View Full Version
Jum'at, 05 Oct 2018

Gempa Donggala, Antara Musibah dan Muhasabah

Oleh: Fitri Suryani, S.Pd*

Negeri ini seakan tak ada habisnya dengan berbagai bencana yang datang silih berganti. Apakah ini memang sesuatu yang datang dari alam? Ataukah Sang pemilik alam sedang memperingatkan hambaNya atas segala yang terjadi di bumi-Nya?

Belum lama ini, rangkaian gempa dan tsunami yang mengguncang Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018), menimbulkan kerusakan di mana-mana. Mulai guncangan gempa yang mencapai magnitudo 7.4 hingga sapuan tsunami setinggi 1,5-3 meter. Adapun korban tewas bertambah jadi 832 Orang.  Informasi terbaru tersebut disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho Minggu siang (kompas.com, 30/09/2018).

Selain itu, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan gempa dan tsunami di Palu & Donggala mengakibatkan kerugian materiil dan nonmateriil.Aprindo mencatat kerugian yang diderita sekitar Rp 450 miliar dialami oleh anggota yang memiliki gerai toko modern seperti Ramayana, Matahari, Hypermart, Alfamidi dan lain-lainnya, di Poso, Palu dan Donggala (cnbcindonesia.com, 30/09/2018).

Menilik Bencana Gempa

Menengok bencana yang terjadi di provinsi Sulawesi Tengah, khususnya di wilayah Donggala dan Palu, tentu sangat meninggalkan trauma ataupun luka yang dalam. Bagaimana tidak, diantara mereka banyak yang kehilangan. Mulai dari tempat tinggal hingga keluarga tersayang, tak luput dari terjangan tsunami atau pun tertimpa bangunan. Sehingga hilangnya nyawa pun tak dapat dielakkan.

Adapun jika melihat berdasarkan analisis sementara dari para ahli tsunami di Institut Teknologi Bandung (ITB), LIPI, dan BPPT, tsunami pascagempa disebabkan oleh dua hal. Pertama, adanya longsoran sedimen dasar laut di kedalaman 200-300 meter. Kedua terjadinya tsunami di Palu, Donggala, dan sekitarnya disebabkan oleh gempa lokal. Gempa ini terjadi di bagian luar dari Teluk Palu (Liputan6.com, 29/09/2018).

Tentu penyebab gempa yang dikemukakan oleh para ahli tak dapat dipungkiri. Namun, sesungguhnya hal itu tak terlepas dari kehendak yang Kuasa atas seluruh alam ini. Mungkin saja alam telah bosan menanggung berbagai kerusakan yang disebabkan oleh manusia yang terjadi di permukaannya. Sehingga alam meluapkan rasa marahnya yang berakibat pada ketidaktenangan yang dirasakan oleh penghuni bumi.

Bencana Dalam Kacamata Islam

Dalam sudut pandang Islam, setiap yang terjadi di alam ini tentu tak cukup hanya melihat dari sudut pandang para ahli dalam bidangnya. Karena sesungguhnya hal itu tak lepas dari campur tangan Sang Pencipta jagat raya ini. Hal tersebut bisa jadi sebagai peringatan ataupun ujian bagi manusia.

Disebutkan oleh Imam Ahmad, dari Shafiyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan. Pernah terjadi gempa di kota Madinah, di zaman Umar bin Khatab. Maka Umar berceramah, “Wahai manusia, apa yang kalian lakukan? Betapa cepatnya maksiat yang kalian lakukan. Jika terjadi gempa bumi lagi, kalian tidak akan menemuiku lagi di Madinah.”

Oleh karena itu, sesungguhnya bencana yang menimpa negeri ini bukan hanya sebatas marahnya alam terhadap penghuni bumi. Namun, lebih dari itu yakni Allah menegur hambanya karena banyaknya  aturan-Nya yang dilanggar dan ditinggalkan. Sebab, bencana ini selain sebagai peringatan bagi hamba yang lalai atas perintah-Nya, juga dapat sebagai ujian atas keimanan bagi mereka yang tunduk kepada aturan-Nya.

Dengan demikian, musibah yang menimpa suatu negeri mestinya dapat menjadi bahan renungan bagi diri dan negeri ini. Untuk dapat membenahi diri dan bermuhasabah atas segala yang telah  dilakukan. Karena sesungguhnya bagi Allah sangat mudah untuk mengubah suatu negeri dari keadaan aman menjadi porak-poranda. Wallahu ‘alam bi ash-shawab.

*Penulis adalah Guru SMA Negeri di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version