Oleh:
Vivi Nurwida, member Akademi Menulis Kreatif
Merokok Membunuhmu, dua rangkaian kata yang terpampang nyata pada bungkus dan iklan rokok. Sebuah slogan baru yang menggantikan kalimat lama merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin. Dua kata yang singkat, padat dan jelas ini ditujukan agar para perokok sadar bahwa merokok dapat membunuh mereka.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani peraturan presiden (perpres) mengenai pemanfaatan cukai rokok dari daerah untuk menutup defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Menanggapi hal itu, sebagian orang di media sosial mengaku bangga menjadi perokok karena aktivitasnya yang banyak ditentang ternyata memberi sumbangsih bagi pelayanan kesehatan masyarakat melalui BPJS Kesehatan (Kompas.com 21/09/2018).
"Bahwa kretek bukan membunuhmu, tetapi kretek penyelamat rakyat terbukti hanya industri rokok yang bisa menutup defisit BPJS Kesehatan," tegas Sulami di Jakarta, Kamis (20/9).
Menurut Sulami, sudah saatnya ada keberpihakan pemerintah terhadap keberadaan kretek.
Pasalnya, sudah terbukti bahwa kretek sarana untuk bela negara, kretek memberikan kontribusi besar penerimaan negara, kretek sebelum dinikmati harus membayar lunas pajak dan cukainya, kretek penyelamat kesehatan masyarakat. (Acehtribunnews.com 20/09/2018).
Bukan rahasia lagi bahwa BPJS telah mengalami defisit anggaran. Bila dicermati lebih lanjut kisruh keuangan ini pasti terjadi di tengah budaya korupsi yang semakin mendarah daging, apalagi ketika bersinggungan dengan lembaga yang di dalamnya menjadi pengumpul dana masyarakat layaknya BPJS. Rokok sendiri yang cukainya akan dijadikan dana talangan untuk menutup defisit keuangan BPJS cukup menjadi perhatian di khalayak masyarakat. Rokok bagaikan pedang bermata dua bagi negara ini, di satu sisi rokok menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat, namun di sisi lain pemerintah menggunakan solusi penggunaan cukai rokok untuk menutupi defisit keuangan yang terjadi pada BPJS.
Penggunaan cukai rokok untuk menutupi defisit keuangan yang terjadi pada BPJS membuat banyak perokok seolah mendapatkan angin segar. Bagaimana tidak, merokok yang selama ini dianggap sebagai perbuatan yang membahayakan kesehatan telah menyumbang pendapatan yang tinggi bagi negara. Bangga, itulah yang mereka rasa. Merokok justru menyelamatkan kesehatan banyak orang, begitulah kini yang merasuk dalam fikiran para perokok. Hingga muncullah banyak poster-poster di dunia maya yang berisikan kalimat merokok itu meringankan BPJS. Solusi ini menunjukkan bahwa pemerintah sudah tak lagi menggunakan akal sehatnya dalam meriayah ummat.
Merokok merupakan aktivitas yang membahayakan kesehatan. Banyak penyakit yang bisa ditimbulkan dari aktivitas merokok ini, bukan hanya bagi perokok itu sendiri, tapi juga bagi orang-orang yang turut menghirup asapnya yang biasa disebut juga dengan perokok pasif. Namun pada kenyataannya pemerintah justru menjadikan rokok ini sebagai sumber dana yang menggiurkan bagi negara. Hal ini mempertegas bahwa kepemimpinan dalam naungan sistem yang rusak hanya akan menimbulkan kemudhorotan bagi ummat itu sendiri . Kemudhorotan bagi masyarakat asal itu menguntungkan maka akan terus dilaksanakan.
Lain halnya dengan pemerintahan yang berbasis aqidah Islam, pemimpin bertanggung jawab penuh atas pelayanan kesehatan masyarakat yang berkualitas dan gratis. Dana yang digunakan untuk menyediakan layanan kesehatan ini sendiri bukanlah berasal dari iuran anggota masyarakat yang dibayarkan tiap bulannya, namun berasal dari anggaran baitul mal. Bilapun ada defisit pada baitul mal maka pajak kekayaan akan dikenakan pada umat islam. Sejarah pernah mencatat bahwa Khalifah Umar bin Khattab pernah mengalokasikan anggaran baitul mal untuk penyakit lekra yang mewabah di Syam.
“Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).” (HR. Imam Al Bukhari dan Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Umar r.a.).
Pemimpin bertanggung jawab penuh atas kebutuhan umatnya, termasuk pada penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas lagi gratis, tanpa memandang suku, warna kulit, kekayaan juga agama. Dan ini semua hanya bisa diwujudkan ketika sistem yang digunakan adalah sistem yang berbasis aqidah Islam. Wallahu a'lam bishawab.