Oleh: Sofia Ariyani, SS (Member Akademi Menulis Kreatif)
Jalan-jalan, traveling atau berpariwisata saat ini sudah menjadi lifestyle bagi sebagian masyarakat. Adanya beragam destinasi, akomodasi yang memadai, transportasi yang menunjang membuat masyarakat mudah untuk traveling atau berpariwisata.
Bahkan sektor pariwisata saat ini menjadi primadona, di desa maupun di kota. Negara pun melirik sektor ini sebagai penghasil pendapatan negara. Maka tak heran jika saat ini pemerintah mengembangkan kawasan-kawasan pariwisata.
Tidak hanya di Indonesia, negara lain pun memanfaatkan sektor pariwisata sebagai salah satu penghasil pendapatan negara. Dengan memanfaatkan keindahan alam baik yang alami maupun buatan, juga memanfaatkan keragaman budaya yang ada.
Contohnya di wilayah Kabupaten Serang ini pariwisata yang menjadi andalan adalah kawasan pantai Anyer. Ratusan pantai berjajar mulai dari Kecamatan Anyer hingga ke Kabupaten Pandeglang.
Namun, ada banyak kemudharatan dibalik indahnya pariwisata. Bak dua sisi mata uang, di satu sisi pariwisata menghasilkan pendapatan daerah maupun negara di sisi lain pariwisata mengundang petaka. Karena mempunyai dampak negatif pada masyarakat setempat. Terlebih jika pelancong yang berkunjung adalah wisatawan mancanegara (wisman). Ini disebabkan perbedaan kebudayaan, mereka para wisman membawa budayanya ke Indonesia dan merusak masyarakat yang hidup di sekitar objek wisata.
Banyaknya kemudharatan itu bisa terletak pada objek wisatanya itu sendiri maupun dari pengunjungnya. Contoh dari objek wisatanya adalah perayaan kemusyrikan. Sedangkan dari pengunjungnya adalah para wisman yang membawa kebudayaannya, misalnya cara berpakaian mereka, cara bergaul mereka, dan sebagainya. Dan ini akhirnya menjadi contoh bagi wisatawan domestik.
Pariwisata saat ini mengandung banyak mudharat tersebab sistem yang menaungi saat ini. Di mana sistem saat ini (red. Kapitalisme) hanya mengejar manfaat dan keuntungan. Tidak sama sekali memperhatikan dampak yang akan terjadi. Seperti saat ini yang kita lihat. Di kawasan pantai misalnya, banyak wisatawan yang mengumbar aurat entah itu wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik. Perayaan kemusyrikan Nomoni yang belum lama terjadi di Palu. Dan masih banyak lagi.
Bagi para kapitalis keuntungan yang sebesar-besarnyalah yang menjadi tujuan. Tidak peduli dengan kerusakan moral, kerusakan akidah dan kerusakan alam.
Lantas bagaimana Islam memandang pariwisata?
Islam dengan asasnya akidah Islam yang memancarkan aturan-aturan yang berasal dari Allah SWT. Maka segala sesuatunya harus sesuai harus terikat dengan aturan-aturan Allah.
Misalnya pariwisata ini, Islam akan menjadikan pariwisata sebagai sarana taqarub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah). Dengan potensi keindahan alam yang natural seperti keindahan pantai, pegunungan, laut, air terjun dan sebagainya merupakan anugerah dari Allah SWT, yang seharusnya mampu menyadarkan manusia kepada Kemahabesaran Allah, Dzat yang menciptakan alam raya ini.
Atau ketika melihat objek wisata yang bukan dari alam, misalnya peninggalan-peninggalan bersejarah dari peradaban Islam yang ditanamkan adalah kekaguman akan kehebatan Islam dan umatnya yang mampu menghasilkan produk madaniyah yang luar biasa.
Dengan demikian, objek-objek wisata baik yang natural ataupun peninggalan-peninggalan peradaban Islam bagi wisatawan muslim akan semakin mempertebal keimanan mereka dan bagi wisatawan non-muslim bisa digunakan sebagai sarana menanamkan keyakinan mereka terhadap Kemahaagungan Allah.
Selain itu objek wisata bisa digunakan sebagai dakwah dan propaganda.
Sebagai sarana dakwah, biasanya manusia baik yang muslim maupun non-muslim takjub dengan keindahan alam. Dan pada titik itulah potensi manusia yang Allah berikan akan digunakan untuk menumbuhkan keimanan kepada yang menciptakan alam ini, yaitu Allah SWT. Ini bagi yang sebelumnya belum beriman. Namun jika sudah beriman maka akan mengokohkan keimanan yang sudah tertancap di dalam dirinya.
Sedangkan sebagai propaganda, dengan melihat dan menyaksikan peradaban Islam bagi siapapun yang sebelumnya tidak yakin akan keagungan dan kebesaran Islam maka akan menumbuhkan keyakinan mereka akan keagungan dan kemuliaan Islam.
Lalu bagaimana dengan pariwisata yang bertentangan dengan peradaban Islam?
Khilafah sebagai negara akan menempuh dua kebijakan:
Pertama, jika objek-objek wisata tersebut merupakan tempat peribadatan kaum kafir maka harus dilihat kembali, jika tempat peribadatan itu masih digunakan sebagai tempat peribadatan maka objek-objek tersebut akan dibiarkan, tetapi tidak boleh dipugar atau direnovasi jika mengalami kerusakan. Namun jika sudah tidak digunakan lagi sebagai tempat ibadah maka objek-objek wisata tersebut akan ditutup bahkan bisa dihancurkan.
Kedua, jika objek-objek wisata tersebut bukan tempat ibadah maka tidak alasan untuk dipertahankan. Karena itu objek-objek wisata seperti ini akan ditutup, dihancurkan atau diubah. Misal seperti Dunia Fantasi yang di dalamnya terdapat patung-patung makhluk hidup, seperti manusia dan hewan.
Begitulah Islam memandang pariwisata sebagai sarana taqarub ilallah dan dakwah, tidak lebih dari itu, meski mampu mendatangkan devisa bagi negara.
Negara Khilafah akan mengambil sumber perekonomian dari pertanian, perdagangan, industri dan jasa. Keempat sumber ini akan menjadi tulang punggung Negara Khilafah.
Wallahu’alam bishawab