Oleh: Indha Tri Permatsari, S. Keb., Bd.
Berbicara tentang kualitas pendidikan saat ini tidak terlapas dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan para orang tua. Semakin bagus kualitas pendidikan secara otomatis dana yang dikeluarkan pun cukup tinggi.
Ini juga diaminkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy "Kalau ada yang menjanjikan sekolah gratis, baru disebut benar kalau pakai uang dia sendiri. Karena kalau ada yang menjanjikan itu (sekolah gratis) sebetulnya pakai dana APBN atau APBD yang dibiayai negara. Menjanjikan sekolah gratis kepada masyarakat sudah tidak zamannya lagi," dalam sambutannya ketika meresmikan gedung Techno Park di SMK Negeri 2 Pangkalpinang, Jumat, 23 Maret 2018.
Pendidikan harus menjadi tanganggujawab siapa?
Pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bahwa di seluruh dunia tidak memberlakukan lagi sekolah gratis. Bahkan negara seperti Belanda dan Jerman pun sekarang sudah mengenakan biaya dalam meningkatkan dunia pendidikannya realitanya memang demikan. Tidak ada satupun negara yang benar-benar mengratiskan pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
Sebagai komitmen Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memajukan dunia pendidikan di Indonesia sudah ada acuan yang bisa dilaksanakan. Salah satunya dengan menghimpun dana-dana masyarakat atau para alumnus sekolah yang berhasil. Dasar untuk menghimpun dana masyarakat, sudah kuat sejak terbitnya Peraturan Menteri Nomor 75 Tahun 2016. Dengan kata lain pendidikan dibebankan pada masyarakat bukan lagi tanggungjawab negara.
Bagi masyarakat yang tidak mampu mengakses pendidikan, Presiden Jokowi minta perbankan nasional sediakan kredit pendidikan (student loan). Program student loan di tengah kemiskinan dan beban biaya pendidikan yang tinggi seakan menjadi solusi bagi masyarakat. Namun bila ditelisik lebih dalam program ini justru memperparah kapitalisasi pendidikan di Indonesia yang semakin menambah beban penderitaan masyarakat.
Ini menegaskan kelalaian dan kezaliman penguasa hari ini. Harusnya pemerintah hadir untuk mengakhiri kapitalisasi pendidikan berikut sistem kehidupan sekuler. Dan Sudah saatnya pemerintah hadir secara benar yakni pendidikan harus dikembalikan sebagai hajat hidup bukan komoditas komersial.
Disaat bersamaan menerapkan sistem pendidikan Islam dan keseluruhan sistem kehidupan Islam yang mendukungnya. Niscaya hak pendidikan publik terpenuhi dan kesejahteraan semua individu masyarakat akan terwujud.
Pendidikan gratis dan berkualitas
Fakta sejarah Islam rnembuktikan, bahwa kualitas output pendidikan yang dihasilkan oleh Khilafah telah mendapatkan pengakuan dunia. Menariknya, pendidikan kelas satu seperti itu diberikan dengan gratis kepada seluruh warga negaranya.
Pendidikan gratis tetapi berkualitas dapat terwujud karena Khilafah memiki sumber pendapatan yang sangat besar. Kekayaan milik negara dan milik umum dikelola langsung oleh negara yang hasilnya didistribusikan kepada rakyat melalui pembiayaan pendidikan, kesehatan dan layanan publik yang lain.
Negara juga membangun infrastruktur pendidikan yang lebih dari memadai, serta mampu memberikan gaji dan penghargaan yang tinggi kepada ulama atas jasa dan karya mereka. Dari pendidikan dasar, menengah hingga atas, yang menjadi kewajiban negara, tidak sepeser pun biaya dipungut dari rakyat.
Sebaliknya, semuanya dibiayai oleh negara, baik orang kaya atau miskin, sama-sama bisa mengenyam pendidikan dengan kualitas yang sama. Kewajiban untuk memberikan layanan kelas satu di bidang pendidakan ini benar-benar menjadi tanggung jawab negara. Ini sesuai dengan hadist :
"Imam (kepala negara) adalah penggembala, dan dialah satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap gembalaan (rakyat)-nya." (HR. Al Bukhari).
Kejayaan yang dicapai oleh sistem pendidikan Islam pada masa Khilafah melahirkan cendekiawan di bidang agama, filsafat, sains dan teknologi yang karya-karyanya tidak hanya diakui secara internasional, namun juga menjadi dasar pengembangan ilmu dan pengetahuan dunia hingga saat ini.
Cendekiawan muslim tersebut seperti Imam Syafi’i, Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Al-Kindi, Ibnu Firnas, dll. Dan yang lebih keren lagi, ilmuwan-ilmuwan tersebut juga memahami ilmu agama dan tergolong polymath (ahli dalam banyak bidang ilmu).
Keunggulan-keunggulan lulusan sistem pendidikan Islam tersebut tidak bisa diwujudkan dengan sistem pendidikan Finlandia, Korea Selatan maupun sistem pendidikan lainnya selain Islam.
Kehebatan sistem pendidikan Islam tentu tidak terpisahkan dari sistem Islam secara utuh. Sedangkan sistem Islam itu tidak bisa dilepaskan dari institusi yang menerapkannya, yaitu Khilafah.
Sejarah emas pendidikan, keilmuan dan peradaban seperti yang telah dipaparkan menjadi bukti nyata bahwa kunci kejayaan Islam dan umatnya hanya akan terwujud manakala syariah diterapkan secara total dengan tegaknya kembali Khilafah institusi yang menerapkannya. [syahid/voa-islam.com]