Oleh: Kusmiyati
Belum lama ini umat tengah dilanda musibah yang tak kalah membuat resah.Dibandingkan dengan gempa bumi dan tsunami. Musibah itu adalah makin rapuhnya ukhuwah islamiyah dan makin menguatnya 'ashabiyah.
Karena 'ashabiyah, antarkelompok umat Islam bisa saling mem-bully, saling mencaci, bahkan bisa saling mempersekusi. Semua itu acapkali dibumbui oleh slogan-slogan nasionalisme, fanatisme organisasi, sentimen mazhab dll. Saat ini sikap 'ashabiyah begitu mendominasi. Sebaliknya, akhuwah islamiyah seolah makin tereliminasi.
Di Indonesia,slogan “NKRI harga mati”, seolah cukup menjadi alasan bagi sekelompok umat Islam untuk menista kelompok umat Islam lain yang menyerukan penerapan syariah Islam. Seolah-olah penerapan syariah Islam akan menghancurkan negeri ini. “Saya Pancasila” juga seperti menjadi slogan sakti untuk mempersekusi siapa saja yang dituding anti Pancasila.
Mereka yang menyerukan dan mendakwahkan Khilafah. Seolah-olah Khilafah bertentangan dengan Pancasila. Padahal Khilafah adalah ajaran Islam, sementara mereka sering mengklaim bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan Islam.
Yang tak kalah menyedihkan, kebencian terhadap kelompok umat Islam lain seperti HTI seolah menjadi alasan kuat untuk melakukan kriminalisasi terhadap segala hal yang berhubungan dengan HTI. Termasuk membakar Bendera Tauhid yang dituding sebagai bendera HTI. Padahal HTI sama sekali tak punya bendera. Bendera al-Liwa dan ar-Rayah yang bertuliskan kalimat tauhid Lâ ilâha illaLâh Muhammad rasûlulLâh adalah bendera seluruh kaum Muslim, bukan bendera HTI.
Rasulullah saw. bersabda:
«وَمَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِلْعَصَبِيَّةِ أَوْ يُقَاتِلُ لِلْعَصَبِيَّةِ أَوْ يَدْعُو إِلَى الْعَصَبِيَّةِ فَقِتْلَتُهُ جَاهِلِيَّةٌ»
Siapa saja yang mati/terbunuh di bawah panji buta, dia marah karena 'ashabiyah, atau berperang karena 'ashabiyah, atau menyerukan 'ashabiyah maka matinya adalah mati jahiliah (HR Ahmad).
Kaum Muslim haram memerangi—termasuk mempersekusi—kaum Muslim lainnya semata-mata atas dasar sikap 'ashabiyah,termasuk membela dan berperang atas dasar 'ashabiyah.Oleh karena itu sikap 'ashabiyah itu harus dibuang dan dicampakkan .
Islam menghendaki agar persaudaran karena iman atau yang sering disebut ukhuwwah islâmiyah itu tidak berhenti sebatas ucapan, namun harus mewujud secara nyata dalam tindakan dan realita kehidupan. Dalam bentuk saling membela dan saling tolong-menolong di antara kaum Mukmin tanpa dibatasi oleh ikatan-ikatan lainnya.
Rasulullah saw. menggambarkan kaum Muslim layaknya satu bangunan yang saling menopang satu sama lain:
«إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا»
Sungguh kaum Mukmin itu seperti satu bangunan yang saling menguatkan satu sama lain (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasai, at-Tirmidzi dan Ahmad).
Rasul saw. juga menggambarkan kaum Mukmin layaknya satu tubuh:
«إِنَّ الْمُؤْمِنَ مِنْ أَهْلِ الإِيمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ يَأْلَمُ الْمُؤْمِنُ لأَهْلِ الإِيمَانِ كَمَا يَأْلَمُ الْجَسَدُ لِمَا فِى الرَّأْسِ»
Sungguh seorang Mukmin bagi Mukmin yang lain berposisi seperti kepala bagi tubuh. Seorang Mukmin akan merasakan sakitnya Mukmin yang lain seperti tubuh ikut merasakan sakit yang menimpa kepala (HR Ahmad).
Rasul saw. juga bersabda:
«مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى»
Perumpamaan kaum Mukmin dalam hal saling cinta, kasih sayang dan simpati di antara mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu organ sakit maka seluruh tubuh demam dan tak bisa tidur (HR Muslim dan Ahmad).
Seperti itulah seharusnya persaudaraan kaum Muslim. Ukhuwah islamiyah itu harus lebih diutamakan di atas persaudaraan karena ikatan lainnya, termasuk ikatan nasionalisme, keorganisasian, mazhab, dll. Seluruh kaum Muslim di seluruh dunia—tak hanya di negeri ini—harus merasa layaknya satu tubuh.
Penderitaan yang menimpa sebagian kaum Muslim di suatu tempat, di suatu negeri, harus juga dirasakan oleh seluruh kaum Muslim lainnya.
Persaudaraan mereka adalah persaudaraan karena iman. Karena bersaudara, umat Islam sedunia—tak hanya di negeri ini—diperintahkan untuk bersatu. Mereka haram bercerai-berai. Allah SWT berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا...
Berpegang teguhlah kalian pada tali (agama) Allah dan janganlah kalian berpecah-belah. Ingatlah nikmat Allah atas kalian saat kalian dulu saling bermusuhan, lalu Dia mempertautkan kalbu-kalbu kalian sehingga kalian dengan nikmat-Nya menjadi bersaudara… (TQS Ali Imran [3]: 10)
Mari kita eratkan ukhuwah (persaudaraan), kuatkan wihdah (persatuan) dan rekatkan mahabbah (saling cinta). Niscaya akan lahir al-quwwah (kekuatan).
Dengan itulah kita secara bersama-sama akan mampu meraih izzah (kemuliaan) di dunia dan akhirat. Saatnya kita menjadikan akidah Islam sebagai satu-satunya ikatan.
Saatnya kita hidup bersama-sama dan saling bekerjasama di bawah Panji Tauhid Lâ ilâha ilalLâh Muhammad RasululLâh. WalLâhu alam bi ash-shawâb. [syahid/voa-islam.com]