Sahabat VOA-Islam...
Wilayah Indonesia bagian tengah tampaknya sedang dalam duka yang berkelanjutan. Belum usai Lombok berbenah pasca gempa yang dialaminya. Gempa berkekuatan 7,4 SR kembali mengguncang wilayah kota Palu dan sekitarnya. Parahnya gempa di Palu tak sendiri. Ia membawa bencana yang lebih besar yaitu Tsunami dan Likuifaksi. Sehingga menelan banyak korban jiwa dan kerusakan. Khususnya yang terparah di kota Palu, Sigi, dan Donggala.
Sudah hampir dua Minggu telah berlalu. Namun duka kota Palu masih lah pilu. Masih banyak masyarakat yang mengadu belum menemukan anggota keluarganya. Upaya pencarian korban pun masih terus dilakukan. Namun, minimnya alat berat tentu semakin mempersulit tugas tim pencari korban. Apalagi BNPB menetapkan akan menghentikan status tanggap darurat Palu dan Donggala mulai 11 Oktober (07/10/www.liputan6.com).
Kepiluan kota palu belumlah berhenti sampai di situ. Bagaimana tidak, nasib warga kota palu yang selamat masih lah belum jelas. Pendistribusian bantuan berupa makanan dan logistik yang mengalami masalah. Sehingga membuat beberapa daerah belum tersentuh oleh bantuan pemerintah. Bahkan digambarkan oleh warga sekitar bahwa kondisi kota palu pasca bencana bak hukum rimba. Siapa kuat dialah yang menang (3/10/www.merdeka.com). Lucunya lagi, diberitakan bahwa pengungsi gempa di Sulawesi Tengah dimintai kartu identitas saat hendak mengambil minum (7/10/tribunnews.com).
Beginilah potret penanganan pasca bencana di negeri ini. Selalu muncul berbagai kendala yang menghambat penanganan korban. Seperti tampak tak serius pemerintah menangani dampak bencana alam yang terjadi. Bisa kita lihat bagaimana pemerintah seakan enggan memberikan status bencana nasional baik di Lombok maupun Palu. Akibatnya pemerintah pusat punya alasan sendiri untuk membantu seadanya. Karena dianggap masih ada pemerintah daerah yang lebih berperan menanganinya.
Inilah buah dari sistem demokrasi kapitalis. Sehingga lahirlah kepemimpinan yang tak handal dalam mengayomi umat. Karena penguasa di sistem ini hanya mementingkan pihak korporasi yang dapat menghasilkan modal buat mereka. Mengeluarkan dana untuk menangani dampak bencana tentu sangat lah berat pagi pemimpin di rezim ini.
Akhirnya, penguasa pun lebih mengandalkan bantuan pihak asing. Padahal tak ada yang gratis di dunia ini tentu menjadi prinsip kaum penjajah. Sehingga semakin kuat lah cengkraman dan dominasi negeri-negeri barat di tanah air.
Hal ini tentu membuat kita sadar, bahwa umat butuh pemimpin yang dapat mengurus dan melindunginya. Tentunya tak hanya sekedar ketika bencana menimpa negeri. Terbukti dengan sistem Islam dapat mewujudkan itu semua. Sejarah pun mencatat bahwa dibawah naungan kepemimpinan Islam umat berada dalam kesejahteraan yang nyata. Bahkan pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz terjadi kelimpahan dana zakat karena tidak ada lagi rakyat miskin yang berhak menerima.
Ini semua bisa dicapai tentu selain karena sistem Islam diterapkan dalam pemerintahan. Tentu juga karena karakteristik pemimpinnya. Dimana pemimpin kala itu bekerja sebagai pelayan umat. Sehingga mereka pun totalitas dalam menjaga dan melindungi umat yang dipimpinnya.
Apa lagi umat yang butuh perlindungan kala bencana menimpa wilayahnya. Sudah tentu pemimpin tak akan tinggal diam melihat rakyat menderita pasca bencana. Karena merasa ini adalah tanggung jawabnya untuk melindunginya. Bukannya malah melemparkan tanggung jawab itu ke pihak daerah saja atau malah ke pihak asing.
Maka dari itu, jelaslah dengan kepemimpinan Islam maka umat akan terayomi dengan baik. Sehingga kepiluan seperti yang dialami kota palu ini tak akan berkepanjangan seperti ini. Karena penguasa dalam kepimpinan Islam tak mungkin lari dari tanggung jawabnya untuk menjaga umat. insyaAllah. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [syahid/voa-islam.com]