View Full Version
Jum'at, 24 Aug 2018

Beratnya Amanah, Kau Akan Sulit Memikulnya

Oleh: Didah Al-Husna
 
 
 
Ketika hidup di dunia, seseorang pasti mendapat amanah. Amanah berupa diri pribadi, keluarga, ataupun jabatan. Bahkan menjalani kehidupan di dunia adalah amanah yang harus dijalankan manusia.
 
Amanah menjalani kehidupan adalah untuk melaksanakan kewajiban syari’at yang Allah bebankan kepada hamba-Nya. Tentu sangat berat untuk ditunaikan oleh manusia. Allah telah menawarkan kepada langit, bumi, dan gunung. Ternyata semua enggan memikulnya. Karena beratnya pertanggungjawaban di hari Kiamat kelak.
 
Allah ta’ala berfirman :
 
ﺇِﻧَّﺎ ﻋَﺮَﺿْﻨَﺎ ﺍْﻷَﻣَﺎﻧَﺔَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻷﺭْﺽِ ﻭَﺍﻟﺠِﺒَﺎﻝِ ﻓَﺄَﺑَﻴْﻦَ ﺃَﻥْ ﻳَﺤْﻤِﻠْﻨَﻬَﺎ ﻭَﺃَﺷْﻔَﻘْﻦَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻭَﺣَﻤَﻠَﻬَﺎ ﺍﻹِﻧْﺴَﺎﻥُ ﺇِﻧَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﻇَﻠُﻮْﻣًﺎ ﺟَﻬُﻮْﻻَ
 
“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi, gunung-gunung. Maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu, mereka khawatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72).
 
Sejatinya, kesanggupan manusia memikul tanggung jawab berat ini adalah tindakan membahayakan. Karenanya manusia disebut makhluk yang menzolimi diri sendiri dan jahil. Tidak sadar dengan kemampuannya sendiri. 
 
Namun manusia dapat bangkit dan mengambil petunjuk langsung dari Sang Pencipta. Tunduk patuh kepada kehendak Allah dengan kepasrahan sepenuh jiwa. Ketika itulah manusia telah sampai pada kedudukan yang mulia. Menjelma istimewa di antara makhluk Allah lainnya. Semua karena ketaatan pada Allah semata.
 
Menjaga dan menunaikan amanah tentu sangat berat. Terlebih amanah kepemimpinan. Maka sejatinya tidak akan ada yang berlomba-lomba untuk mendapatkan amanah ini. 
 
Sungguh berbanding terbalik dengan kondisi saat ini. Begitu banyak yang berambisi untuk jadi pemimpin. Karena bagi mereka, jabatan bukan lagi sekadar amanah. Tapi sebuah kebanggaan dan kesuksesan. 
 
Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum Muslim, kemudian ia mati. Sedangkan ia menelantarkan urusan tersebut, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya." (HR al-Bukhari dan Muslim).
 
Hadis ini merupakan ancaman bagi siapa saja yang diserahi Allah mengurusi kaum Muslim. Baik urusan agama maupun dunia. Kemudian ia berkhianat. Karena itu, Islam juga mendorong untuk senantiasa berlaku adil. Pemimpin yang zolim adalah seburuk-buruk pemimpin.
 
Bisakah pemimpin yang adil lahir dalam sistem demokrasi yang rusak seperti sekarang? Saat trik dan intrik politik begitu kental. Bahkan jalan untuk menjadi pemimpin sudah diawali dengan drama. Juga kampanye bermodal besar, meniscayakan berbagi kursi saat kelak menjabat. Tanpa peduli kapasitas dan kemampuan.
 
Hanya dalam sistem Islam pemimpin adil itu bisa hadir. Pemimpin yang sadar, bahwa jabatan adalah amanah. Tugas berat yang harus dipertanggungjawabkan pada-Nya. Mereka akan mengikuti petunjuk Allah dalam mengatur urusan rakyat. Menjaga hak-hak rakyat. Melindungi akidah, harta, jiwa, dan kehormatan kaum muslimin. Menerapkan aturan Islam semata, bukan yang lain. Wallahua'lam. (rf/voa-islam.com)
 
*Penulis adalah Anggota Komunitas Persembahan Untuk Islam.

latestnews

View Full Version