Sahabat VOA-Islam...
Wacana pemerintah yg akan mengangkat guru honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tentu menjadi angin segar bagi ratusan ribu guru honorer yg tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Guru honorer sendiri adalah guru tidak tetap yg belum berstatus sebagai calon pegawai negeri sipil.
Seperti yg kita ketahui, nasib guru honorer saat ini masih sama dengan kondisi beberapa tahun ke belakang. Dengan gaji yang jauh di bawah upah minimum, bahkan banyak dari mereka yang hanya mendapat upah di bawah Rp. 500.000, mereka harus bertahan hidup di tengah-tengah harga kebutuhan pokok yg terus meroket. Dengan kesempitan ekonomi tersebut, banyak guru honorer yg akhirnya mencari penghasilan tambahan dengan bermacam-macam cara.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud, Hamid Muhammad menyatakan ada 250.000 guru honorer yg memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), guru yg berumur maksimal 33 tahun dan lulusan sarjana (tirto.id). Namun muncul pertanyaan baru, bagaimana nasib guru honorer yg telah berusia di atas 33 tahun, padahal bisa saja mereka telah mengabdikan diri bertahun-tahun untuk mendidik generasi muda Indonesia?
Di sisi lain, banyaknya jumlah guru honorer di Indonesia -yg mencapai 800 ribu- menjadi PR tersendiri untuk pemerintah (liputan.com). Pemerintah harus menentukan dengan cermat kriteria guru honorer yg akan diangkat menjadi PNS. Karena tidak dipungkiri, ada orang yg menjadi guru hanya untuk mengejar status PNS dan mendapat pensiunan semata. Rendahnya motivasi ini dikhawatirkan tidak meningkatkan kualitas mengajar guru tersebut.
Di satu sisi, dunia pendidikan kita membutuhkan guru. Tapi di sisi lain, negara lalai dalam menjamin kesejahteraan mereka.
Padahal menurut Islam, negara berkewajiban mengatur segala aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
"Seorang Imam (Khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya." (HR. Bukhari & Muslim).
Berkaitan dengan pengaturan pendidikan, yg seharusnya dikelola oleh negara bukan hanya apa kurikulumnya, metode pengajaran, atau tidak hanya mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah dan gratis, tetapi juga menjamin kesejahteraan para pendidiknya, yaitu guru.
Bahkan di sebuah riwayat diceritakan, khalifah Umar bin Khaththab memberi upah pada guru sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas, sekitar 29 juta rupiah).
Begitu mulianya profesi guru dalam pandangan Islam. Sudah sepatutnya guru honorer yg selama ini antara ada dan tiada di mata pemerintah mendapatkan haknya. Karena banyak di antara mereka yg memiliki kualitas mengajar yg setara dengan guru tetap.
Tentunya kesejahteraan guru berkaitan dengan kemampuan negara melakukan pengelolaan pd SDA yg di miliki negara dan menjadi salah satu sumber pemasukan bagi negara. Dengan begitu, sumber daya alam (SDA) maupun harta negara bisa secara optimal disalurkan kepada rakyat, termasuk untuk memberi upah yg layak bagi guru.
Sehingga untuk mewujudkan kesejahteraan guru sangat diperlukan kesinergisan dengan bidang lain, salah satunya sistem ekonomi yg mampu mengoptimalkan SDA. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Andini, Ibu Rumah Tangga