View Full Version
Rabu, 18 Jul 2018

Cabut Subsidi Tabung Melon, Solusi atau Ilusi?

Oleh: Ummu Alfath

Adanya kenaikan harga barang di Indonesia kini menjadi hal yang biasa dan bukan hal yang tabu. Janji pemerintah Jokowi tidak akan ada kenaikan BBM hanyalah angin lalu.

Dipastikan oleh Plt Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, (Elpiji non subsidi jadi dijual) per 1 Juli 2018. (Teknisnya) ya dijual aja tapi ini tidak disubsidi," ujarnya saat ditemui Detik dalam acara halalbihalal di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (22/6/2018). Nicke menambahkan, elpiji ini nantinya akan dijual bebas kepada masyarakat. Artinya baik masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) maupun yang mampu bisa membelinya.

Menurutnya, alasan menjual tabung gas 3 kg nonsubsidi, adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang mampu. Khususnya bagi mereka yang tinggal di apartemen dan terbiasa dengan hidup praktis. Meskipun menjual elpiji 3 kilogram nonsubsidi, namun perseroan sama sekali tidak akan mengurangi kuota tabung gas subsidi kata Nicke.

Luar biasa memang kreatifitas pembuat kebijakan negeri ini dalam mengatur urusan energi. Banyak ragam cara sudah dilakukan dalam mendistribusikan energi yang membuat masyarakat pasrah bahwa energi bukan barang yang murah. Termasuk dengan kebijakan terbaru, menjual gas elpiji 3 kg dengan istilah harga jual non subsidi. Yang tentu saja lebih mahal daripada tabung LPG (melon) 3 kg.

Syariat Islam yang diturunkan dari Allah swt Sang Pencipta tentulah lengkap hingga mengatur urusan  bahan baku energi. Islam menetapkan bahwa barang tambang adalah jenis barang milik umum yang artinya migas bukanlah aset milik negara, bukan pula aset milik korporasi yang boleh dimiliki segelintir orang atau pengusaha.

Migas termasuk LPG di dalamnya, adalah sumber daya alam milik umat yang harus diberikan kepada umat hasil pengelolaannya. Masyarakat berhak untuk menikmatinya karena mereka adalah pemilik sejatinya. Menghalangi atau memberatkan masyarakat untuk menikmati barang miliknya adalah kezaliman yang besar, yang harus dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.

Jika yang menjadi alasan adalah defisit anggaran negara karena subsidi LPG melon dianggap salah sasaran, kelangkaan energi dst, kenapa tidak diselesaikan dari akar masalah? kenapa justru masyarakat luas dipaksa berpindah ke LPG tanpa mempertimbangkan kapasitas kilang minyak di Indonesia yang melimpah ini? Sehingga harus mengirim minyak mentah ke Singapura untuk diolah menjadi LPG. Sehingga harganya menjadi mahal.

Kenapa tidak mengembangkan sendiri infrastruktur untuk energi kalau rezim ini menggadang-gadangkan pembangunan infrastruktur? Kenapa tidak mengembangkan energi alternatif baru/terbarukan.

Faktanya Allah SWT telah menciptakan berbagai macam bentuk sumber energi di Indonesia dengan deposit yang besar. Kesalahan pengelolaan energi di Indonesia adalah ketika pembuat kebijakan di negeri ini berpandangan ala neoliberalisme kapitalisme. Bahwa semakin kecil intervensi negara, maka akan muncul produk terbaik dengan harga termurah (invisible hand theory).

Pihak asing diundang dalam pengelolaan energi di Indonesia, karena meski teknologi belum siap tapi berambisi meraup keuntungan dari energi. Akhirnya 85% lebih tambang migas dikuasai asing, sementara lingkungan rusak parah, transfer teknologi tidak terjadi, hutang makin bertumpuk.

Migas bukan milik negara sebagaimana pasal 33 UUD '45, bukan pula milik korporasi/privat sebagaimana prinsip neoliberalisme. Migas adalah milik umat, sebagaimana hadits Nabi saw yang artinya: kaum muslimin berserikat dalam 3 hal, air, padang gembalaan, dan api.

Dibutuhkan mindset baru dalam pengelolaan energi di negri ini. Dibutuhkan negara yang berpandangan bahwa hubungan mereka dengan rakyat adalah melayani, bukan berbisnis.

Dibutuhkan negara yang menolak skenario asing, menindak spekulan, membuat tata kota dan perilaku yang tidak boros energi. Negara yang aktif mengembangkan riset energi alternatif. Dan Negara yang berlandaskan atuan Islam yang tegak diatas manhaj kenabian, adalah jawaban dari semua itu. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version