Oleh: Tardjono Abu Muas
Sepekan berlalu peristiwa fenomenal kumpulnya jutaan ummat Islam di Monas Jakarta Reuni 212 sunyi sepi dari liputan media.
Penulis ibarat segelintir pasir di tepian pantai ikut dalam sejarah perjuangan ummat Islam saat Aksi Bela Islam 411 dan 212 dua tahun lalu.
Oleh karena kondisi kesehatan yang kurang kondusif, maka saat Reuni 212 tak bisa hadir.
Ketidakhadiran saat reuni, penulis masih punya harapan dapat mengikuti siaran langsungnya lewat TV di rumah. Tapi ternyata di luar dugaan semua saluran TV sunyi dan sepi, beruntung masih ada TV One yang slogannya Memang Beda kala itu benar-benar menunjukkan perbedaannya dengan TV lainnya.
Kondisi ini penulis rasakan bagaikan sedang terjadi Tsunami Media 212. Kalau Tsunami yang melanda Palu Sulewesi Tengah beberapa bulan lalu merusak dan meluluhlantakkan berbagai fasilitas dan tak luput pula jatuh korban jiwa. Lain lagi apa yang terjadi dengan Tsunami Media 212, yang hancur luluh adalah idealisme dan moralitas awak media.
Apa yang bisa diharapkan dengan slogan media yang "Ikut Mencerdaskan Kehidupan Bangsa" jika para awak medianya sendiri sudah rusak idealisme dan moralitasnya?
Seorang jurnalis sejati tentu akan merasakan situasi ini merupakan siksaan batin yang mendalam, belum lagi akan mendapatkn sanksi sosial dari ummat yang akan meninggalkannya bahkan mungkin sampai dengan ada gerakan "boikot" media.
*Penulis: Pemerhati masalah sosial.