Oleh: Keni Rahayu
Lagi booming nih pembahasan kalimat tauhid, dari sudut pandang orang yang cinta aja sampai yang cinta banget, ada. Saking cintanya, dia sampai rela membakar panji yang dipungut karena tercecer, katanya. Sebegitukah dia mencintainya ya? Alasannya, sebagai bentuk penghargaan dan kehati-hatian terhadap kalimat tersebut.
Memang ada aja alasan yang pas untuk membakar panji seolah-olah alasan itu benar, karena akal manusia begitu luar biasa (maha besar Allah dengan segala ciptaanNya). Yang tahu alasan asli membakar adalah si pembakar itu sendiri, atas dasar cinta atau lara.
Hakikat mencintai kalimat tauhid sebenarnya akan tercermin dari aktivitasnya sehari-hari. Mencintainya tidak sekedar menjaga simbol-simbol, lebih dari itu malah. Mencintai kalimat tauhid harus bisa dinyatakan dalam setiap aktivitas manusia.
Mencintai kalimat tauhid itu diwujudkan di setiap aktivitas kita dari bangun tidur sampai tidur lagi. Bayangin aja, gimana bisa mengesakan Allah kalau yang dimakan haram? Makan daging babi jadi halal gitu kalau baca basmalah? Lisannya ingat Allah, tapi aktivitasnya sebaliknya.
Mencintai kalimat tauhid harus nampak dari amal-amalnya. Ada yang menjaga kalimat tauhid agar gak kena najis kalau ditaruh di baju/topi, dll, tapi tidak menjaga diri dari apa yang Allah larang. Bawa anak orang yang belum halal baginya ke sana ke mari, misalnya. Apa itu realisasi dari cinta terhadap kalimat tauhid?
Mencintai kalimat tauhid itu harus terealisasi pada diri kita, baik pola pikir maupun pola sikap. Jangan sampai kita mengakui keesaan Allah tapi mengesampingkan aturanNya. Misal, kita mengamini hukum sekuler seperti demokrasi dan tidak mengupayakan Islam agar terealisasi secara utuh. Begitukah upaya mencintai kalimat "laa ilaha illallah"?
"LAA ILLAHAILLALAH"
Tiada tuhan (yang layak disembah) kecuali Allah
Tiada tuhan (yang berhak mengatur manusia) kecuali Allah
Tiada tuhan (yang berhak ditaati) kecuali Allah
Inti dari kalimat tauhid adalah mengesakan Allah. Bentuk mengesakan Allah tidak hanya menjaga simbol-simbolnya, tapi juga berusaha merealisasikannya dengan taat pada segala perintah dan menjauhi segala laranganNya.
Sehingga dari sini bentuk mengesakan Allah menjadi nyata. Tak hanya dipatri dalam hati, tidak hanya diakui lewat lisan, melainkan juga direalisasikan dalam perbuatan. Itulah mencintai kalimat tauhid yang sejati.
Jadi, untuk siapapun kita. Semoga tulisan ini menjadi refleksi diri. Seberapa jauh kita mencintai Allah yang maha suci. Seberapa besar mencintai kalimat tauhid terwujud hakiki pada diri ini. Wallahu a'lam. [syahid/voa-islam.com]