Oleh: Ashaima-Va
Tak mudah menjadi generasi milenial. Arus liberalisme berbajukan kebebasan berekspresi bagi remaja kini meraja. Terlebih bagi remaja-remaja yang minim pendidikan agama. Segelintir dari mereka yang berprestasi tapi yang rusak lebih menggejala.
Dari bullying dan tawuran berujung nyawa, sampai sex bebas berujung aborsi. Belum lagi kasus-kasus yang mencoreng dunia pendidikan. Ada pelajar membunuh pengemudi taxi online, pelajar memukul guru sampai koma dan meninggal, ada pula pelajar membunuh teman karena cekcok. Semua itu menghantui dunia remaja saat ini. Memberikan efek mengerikan jika terpapar.
Selain itu ada pula hantu yang sama mengerikannya. Mengakrabi remaja hingga membawa dampak yang merusak. Dari mereka yang awalnya coba-coba hingga akhirnya teradiksi. Hantu itu bernama narkoba.
Data Puslitkes Universitas Indonesia (UI) dan Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 2016 lalu mencatat bahwa pengguna narkoba dari kalangan pelajar dan mahasiswa mencapai 27,32 persen. Ini masih ada kemungkinan bertambah mengingat banyaknya narkoba-narkoba jenis baru yang masuk ke Indonesia.
Sayangnya Indonesia masih menjadi surga bagi peredaran narkoba. Sepanjang tahun 2017 saja, BNN telah mengungkap 46.537 kasus narkoba di seluruh wilayah Indonesia. Dari kasus tersebut BNN menangkap 58.365 tersangka, 34 tersangka TPPU, dan 79 tersangka yang mencoba melawan petugas ditembak mati. (news.idntimes.com, 27/12/2017).
Peredaran narkoba sebagai hantu kasat mata sangat memprihatinkan. Kasus mutakhir adalah digagalkannya penyelundupan sabu seberat 1 ton di perairan Batam-Singapura pada rabu 7/2/2018. Tak kalah menggeramkan adalah saat keesokan harinya, kamis 8/2/ 2018, Kepolisian Republik Indonesia juga menggagalkan upaya penyelundupan 240 Kg sabu yang dimasukkan ke dalam mesin cuci.
Dari satu ton lebih sabu ada berapa remaja yang dirusak oleh bubuk haram tersebut. Membayangkannya saja sudah bikin jeri. Mau dibawa kemana masa depan generasi?
Upaya penanggulangan narkoba hanya akan jadi blunder tanpa adanya upaya menyeluruh dari berbagai pihak. Pembinaan ketakwaan remaja menjadi langkah awal yang tak bisa ditunda. Adanya rasa takut akan azab Allah akan menjadi benteng pertama ketika remaja ditawari mencicip barang haram tersebut. Pembinaan ketakwaan remaja harus menjadi program yang diwajibkan pemerintah.
Berikutnya harus ada kepedulian dari masyarakat untuk ikut pro aktif mengawasi. Tidak abai jika ada pengguna narkoba di lingkungan sekitar. Lalu butuh keseriusan dari pemerintah baik untuk membina ketakwaan generasi maupun untuk lebih ketat mengawasi peredaran narkoba dari dalam ataupun luar negeri.
Tak sulit merealisir langkah-langkah ini jika pemerintah menerapkan syariat-Nya. Karena begitulah Islam dalam memberi solusi bagi negeri darurat narkoba seperti Indonesia. [syahid/voa-islam.com]