Sahabat VOA-Islam...
Terorisme yang disangkut-pautkan dengan Islam kembali terjadi. Bom bunuh diri yang diduga dilakukan oleh satu keluarga di tiga gereja (Gereja Santa Maria Tak Bercela di Ngagel, Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuno, dan Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro) menjadi salah satu premis untuk menarik kesimpulan bahwa lagi-lagi kasus pengeboman alias terorisme dilakukan oleh muslim taat.
Menurut salah satu berita yang beredar, subuh sebelum kejadian, anak laki-laki terduga pelaku pengeboman berpelukan sambil menangis dengan ayahnya seusai sahalat subuh berjamaah di mushala dekat rumahnya (liputan6.com/16/5/2018).
Peledakan bom atas nama jihad fii sabilillah dan mengaharap ridho Allah ta’ala menjadi dugaan terkuat motif mereka melakukan tindakan ini. Terlepas apa motif sebenarnya, siapa dalang dari semuanya dan siapa penyemai paham jihad yang salah pada mereka tidak pernah jelas.
Ini bukan kali pertama, tapi sudah menjadi kasus yang kesekain kalinya. Ketergesa-gesaan dalam mengaplikasikan ilmu dan tiadanya adab dalam setiap ilmu menjadi celah seseorang untuk bertindak gegabah dan bahkan besar kemungkinan bertindak sesuatu yang dimurkai Allah.
Adab menuntun dan menuntut seseorang untuk bersabar dalam ilmu baik itu sudah dimengerti ataupun masih akan dipelajari. Adab pula yang membuat seseorang untuk mengutamakan humanisme dibanding dengan kepiawaian akal dalam penyerapan ilmunya.
Pemahaman Jihad yang Miskin Adab
Dalil jihad yang banyak digunakan oleh sebagian kalangan untuk menghalalkan penumpahan darah pada orang lain atas nama Allah dan RasulNya menjadi hal yang menyedihkan. Karena seolah-olah agama –utamanya Islam- memotivasi orang untuk melakukan tindakan keji.
Ayat-ayat tentang qital pun turut disadur untuk melegalkan pembunuhan terhadap manusia lainnya. Padahal, jikalau seseorang mau bersabar dalam menuntut ilmu, maka ia akan memahami dalil-dalil lainnya yang menjadi eksepsi tentang tidak bolehnya asal bunuh orang lain.
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya” (Al-Maidah :32)
Tsaqafah (ilmu/wawasan) jihad dan qital memang ada dalam Alquran dan As Sunnah, namun lebih dari itu, ada adab yang harus dimengerti dalam pelaksanaanya. Maka adab tentang jihad dan qital harus dimengerti terlebih dahulu sebelum melakukannya. Dan ini menjadi sebab pentingnya adab sebelum ilmu yang seringkali dibahas dalam berbagai kajian keislaman.
Pentingnya adab yang harus menyertai saat seseorang belajar suatu ilmu akan menjadi jalan berkahnya ilmu yang ia pelajari hingga bisa menjadi cahaya yang menerangi kehidupannya. Inilah yang seringkali dilupakan dan diabaikan oleh sebagian besar orang ketika menuntut ilmu agama dan ilmu lainnya.
Mengapa selalu harus belajar adab sebelum mempelajari ilmu?
Pertama, adab adalah sikap, norma, tatacara, dan akhlak yang harus dilakukan sebelum dan selama seseorang mencari ilmu. Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berpesan pada salah seorang pemuda Quraisy, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.” Seluruh ilmu akan didapatkan jika adab-adab dalam mempelajari ilmu diperhatikan dan diamalkan. Beberapa adab dalam menuntut ilmu antara lain :
Dan benar saja, perkara adab memiliki porsi keutamaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu yang akan diperlajari. Abdullah bin Al-Mubarak Rahimahullah Ta’ala berkata : “Hampir saja adab menjadi dua pertiga ilmu. (Sifatush Shafwah 4/145)
Kedua, adab menjadi salah satu sebab merasuknya ilmu dan barokahnya ilmu pada diri seseorang. Yusuf bin Al Husain berkata,” Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu”. Keberadaan adab ini juga menjadi salah satu doa Nabi Saw.
“Ya Allah, tunjukilah padaku akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau. Dan palingkanlah kejelekan akhlak dariku, tidak ada yang memalinggkannya kecuali Engkau.” (HR. Muslim no. 771, dari ‘Ali bin Abi Tholib)
Dalam islampun, jihad dan perang memiliki adab yang tidak bisa dikesampingkan. Sehingga jika seorang muslim melakukan tindakan keji seperti melakukan tindakan kerusuhan, pengeboman dan lain-lain yang menyebabkan orang lain tidak tenang, maka besar kemungkinan al adab al ilmu nya belum dimengerti, bahkan cenderung diabaikan. Adab dalam berjihad antara lain; tidak merusak fasilitas umum, tidak melukai penduduk sipil, tidak melukai perempuan dan anak-anak.
Oleh karena itu, pahamilah adab sebelum berilmu, iringilah akhlak dalam menggenggam ilmu. Islam adalah Ad-diin yang sempurna, mengajarkan manusia menjadi sebaik-baiknya manusia, bukan justru menjadikan manusia menjadi musuh bagi manusia lainnya, pun menjadi ketidaktenangan umat manusia. Wallahu alam bi ash-shawab. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Meyra Kris Hartanti, S.KM, Blogger dan Pemerhati Remaja