SUNGGUH aneh tapi nyata, di negeri yang mayoritas muslim kini diributkan dengan persoalan isi ceramah Ustad. Ustad yang menjadi idola masyarakat, Abdul Somad lagi-lagi menerima ancaman dan intimidasi. UAS mengklaim mendapat ancaman dari sejumlah daerah untuk acara tausiyahnya. Kini ancaman itu terjadi di Grobongan, Kudus, Jepara dan Semarang. Ia pun memilih membatalkan beberapa janji untuk memberikan ceramah, diungkapkan diakun Instagram dan facebooknya @ustadabdulsomad.
Pro kontra yang terjadi ditengah masyarakat, diduga karena ceramah UAS berbau politik. Kepolisian Resor Tangerang Selatan memberikan catatan agar ceramah UAS tidak mengandung unsur politik praktis dan hanya berfokus pada agama.
Hal ini diperjelas lagi dari ungkapan Ferdy Irawan (Kapolres Metro Tangerang Selatan AKBP), “ Yang jelas kami sudah ingatkan panitia agar dalam ceramah jangan membahas politik, murni masalah keagamaan. Kalau acara keagamaan pasi kami berkenan izin dengan catatan tidak ada politik.” Peristiwa ini tentunya sangat menyayat hati masyarakat, terutama umat muslim.
Adanya pembatasan isi ceramah para ustad, hal ini telah mengekang umat muslim untuk menyampaikan isi agama yang diyakininya. Agama selalu menjadi isu seksi dalam sebuah kontestasi politik. Kebebasan dalam berakidah yang disanjung-sanjung oleh demokrasi bagaikan tong kosong nyaring bunyinya. Hal ini sungguh mengherankan Negeri yang mayoritas muslim tidak menginginkan rakyatnya sholeh sholeha.
Jauhnya manusia dari agama ternyata ini yang menjadi biang kerusakan dan keterpurukan manusia. Nyatanya hari ini banyak remaja yang melakukan pergaulan bebas, pencurian meraja lela, maraknya pemerkosaan, banyak anak yang putus sekolah dan sulitnya pemenuhan kebutuhan hidup. Tentu kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan, harus dicari solusi yang menuntaskan yakni solusi ideologis. Pada solusi ini kita mencari akar masalahnya, mengurainya dan mencari solusi fundamentalnya.
Demokrasi yang melahirkan harus dipisahkannya antara agama dari kehidupan ini ternyata telah melahirkan cara politik yang sembrono. Para politikus menggunakan haknya untuk meraih kekuasaan tanpa memikirkan dampaknya bagi rakyat. Wajar, jika politik disifati kedustaan, tipu daya dan tindakan sembrono para politisi dan penguasa dalam mengurusi masyarakat. Akibatnya penguasa memusuhi rakyatnya, hal ini memicu bahwa politik harus dijauhkan dari agama (Islam) dan pemuka agama dilarang berbicara politik. Sementara Islam sangat jelas bagaimana mengatur cara berpolitik.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para Nabi. Ketika seorang Nabi wafat, Nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada Nabi setelahku, namun akan ada banyak para Khalifah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan demikian makna politik sebenarnya adalah mengurusi urusan rakyat. Muslim yang berkecimpung dalam politik berarti muslim tersebut harus mengatur, memperbaiki, mengurusi masyarakat dengan hukum-hukum Islam. politiknya seorang muslim adalah menerapkan dan menegakkna ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan.
Rakyat tidak boleh alergi dengan politik, politik yang sebenarnya tidak untuk meraih kekuasaan tetapi dengan politiklah kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan. Antara Ulama dan politik juga tidak dapat dipisahkan seperti dua sisi mata uang, karena Ulama sebagai penyampai politik yang benar kepada masyrakat. Ulama memiliki peran yang sangat besar dalam berbagai peristiwa sejarah. Bahkan nyaris tidak ada satu pun perubahan di dunia ini yang tidak melibatkan peran Ulama, termasuk dalam kehidupan politik. Mereka jugalah orang pertama yang menumbuhkan kesadaran berpolitik masyarakat hingga masyarakat melakukan perubahan politik.
Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW dalam mengurus urusan rakyatnya mengangkat Mu’aqib bin Abi Fathimah sebagai dirjen urusan ghanimah, Zubair bin al-Awwam ditunjuk sebagai dirjen urusan harta shadaqat, Syarahbil bin Hasan sebagai dirjen urusan luar negeri. Pengurusan rakyat yang dicontohkan Rasulullah tidak akan diketahui rakyat kecuali hadirnya peran Ulama. Jelas sudah, bahwa umat tidak hanya butuh Ulama yang cinta dunia tapi juga ulama yang cinta akhirat.*