Oleh: Ririn Umi Hanif (Gresik)
Fenomena generasi Alay di Negeri ini sudah sangat mengerikan. Dulu sebelum zaman boomingnya Aplikasi Alay, anak-anak Alay paling hanya mengekspresikan kealayannya dengan berfoto Alay, menulis alay, berbahasa alay dan hadir ke acara2 musik. Tapi semenjak era aplikasi Alay bertebaran, kealayan generasi muda negeri ini semakin menjadi.
Mereka meyakini bahwa, semakin alay, semakin lebay, semakin norak, semakin terlihat bodoh maka mereka akan semakin terkenal dengan instant. Ditunjang dengan banyaknya aplikasi Alay terutama satu yg sedang ngehits itu, maka Alayer Alayer baru pun bermunculan dengan tujuan mencari sensasi agar terkenal.
Nah, salah satu aplikasi alay yang lagi nge’Hits” adalah aplikasi Tik-tok. Adapun yang lagi viral dari aplikasi Tik Tok saat ini adalah munculnya seorang anak laki-laki yang bernama Prabowo atau yang lebih dikenal dengan Bowo. Sosok Bowo inilah yang telah membius gadis2 remaja tanah air, menjadikannya sebagai idola baru mereka.
Bahkan saking ngefansnya dengan Kak Bowo ini (pinjam panggilan para fans nya), mereka mau melakukan apapun untuk idolanya ini. Bisa dilihat dari banyaknya komentar di postingan-postingan yang ada, yang bikin kita geleng-geleng kepala atau ngelus dada sambil beristighfar.
Dalam sebuah screenshoot percakapan mereka mau buat Agama baru dan B jadi Tuhannya. Astaghfirullah, lalu ada yang rela menjual Ibunya demi bertemu B, dan yang parah lagi ada yang rela menyerahkan keperawanannya. Na’udzubillah. Ini bukan lucu-lucuan, karena obrolannya sudah mencakup konten yang serius, Agama, Ortu dan kehormatan.
Sempat diblokir oleh Menkominfo, tapi apa benar aplikasi ini akan terkubur selamanya? Karena selang sehari sari pengumuman pemblokiran, ketika bos besar tik–tok berkunjung ke Indonesia, Menkominfo kembali mengumumkan, bahwa tik–tok akan bisa eksis kembali dengan syarat. Sampai kapan? Inilah yang terus kita khawatirkan. Karena setiap kebijakan di negeri ini, telah jamak diketahui, bisa berubah meski di malam hari.
Sungguh di negeri ini sekarang, para pemudanyapun terdikotomi, terutama di dunia maya. Ada pemuda yang sangat antusias kepada ketaqwaan, hijrah, rajin menghadiri kajian, menghiasi lini masa medsosnya dengan kebaikan2, tapi juga pemuda Alay yang mengisi medsosnya dengan “sampah”, yang penting dapat banyak like, nambah followers dan syukur2 bisa diendorse serta masuk TV.
Kreatif itu identik dengan prestasi. Kemana anak-anak berprestasi negeri ini, hingga media malas meliputnya, apa karena kurang menjual, ratingnya ga bagus kalau meliput yang agak serius apalagi berprestasi dalam bidang agama, juara tahfidzul Qur’an misalnya.
Semua itu tidak lain karena saat ini kita dikepung oleh pemikiran sekuler-liberal yang mengusung ide memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga jadilah Islam itu hanya jadi agama yang mengurusi ibadah ritual saja, seperti sholat, puasa, zakat atau haji. Diluar itu, Islam ditinggalkan sehingga hidup menjadi bebas semaunya.
Kondisi ini mengharuskan kita melakukan usaha lebih serius untuk melindungi bahkan ada yang sampai taraf mengobati generasi kita. Dan itu tidak hanya bisa diserahkan kepada satu pihak, tapi harus ada sinergi dengan banyak pihak, yakni pilar – pilar pengokoh masyarakat. Keluarga, khususnya orang tua, kemudian kontrol yang kuat dari masyarakat serta keseriusan negara mengatasinya.
Bagi para pemuda generasi penerus, sebagai pemuda Islam harusnya kalian menjadikan islam sebagai pandangan hidup, sebagai tolok ukur dalam melakukan perbuatan. Bukan mengikuti trend atau yang lagi viral. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Isro' ayat 36 yang artinya:
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban. (QS. Al Isro': 36)
Begitu pula Rasulullah bersabda yang artinya:
"Barangsiapa meniru-niru suatu kaum, maka dia termasuk golongan kaum tersebut. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Abi Syaibah)
Bagi orang tua, marilah kita lebih care kepada pergaulan anak2 kita terutama di dunia maya. Pantau terus isi smartphone mereka. Awasi medsos mereka. Periksa chat-chat, gallery dan juga apliaksi apa yang di install anak-anak kita. Buat satu waktu dalam sehari, dimana keluarga harus berkumpul tanpa gadget. Bermain, berbincang, membaca, mengaji dan banyak hal positif lain yang bisa dilakukan. Anak-anak kita sejatinya ingin diperhatikan, ingin dimanja.
Ingat, kebanyakan anak Alay adalah anak2 yang kurang perhatian orangtuanya, mereka lebih sibuk dengan dunia mayanya hingga mereka lupa bahwa mereka punya dunia nyata yang seharusnya tidak mereka tinggalkan.
Bagi masyarakat secara umum, kehidupan individualis, telah banyak mencabut rasa kepedulian kita. Mari kita sekarang lebih peka dan peduli. Meski mereka bukan anak kita sendiri, namun tidakah kita sadari bahwa bahaya menjadi generasi alay adalah ancaman bagi anak – naka kita, jika kita tidak ada upaya menghilangkannya.
Bagi negara, pemerintah sebagai representasi dari negara, harus menganggap ini masalah serius. Akankah pemerintahan negri ini diserahkan kapada generasi alay? Mari buat acara yang lebih memfasilitasi mereka yang kreatif penuh prestasi.
Hargai, sehingga generasi kita berkiblat kepada ilmu dan prestasi. Sungguh generasi adalah aset bangsa, di pundak mereka masa depan negeri ini berada. Sungguh, mengurus mereka adalah lebih utama, dari sekedar menang pilkada. [syahid/voa-islam.com]