyarakat maupun pemerintah, hendaklah melakukan sebuah resolusi jitu guna mengatasi permasalahan penyakit menular seksual tersebut di atas. Memutus mata rantai penyebaran penyakit menular seksual di masyarakat melalui langkah-langkah nyata yaitu dengan mengembalikan para pelaku Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender ini kepada fitrah mereka sebagai manusia.
Memberikan pemahaman kepada mereka bahwa perilaku ini dapat disembuhkan sebab hal tersebut bukanlah penyakit bawaan lahir tetapi termasuk penyakit kejiwaan yang tentu dapat disembuhkan. Disamping itu pula kepada para pegiat LGBT, hendaklah diberi pemahaman yang baik yaitu dengan cara meningkatkan keimanan dan ketakwaan pada diri mereka masing-masing.
Sehingga diharapkan dalam mengarungi kehidupannya, ia sadar betul tentang tujuan hidupnya di dunia dan tidak melenceng dari aturan Ilahi. Sehingga dengan demikian ia dapat kembali kepada fitrahnya sebagai manusia yang sejati. [syahid/voa-islam.com]