View Full Version
Jum'at, 22 Jun 2018

Rezeki yang Melupakan Ibadah

Oleh: Asma Ridha

"Maaf, demi keselamatan penumpang saya tidak berpuasa". 
"Saya kuli bangunan, bekerja di terik matahari. Demi menafkahi keluarga saya rela tidak berpuasa"
"Saya lagi sibuk banget, ndak sempat shalat"

Masih banyak alasan lain yang terlontar dari lisannya seorang muslim. Baik mereka yang berdasi sampai yang mengenakan handuk di lehernya. Baik yang memakai sepatu kece sampai yang hanya menggunakan sendal jepit biasa. Hampir semua kalangan baik dari sarjana kosong sampai sarjana tingkat tiga alias S3 dan seterusnya sangat berat menjalankan ibadah.

Jangankan berpuasa, shalat saja nyaris tidak pernah dilakukannya.  Ibarat pepatah yang viral di kalangan kaum lelaki Aceh: "Shalat wajeb bak uroe jumat, shalat sunnah bak uroe raya (baca : Shalat wajib di hari jum'at, shalat sunnah di hari raya)" dan ini penyakit yang akut pada kaum lelaki kebanyakan. Sekalipun kaum hawa juga mempunyai penyakit yang sama.

 

Hakikat Rezeki

Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: "Sesungguhnya seorang manusia kerap terhalang dari rezeki disebabkan dosa yang dilakukannya." (HR. Ibnu Majah).

Ibadah pada dasarnya justru pembuka pintu rezeki, ketika seorang anak manusia terus menerus meninggalkan ibadahnya, maka disitulah letak kemiskinanya. 

Dalam redaksi yang lain Rasulullah SAW juga menegaskan:

"Tidak dapat menambah usia kecuali kebaikan. Tidak bisa menolak ketentuan (takdir) kecuali doa. Sesungguhnya seorang manusia kerap terhalang dari rezeki disebabkan dosa yang dilakukannya."

Tidak ada manusia hidup di dunia tanpa dilengkap rezeki. Allah SWT menjaminnya:

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ۖ هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَفْعَلُ مِنْ ذَٰلِكُمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ

"Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali)." (Q.S. Ar-Ruum: 40)

Rasulullah SAW juga mengingatkan kita :

"Wahai sekalian manusia, takutlah kepada Allah dan lakukanlah keanggunan dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya jiwa manusia tidak akan mati sehingga disempurnakan rezekinya, walaupun ia lamban dalam bergerak mencarinya. Takutlah kepada Allah dan lakukanlah keanggunan dalam mencari rezeki. Ambillah rezeki yang halal dan tinggalkanlah rezeki yang haram." (H.R. Ibnu Majah dan Al-Hakim)

Dalam syair Arab dikatakan:

Jika kamu berada dalam suatu nikmat maka peliharalah nikmat itu. Sesungguhnya kema’shiatan bisa melenyapkan nikmat-nikmat itu.

Demikianpula ada hadits panjang yang cukup jelas menjabarkan tingkat rezeki :

"Suatu ketika Nabi SAW dan para sahabat melihat ada seorang laki-laki yang sangat rajin dan ulet dalam bekerja, seorang sahabat berkomentar: "Wahai Rasulullah, andai saja keuletannya itu dipergunakannya dijalan Allah.” Rasulullah saw menjawab: “Apabila dia keluar mencari rezeki karena anaknya yang masih kecil, maka dia dijalan Allah.

Apabila dia keluar mencari rejeki karena kedua orang tuanya yang sudah renta, maka dia dijalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena dirinya sendiri supaya terjaga harga dirinya, maka dia dijalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena riya’ dan kesombongan, maka dia di jalan setan.”
(Al-Mundziri, At-Targhîb wa At-Tarhîb).

