Oleh: Azrina Fauziah (Aktivis Dakwah, Tim Penulis “Pena Langit”)
Permainan Sepak bola tak ayal telah mendarah daging bagi setiap suporter dari kesebelasan sepak bola di beberapa kota di tanah air. Sebut saja suporter arema dan bonek di jawa timur lalu jika berpindah ke barat jawa maka kita akan menemukan suporter bobotoh dan jakmania yg begitu fanatik kepada persebelasan yg mereka dukung.
Tak heran minggu malam (23/9) kita dihebohkan oleh berita meninggalnya salah satu suporter jakmania, Haringga Sirila. Ia meninggal disebabkan dikeroyok masa pendukung persib yakni bobotoh di gelora bandung lautan api sebelum kedua persebelasan tersebut saling bertanding. Ia yang sendirian tak berdaya akan kebiadaban suporter bobotoh bandung.
Ia di gebuki ramai-ramai dengan menggunakan bogem mentah, batu, helm hingga balok kayu. Hingga video perkelahian yang berdurasi 2 menit menyebabkannya kehilangan nyawa. Haringga sempat dilarikan ke rumah sakit bandung namun ia tak tertolongkan.
Tragedi ini menimbulkan duka mendalam bagi dunia sepak bola Indonesia serta keluarga, menimbulkan keprihatian atas fanatisme persebelasan. Lalu pertanyaanya sekarang sebenarnya ada apa dengan sepakbola Indonesia?
Fanatisme, Harga Mati Permainan
Fanatisme sejatinya telah lama menjadi penyakit pada beberapa generasi terdahulu jauh sebelum adanya klub sepak bola. Salah satunya ialah dimasa jahiliyah, kebobrokan bangsa arab dimasa itu adalah mudah berperang meski karena hal sepele. Fanatisme pada suku dan kabilah begitu kuat, kental dan memicu peperangan pada kabilah arab tersebut.
Contoh saja peperangan Bani Bakr dan Taghlib berlangsung hingga 40 tahun hanya karena masalah unta. Selain itu suku Aus dan Khazraj di Madinah saling menyerang padahal masih satu keturunan dari Haritsah bin Tsa’labah Al Azdi.
Ketika cahaya islam datang, ia menjadi pemersatu diantara mereka. Islam menghapuskan perbedaan nasab, ras, suku, warna kulit sampai tak tersisa, yang ada kita semua bersaudara jika kita adalah muslim. Saling bahu membahu dan tolong menolong dalam kebaikan. Karena Allah Swt berfirman “Sesungguhnya orang beriman itu bersaudara” (QS. Al Hujurat:10)
Namun mengapa di zaman yang terang benderang kini kita kembali mundur ke belakang? Kembali pada zaman jahiliyah namun dengan perbedaan kecanggihan teknologi. Kita fanatisme dalam hal yang tidak pada tempatnya? Kita lupa akan identitas dan tugas utama kita sebagai muslim.
Menilik kondisi Kaum muslim di zaman ini maka hal yang wajar jika hati nurani telah hilang disebabkan fanatisme kelompok tertentu. Sekulerisme yakni pemisahan agama dari kehidupan bermasyarakat menyebabkan hilangnya ruh atau kesadaran akan keterikatan hamba Allah terhadap seluruh aktivitas dari pada Rabbnya.
Paham ini menyebabkan hilangnya kesadaran seorang muslim dalam meraih nilai aktivitas yang hendak ia capai. Yang ia pahami bahwa islam hanya boleh dibicarakan di tempat tertentu seperti masjid dan kajian sedangkan di tempat umum membicarakan islam merupakan hal yang tabu.
Selain dari pada itu hukum-hukum Allah seperti pergaulan, pendidikan, kesehatan, ekonomi serta politik dicampakan dengan menggunakan aturan manusia sebagai tonggak institusi kehidupan mereka. Pantas jika rasa tentram tak pernah ada di dalam diri kaum muslim. Allah Swt telah jauh berfirman “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: 'Lakukanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)".(QS. Ar Rum:41-42)
Padahal ketika kita mempelajari islam maka semua masalah dan semua aspek kehidupan melekat erat pada islam, sebab islam pun mengaturnya. Allah Swt berfirman, “Wahai orang-orang beriman, masuklah kalian ke dalam islam secara keseluruhan, dan jangan lah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagi mu”.(QS. Al Baqoroh:208)
Apalagi jika tak diterapakan hukum qisyas, sejatinya akan ada dendam yang tersimpan dan rasa merana bagi keluarga yang ditimpa musibah. Maka telah jelas fanatisme buta yang didukung sistem ini tak akan pernah dapat dihindari sebab ia wajar terjadi dalam sistem kufur jahiliyah yang memberikan keluasan individu bertingkah laku tanpa ada rasa takut terhadap RabbNya.
Islam dengan gamblang dan jelas datang untuk memberikan solusi, maka ketidak adanya islam di tengah kaum muslim inilah problemnya, tak ada solusi bagi kaum muslim selain kembali kepada pemersatu dalam kata Tauhid dibawah naungan Khilafah Islam. Waallahu ‘alam. [syahid/voa-islam.com]