Oleh: Herliana, S. Pd (Pendidik & Pemerhati Pendidikan)
Bulan Ramadhan telah tiba. Sudah seharusnya umat Islam menjalaninya dengan penuh suka cita, karena bulan ini adalah bulan yang ditunggu-tunggu dan bulan yang penuh ampunan.
Bulan yang melatih umat Islam untuk menahan lapar, dahaga dan segala nafsu. Namun, awal Ramadhan kali ini umat Islam harus kembali merasakan perih dan rasa marah karena agamanya kembali dilecehkan dan dinodai.
Seorang oknum anggota Dokkes Polrestabes Medan, Brigadir TH (31 tahun) ditangkap karena menyobek dan membuang Al-quran ke dalam parit. Aksinya ini terungkap berkat rekaman kamera CCTV Masjid Nurul Iman di RSUP H Adam Malik Medan pada Kamis (10/5/18) dini hari sekitar pukul 02.00 WIB saat membawa istrinya yang akan melahirkan.
Berdasarkan pemeriksaan, TH mengaku mendapat bisikan untuk melakukan aksi tersebut, Selain itu, penyidik yang telah menerima rekam medis juga menyebutkan TH memiliki riwayat sakit jiwa. (REPUBLIKA.CO.ID)
Mudahnya seseorang melakukan tindak penodaan agama (baca: Islam) dan setelah dilakukan pemeriksaan ternyata pelakunya mengalami gangguan kejiwaan, harusnya menjadi tanda tanya bagi kita, apakah status gila menjadi hal yang dimaklumi dan akhirnya kasus ditutup? Karena sebelum ini ada juga kasus penyerangan dan penusukan ulama di Depok oleh seorang wanita yang di duga gila. (Republika.co.id)
Dua tahun lalu kasus pelecehan agama yang dilakukan oleh pejabat publik Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok juga membuat geram kaum muslimin karena pihak pemerintah menganggap remeh kasus dan pelaku cukup meminta maaf. Sehingga masyarakat menuntut keadilan untuk menindak pelaku sebagai upaya menjaga kemuliaan Islam dan pemberian efek jera bagi yang lain.
Kalangan artis pun turut terseret dalam daftar nama pelaku pelecehan agama. Sederetan nama-nama artis komedian seperti Ge Pamungkas, Joshua Suherman, dan Uus dengan enteng menghina Islam lewat leluconnya dan dianggap selesai dengan meminta maaf kepada publik. (Islampos.com)
Banyaknya bermunculan para penista Islam yang “diabaikan”, serta tidak adanya tuntutan menunjukan hukum yang berlaku masih lemah dan tidak memberikan efek jera. Dalam Islam, ada ketentuan hukum bagi pelaku penistaan agama secara terang-terangan. Disebutkan dalam kitab Nizhâm al-’Uqûbât karya syeikh Taqiyuddin An-Nabhani dijelaskan beberapa tindakan yang dikategorikan menodai agama Islam beserta sanksi yang dapat diterapkan negara atas pelakuknya:
a) orang yang melakukan propaganda ideologi atau pemikiran kufur diancam hukuman penjara hingga 10 tahun. Jika ia seorang Muslim maka sanksinya adalah sanksi murtad, yakni dibunuh;
b) orang yang menulis atau menyerukan seruan yang mengandung celaan atau tikaman terhadap akidah kaum Muslim diancam 5-10 tahun. Jika celaan tersebut masuk dalam kategori murtad maka pelakunya (jika Muslim) dibunuh;
c) orang yang melakukan seruan pemikiran kufur kepada selain ulama, atau menyebarkan pemikiran kufur melalui berbagai media, dipenjara hingga 5 tahun;
d) orang yang menyerukan seruan pada akidah yang dibangun atas dalil zhann atau pemikiran yang dapat mengakibatkan kemunduran umat Islam dicambuk dan dipenjara hingga 5 tahun;
e) orang yang meninggalkan shalat dipenjara hingga 5 tahun; jika tidak berpuasa tanpa uzur, ia dipenjara dua bulan dikalikan puasa yang ia tinggalkan; dan orang yang menolak menunaikan zakat, selain dipaksa membayar zakat, ia dipenjara hingga 15 tahun.
Pada masa pemerintahan Islam, aturan di atas telah ditegakkan oleh Nabi saw. dan para Khalifah setelahnya. Jabir ra. berkata, “Ummu Marwan telah murtad. Lalu Rasulullah saw. memerintahkan untuk menawarkan Islam kepadanya. Jika ia bertobat maka diterima, namun jika tidak maka ia dibunuh.” (HR al-Baihaqi dan ad-Daruquthni).
Umar bin Abdul Aziz misalnya, pernah mendebat dan menyadarkan Ghilan ad-Dimasyqi, seorang tokoh Qadariah yang berpendapat bahwa tidak ada takdir Allah dan Allah tidak bersemayam di atas ’Arsy. Namun, pada masa Hisyam bin Abdul Malik, orang tersebut kembali menyebarkan idenya. Setelah mendapatkan bantahan dari Khalifah dan Imam al-Auzai, sementara ia tetap kukuh dengan pendapatnya, maka ia pun dibunuh dan disalib.
Begitulah islam dalam menindak tegas bagi pera pelaku pelecehan agama baik muslim maupun non muslim agar kemuliaan agama Allah terjaga. Dimata Islam semua dianggap sama yaitu dilarang memperolok-olok agama. Allah SWT berfirman:
“dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan” (TQS. Al-An’am : 108).
Kita berharap tindak semacam ini tidak terulang lagi dan umat Islam dapat beribadah dengan khusyuk di bulan Ramadhan ini. Hanya dengan Islam umat kembali mulia.Wallahua’alam bi shawab. [syahid/voa-islam.com]