Oleh: Salsabila Maghfoor
(Koordinator Tim Penulis 'Pena Langit' Malang)
Ada yang menarik dalam pidato salah seorang tokoh nasional, Prabowo subyanto, dalam apel partainya beberapa waktu lalu. Pernyataan beliau yang membuat geger seantero negeri adalah soal bubarnya Indonesia yang diramalkan oleh penulis novel berjudul 'Ghost Fleet', yakni P.W. Singer dan August Cole.
Meski dalam buku itu sebenarnya tidak secara tersurat dijelaskan bagaimana keberadaan Indonesia, tapi pada saat itu memang diramalkan akan muncul negara maju yang secara massiv telah menginvasi negara berkembang termasuk dalam hal ini, Indonesia diramalkan sudah tidak lagi eksis.
Diantara banyak pro-kontra yang bertebaran di sosial media, yang sangat disayangkan adalah pendapat para pakar yang seolah-olah menepis persepsi itu. Seolah-olah memang negeri ini sedang baik-baik saja, padahal faktanya tidak. Maka menolak persepsi bubarnya negeri bisa dikatakan sebagai kesombongan yang amat sangat. Apakah mereka memang dengan sengaja menutup mata ?
Bila dinalar secara logika, saat ini saja sudah banyak sekali cengkraman tangan asing yang begitu hebatnya merongrong negeri. Satu persatu pulau dikomersialkan, BUMN dilepaskan ke tangan swasta asing, bahkan pembangunan infrastruktur yang didanai asing juga pada akhirnya akan dijual ke asing, seperti pembangunan tol di beberapa titik di jawa saat ini.
Yang lebih sadis lagi adalah Freeport yang dalam perjalanannya sudah beberapa kali maju mundur dalam persoalan hukum, nyatanyabmasih tetap juga belum kembali seutuhnya menjadi milik negara dan bahkan ia telah menjadi saksi bisu langgengnya perampokan yang besar-besaran terhadap negeti. Ma sya Allah.
Sebagai akademisi dan kalangan terpelajar, kita mestinya melihat ini sebagai sebuah sentilan dan tamparan. Begitupun Pak Prabowo sejatinya telah menyampaikan bahwa alibi ini mesti dijadikan sebagai pelajaran, bila memang diramalkan akan seperti itu, berarti memang ada yang perlu segera diperbaiki dalam mekanisme pengelolaan negeri.
Kita tentu tahu, selama ini negara hanyalah bertindak sebagai fasilitator, bukan sebagai suatu entitas yang secara sadar memahami perannya dalam mengurusi rakyat dan negerinya untuk menyejahterakannya dan memakmurkannya. Negara yang ada hanya bertindak justru sebagai industri, yang memandang segala pengurusan dan kepemimpinan itu hanyalah didasari asas manfaat dan kepentingan. Maka tidak heran bila yang nampak adalah jutru semakin parahnya kemelaratan kemiskinan, tersebab pengabaian dan ketidakseriusan negara.
Rasulullah saw. sejatinya telah mencontohkan, bagaimana mestinya pemimpin itu menguruai negara dengan seoptimal mungkin, sebab nanti pun akan ada pertanggung-jawaban atas apa yang dipimpinnya di akhirat kelak. Sebagai muslim, kesadaran inilah yang akan menggerakkan dirinya untuk tidak menyia-nyiakan kepemimpinan dan akan mengoptimalkan apa yang dipimpinnya itu sebagai suatu tugas yang Allah bebankan.
Inilah yang nampaknya hilang dari diri para pemimpin itu, dimana menang sistem kehidupan kita saat ini telah dengan massiv mengaruskan pola hidup sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan, maka nilai kehidupan dipandang sebagai suatu aspek yang terpisah dari ruhiyah dan sisi spritiualitas agama. Tak ayal, ritme hiduo nampaj mengering dalam kerontangnya iman karena kesombongan.
Kita mesti menyegerakan perubahan bila kita tidak ingin betul-betul tergusur oleh keangkuhan Kapitalisme dengan cengkeramannya yang menjerumuskan dan menghinakan.
Dalam Al-Quran Allah telah menjelaskan dalam firmanNya, antara lain :
Katakanlah, “Wahai Rabb Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. [Ali ‘Imrân/3:267]
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu. [Al-An’âm/6:6].
Dari sini dapat kita simpulkan, bahwa memang Allah telah menggariskan adanya pergiliran kekuasaan di dunia ini. Hal ini juga yang mesti kita sambut secara suka cita sebagai sesuatu yang Allah janjikan, bahwa kebangkitan islam adalah niscaya, begitupun dengan bubarnya kebathilan adalah juga niscaya.
Maka inilah yang mestinya menjadi pemacu kita, untuk segera menyongsong perubahan yang dinantikan, menuju kebaikan dunia bersama Islam dalam kepemimpinan Islam.
Apakah pantas bila Rabb dan Rasul-Nya telah menjanjikan suatu perkara, itu lantas dipandang sebagai suatu kemustahilan? [syahid/voa-islam.com]