Oleh: Dee AN (Ibu Rumah Tangga)
Nama salah satu guru besar Universitas Diponegoro, Semarang Jawa Tengah menjadi viral akhir-akhir ini. Seiring dengan viralnya status-status beliau di salah satu media sosial.
Dan lebih menjadi viral lagi ketika Rektor Undip memanggil beliau untuk disidang etik, lantaran ketegasan Beliau yang menyebutkan bahwa pancasila tidak bertentangan dengan khilafah (yang kini juga sedang dikriminalisasi, padahal khilafah adalah ajaran islam).
Ketegasan beliau tersebut berujung dengan dibebastugaskannya beliau dari posisi sebagai Kepala Prodi Magister Ilmu Hukum Undip, Ketua Senat FH Undip dan anggota Dewan Senat. Anehnya beliau adalah sorang guru besar yang sudah 24 tahun mengajarkan pancasila, tetapi dituduh anti pancasila!.
Tak hanya beliau, masih ada beberapa akademisi ASN (Aparat Sipil Negara) di beberapa universitas lain yang menjadi incaran pemerintah atas nama bela pancasila karena ketegasan mereka dalam membela dan mendakwahkan ide bahwa khilafah ajaran islam. Apakah ini salah?.
Jika kita mau berfikir kembali, di negeri berkembang yang dihuni kurang lebih 250 juta jiwa, negeri kita masih sangat jauh ketinggalan dari negeri-negeri lainnya meskipun disokong dengan SDM yang berlimpah, dan juga SDA yang tumpah ruah.
Betapa masih banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi karena ketidakpakaran SDM yang ditempatkan dibidangnya. Sehingga negeri ini tak pernah memberikan solusi yang pasti bagi rakyatnya, satu solusi, mematikan sisi yang lainnya. Dan sungguh, gambaran solusi tersebut tak akan mampu untuk memuaskan manusia.
Maka, disinilah pentingnya SDM ahli yang akan membangun negeri ini melalui pemikiran cemerlang, dengan solusi fundamental bukan pragmatis semata. Tentunya, siapa lagi jika bukan akademisi ahli?. Terutama akademisi ahli yang obyektif dalam melihat permasalahan, tanpa inginkan jabatan kekuasaan.
Akademisi yang ikhlas lillahi ta’ala untuk membangun negeri. Merekalah oase di padang pasir bagi negeri ini. Merekalah yang membantu negeri ini untuk berlari menyongsong kesejahteraan hakiki yang selama ini masih sekedar menjadi mimpi yang hampir-hampir tidak mungkin terealisasi bagi penduduk negeri ini.
Pemerintah harusnya juga legowo menerima masukan-masukan dari SDM ikhlas, terutama akademisi ahli di bidangnya, demi terlaksananya kehidupan yang manusiawi untuk rakyatnya. Dengan begitu fungsi akademisi salah satunya sebagai konstruktor peradaban akan membantu negeri ini keluar dari keterpurukan. Bukannya geruduk sana sini yang berlainan opini. Justru yang seperti itu akan menjadikan negeri ini stagnan, bahkan jatuh dalam keterpurukan.
Jikalah perguruan tinggi pencetak akademisi pembangun negeri dipersekusi, SDMnya dikapitalisasi hanya untuk kepentingan materi, lantas kepada siapa negeri ini akan terbantu untuk berbenah? [syahid/voa-islam.com]