Oleh: Nuraeni E Aswari
"Dalam penataan Tenaga Kerja Asing di Indonesia, pertama saya minta agar proses perizinannya tidak berbelit-belit. Ini penting sekali, sebab keluhan-keluhan yang saya terima perizinannya berbelit-belit" jelas Jokowi di Kantor Kepresidenan setelah membuka rapat terbatas penataan Tenaga Kerja Asing, Jakarta, Selasa, 6 Maret 2018.
Lagi. Rezim Jokowi menunjukkan kedzalimannya melalui pensahan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 ditengah ramainya kasus penistaan syariat Islam, cadar dan adzan yang dilakukan oleh Sukmawati Soekarnoputri. Yang dimana Peraturan Presiden tersebut berisi tentang peraturan baru mengenai dipermudahnya Tenaga Kerja Asing yang masuk ke Indonesia.
Prosedur yang cukup rumit meliputi pengajuan RPTKA (Rencana Pengajuan Tenaga Kerja Asing) maupun IPTA (Izin Penempatan Tenaga Asing) dan vitas Jokowi meminta agar kondisi rumit seperti itu diubah.
Kebijakan ini jelas-jelas menambah beban masyarakat Indonesia khususnya para kepala keluarga yang harus menghidupi keluarganya. Di tengah sedikitnya ketersediaan lapangan kerja, jauh sebelum kedatangan Tenaga Kerja Asing ke Indonesia saja untuk mendapati pekerjaan itu sangatlah sulit apalagi jika sudah ada kemudahan yang diberikan oleh pemerintah terhadap Tenaga Kerja Asing untuk bekerja di Indonesia, semakin besar saja persaingan yang harus dilakukan.
Peraturan Presiden yang baru ini menunjukkan bahwa pemerintah tak memiliki perhatian sama sekali kepada masyarakatnya, angka pengangguran di Indonesia saja masih tak terhitung jumlahnya tetapi pemerintah dengan begitu tega membiarkan Tenaga Kerja Asing untuk bekerja di Indonesia dengan mudahnya.
Peraturan Presiden ini diharapkan bisa mempermudah Tenaga Kerja Asing masuk ke Indonesia yang berujung pada peningkatan investasi dan perbaikan ekonomi sosial (kompas.com)
Jika dalih yang diberikan hanyalah menunjuk pada dua garis besar di atas yakni untuk peningkatan investasi dan perbaikan ekonomi sosial. Maka sebenarnya yang dilakukan oleh pemerintah ini hanya memihak kepada satu kepentingan saja.
Justru dua garis besar di atas dapat ditingkatkan melalui perbaikan Sumber Daya Manusia yang seharusnya diprogramkan oleh Pemerintah bukan dengan mencari jalan pintas semacam ini yang pada akhirnya menyebabkan tak terpenuhinya hak-hak masyarakat.
Belum lagi ada peristiwa lain yang secara kasat mata dapat kita lihat yakni ketidak-adilannya perlakuan terhadap Tenaga Kerja antara Tenaga Kerja Asing yang masuk ke Indonesia dan Tenaga Kerja Indonesia yang masuk ke Luar Negeri.
Dari segi penguasaan bahasa sampai pengajuan RPTKA dirasakan begitu ketat oleh para Tenaga Kerja Indonesia yang akan mengadu nasib di Luar Negeri sedangkan Tenaga Kerja Asing dengan mudahnya bekerja di Indonesia begitu saja.
Mencari pekerjaan pada hari ini dipersulit dengan diharuskannya ada uang masuk, belum lagi berhadapan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang sangat tidak adil dan hanya menguntungkan perusahaan saja, upah yang didapatkan per bulan pun tak setara dengan Upah Minimum Regional seharusnya, pemecatan Karyawan tanpa pesangon. Apakah tidak cukup beban seberat itu ditanggung oleh tiap-tiap masyarakat di Indonesia sampai-sampai Pemerintah membuat aturan sekejam itu.
Padahal Islam memerintahkan Penguasa untuk memenuhi hak-hak masyarakatnya dengan sebaik-baiknya. Menjamin kesejahteraan tiap-tiap masyarakatnya, salah satunya dengan memberi jaminan keleluasaan untuk bekerja, membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk laki-laki mengingat perannya sebagai kepala keluarga juga karena kewajiban mencari nafkah ada padanya.
Lagi-lagi kesudahan untuk beban yang ditanggung oleh masyarakat hari ini adalah syariat Islam. Yang dengan tegaknya akan menciptakan kesejahteraan akan seluruh ummat.
Begitu pun dengan kasus semacam ini, takkan sampai dibiarkan masyarakat kesana-kemari mendapati kesulitan dalam pencarian pekerjaannya yang dapat menimbulkan peningkatan kasus kriminalitas hanya karena ummat tak lagi memandang mana harta yang haram dan mana harta yang halal. [syahid/voa-islam.com]