Muhammad bin Ismail menceritakan kepada kami. Abu Nu'aim menceritakan kepada kami, Ubadah bin Muslim menceritakan kepada kami, Yunus bin Khabbab menceritakan kepada kami, dari Sa'id AthTha'i Abu Al Bakhtari, ia berkata: Abu Kabsyah Al Annamari menceritakan kepadaku, ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda :

"Ada tiga macam yang aku bersumpah atasnya. Aku akan memberitahukan sebuah hadits kepada kalian, maka hafalkanlah!". Beliau melanjutkan, "Tidak akan berkurang harta seseorang karena sedekah. Tidaklah seseorang dizhalimi dengan suatu perbuatan zhalim, lalu ia bersabar atas kezhaliman tersebut, malainkan Allah akan menambahkan kemuliaan pada dirinya.

Tidaklah seseorang membukakan pintu meminta-minta, melainkan Allah akan membukakan baginya pintu kefakiran — atau dengan redaksi kalimat yang serupa dengan ini —. Aku akan memberitahukan sebuah hadits kepada kalian, maka hafalkanlah!". Beliau melanjutkan, "Sesungguhnya dunia itu untuk empat macam orang, yaitu:

Seorang hamba yang diberi rezeki oleh Allah berupa harta dan ilmu, lalu ia bertakwa dengannya kepada Rabbnya dan terus menjalin hubungan silaturahim, serta menyadari bahwa ada hak Allah pada rezekinya itu. Ini adalah derajat (kedudukan) yang paling utama.

Kemudian seorang hamba yang dikaruniai ilmu pengetahuan namun tidak dikaruniai harta. Lalu dengan niat yang benar (tulus) dia berkata, 'Seandainya aku memiliki harta, maka aku akan melakukan amal (kebaikan) seperti amal yang dilakukan oleh si Fulan. Ia akan mendapat ganjaran (pahala) dengan niatnya itu. dan ganjaran keduanya (dirinya dengan si Fulan) sama.

Kemudian, seorang hamba yang diberikan rezeki berupa harta oleh Allah namun tidak dikaruniai ilmu. Lalu dia membelanjakan hartanya itu tanpa menggunakan ilmu, tidak bertakwa kepada Rabbnya, dan tidak menyambung hubungan silaturahim, serta tidak menyadari bahwa ada hak Allah pada hartanya itu. Maka. orang seperti ini mendapatkan kedudukan (derajat) yang paling buruk.

Kemudian, seorang hamba yang tidak diberikan rezeki berupa harta dan tidak dikaruniai ilmu oleh Allah. Lalu dia berkata, 'Seandainya aku memiliki harta maka aku akan melakukan amal perbuatan (dosa) seperti si Fulan.' Maka, dengan niatnya ini dia akan mendapatkan dosa, dan dosa keduanya (dirinya dan si Fulan) sama "Shahih: Ibnu Majah (4228).

Dan rezeki terburuk yang Allah SWT berikan kepada hamba-Nya yang tetap dalam kemaksiatan dan mengabaikan perintah Allah SWT adalah sebagaiman penegasan Rasulullah SAW dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ

“Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad 4: 145. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lain).

Nah, sekarang bagaimana pilihan kita? Mengejar rezeki yang mana yang hendak kita tuju? kemewahan dunia ataukah bekerja hanya sekedar untuk hidup didunia, dan tujuan kita terakhir adalah negeri Akhirat? Meremehkan/meninggalkan sholat fardlu, meninggalkan kewajiban puasa ramadhan, kewajiban bwrdakwah hanya demi profesionalisme?

Ataukah hanya ke Masjid saja dengan meninggalkan bekerja mencari Nafkah? Ataukah bekerja mencari nafkah namun perintah Allah SWT tetap dilaksanakan? Semua pilihan adalah tergantung Anda, karena kita semua bertanggung-jawab kelak dihadapan Allah SWT.

Ibadah  yang Allah perintahkan, semata-mata manusia yang membutuhkannya, agar hidup terarah dan jelas apa tujuannya. Ketika tidak melakukannya, sungguh yang merugi adalah manusia itu sendiri. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version