Oleh: Rut Sri Wahyuningsih (Pengasuh Grup Online BROWNIS)
Ratusan Kiai dan pengurus Pondok Pesantren (Ponpes) yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia melakukan acara silahturahmi di ponpes Asshiddiqiyah, Kedoya, Jakarta Barat, Sabtu (15/9/2018) malam.
Dalam acara silahturahmi itu, sekira 400 Kiai dan pengasuh ponpes sepakat untuk mendukung pasangan calon presiden Joko Widodo dan calon wakil presiden Kiai Ma’ruf Amin (Antaranews.com/16 /09/2018).
Menurut Sekjen Majelis Silaturahim Kiai dan Pengasuh Pondok Pesantren Indonedia (MSKP3I) Arifin Junadi menjelaskan alasan mereka untuk mendukung Jokowi-Ma’ruf, lantaran mereka ingin Indonesia benar-benar dipimpin ulama. Bahkan, kata Arifin, mereka meyakini Kiai Ma’ruf Amin bisa membawa suara para ulama dan dijalankan langsung dalam pemerintahan nantinya.
Sementara, pengurus ponpes Al Amin, Kediri, Jawa Timur, Kiai Anwar Iskandar mengatakan kesepakatan memilih Jokowi-Ma’ruf didapat setelah dari ijtihad yang mendalam. Dimana juga sebagai bentuk jihad agar keselamatan negara dan kemaslahatan umat.
Sesungguhnya bangsa Indonesia ini telah menjadikan ulama sebagai panutan dan tuntunan bagi mereka jauh sebelum Indonesia merdeka. Bahkan para ulamalah yang tidak menghendaki negri ini di duduki oleh asing, sehingga mereka menyerukan resolusi jihad dan serangan-serangan lainnya.
Ulama adalah pewaris para nabi, sehingga dari merekalah sebenarnya umat dicerdaskan tentang politik Islam. Agar umat mampu memahami persoalan yang membelit mereka. Ulama akan berada di garda terdepan ketika syariat Islam tidak lagi menjadi hukum positip di negri ini. Karena merekalah pewaris para nabi, sehingga apa-apa yang dibawa oleh para nabi tidak boleh ada satupun yang tertinggal untuk diajarkan kepada umat, yaitu tauhid.
Ulama bukan alat untuk melegitimasi kepentingan penguasa atau kelompok tertentu. Ia harus netral, bahkan ialah yang harus berteriak lantang menolak sistem kufur berlangsung. Sekalipun nanti ulama yang menjadi pendamping calon presiden terpilih, tetap tak ada kemaslahatan di dalamnya jika tidak ada satupun hukum syara yang diterapkan. Karena memang maslahat adalah hasil dari keadaan ketika hukum syara diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat. Tidak sebagian-sebagian.
Terlebih kemudian jika saat ini ada ulama yang "pindah kubu" beralih membela mereka yang jelas-jelas akan meninggalkan syariat Allah, adalah satu dosa besar. Sebagaimana pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar, ketika muncul nabi palsu Musailamah Al Khadzab. Jangan Sampai Menjadi Ar-Rajjal Bin Unfuwah
Jadi pada awalnya, Ar-Rajjal bin Unfuwah mendapat tugas untuk mengajar penduduk Yamamah akan sesatnya Musailamah, menentang Musailamah dan menggagalkan usaha Musailamah untuk diakui menjadi nabi disamping Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, di tengah jalan, Ar-Rajjal bin Unfuwah terpengaruh dan lalai dari tugasnya.
Malah sebaliknya, dia menjadi pembela eksitensi Musailamah Al Kadzab sebagai nabi palsu. Abu Hurairah mengatakan bahwa fitnah Ar-Rajjal bin Unfuwah lebih besar daripada Musailamah disebabkan akibat yang ditimbulkannya sangat besar. Karena sejak Ar-Rajjal bin Unfuwah membela Musailamah Al Kadzab, pengikut nabi palsu ini semakin yakin kepada Musailamah dan semakin bertambah jumlahnya. Maka disinilah fitnah terbesarnya.
Masalah terbesarnya hari ini adalah bahwa kita berada dalam cengkeraman sistem yang liberal dan kapitalistik, yang jelas-jelas diemban oleh negara-negara kafir pembenci Islam. Maka tugas ulamalah menjadikan kaum muslim paham dan kemudian beralih menjadi amalan berjuang mengembalikan kejayaan Islam. Wallahu a' lam biashowab. [syahid/voa-islam.com]